MBAY, KOMPAS.com — Pesta Rakyat Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, saat syukuran Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do, M.Kes dan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja, SH, Kamis (27/12/2018) di lapangan Upacara Aesesa, Kecamatan Aesesa sangat berbeda dengan pesta rakyat sebelumnya.
Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do dan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja dilantik Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Minggu (23/12/2018), di Kupang.
Kali ini syukuran atas pelantikan Bupati Nagekeo periode 2019-2024 menyuguhkan kearifan lokal. Kearifan lokal yang digerakkan oleh rakyat Nagekeo itu sehari tanpa piring yang diproduksi pabrik atau yang sering dikenal dengan piring modern.
Baca juga: Mengunjungi Desa Adat Pertama Kerajaan Manggarai di Flores
Warga Nagekeo menggantikan piring modern itu dengan piring yang dianyam sendiri oleh kaum perempuan Nagekeo yang terbuat dari anyaman daun lontar.
Warga Nagekeo menamakannya “Wati”. “Wati” adalah bahasa lokal untuk menyebut piring yang berasal dari alam, khususnya pohon lontar.
“Wati” itu sebagai tempat untuk menyimpan makanan lokal yang sudah dimasak, berupa nasi, pisang, ubi tatas serta lauk pauk, baik daging sapi, daging babi maupun sayur mayur yang sudah diolah oleh kaum perempuan Nagekeo saat dihidangkan bagi tamu, baik tamu istimewa maupun sesama anggota keluarga.
Baca juga: Tradisi Ghan Woja Suku Saghe di Flores Barat
Zaman dulu, nenek orang Nagekeo tidak mengenal piring hasil olah pabrik, baik piring plastik maupun piring aluminum atau kaca.
Program Bupati Nagekeo, dr Johanes Don Bosco D dan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja dengan gerakan kebangkitan produksi lokal mulai menggeliat saat misa syukuran atas pelantikan mereka oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada 23 Desember 2018 di Kupang.
Baca juga: Jojong, Kuliner Tradisional Flores Barat yang Makin Langka
Program kerakyatan ini sangat didukung oleh seluruh masyarakat Kabupaten Nagekeo dimana saat pesta rakyat syukuran itu menganyam 10.000 “wati” serta tempat minuman yang terbuat dari bambu kecil sebanyak 10.000 buah.
Program yang digerakkan Bupati dan Wabup Nagekeo ini ingin mengembalikan dan membangkitkan kejayaan masa lalu dimana orang-orang Nagekeo memiliki keterampilan yang khas yang terbuat dari alam untuk membuat “wati”.
Baca juga: Kampung Adat Todo, Pusat Peradaban Minangkabau di Flores Barat
Gerakan ini juga mengembalikan kepercayaan orang-orang Nagekeo bahwa leluhur mereka memiliki kearifan lokal yang ramah lingkungan. Leluhur orang Nagekeo sangat ramah lingkungan dimana segala keperluan dalam hidup berkeluarga selalu berasal dari alam. Segala sesuatu yang ada di alam diolah dan dikelola dengan kemampuan alamiah dari para leluhur tersebut.
Memang, selama ini saat ritual adat di berbagai kampung di pelosok Kabupaten Nagekeo masih menghidangkan menu makanan dengan wadah yang terbuat dari daun lontar yang dianyam oleh kaum perempuan.
Terpilihnya Johanes Don Bosco Do dan Marianus Waja menjadi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nagekeo hasil pemilihan kepala daerah beberapa waktu lalu memberikan angin segar bagi kaum perempuan dan laki-laki untuk menghadirkan kembali 'wati" sebagai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.