Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do, Kamis (27/12/2018) saat memberikan sambutan menegaskan, perajin Nagekeo, baik perempuan maupun laki-laki menyediakan 10.000 wadah “wati” dan 10.000 tempat untuk minum yang terbuat dari bambu kecil (gelas bambu). Tidak ada piring modern atau piring pabrik saat syukuran Bupati dan Wakil Bupati Nagekeo tersebut.
“Saya sampaikan kepada Staf khusus Presiden RI Gories Mere, Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno, Uskup Agung Ende Mgr Sensi Potokotta bahwa saat makan bersama, rakyat Nagekeo menghidangkan menu makanan lokal, seperti pisang masak, ubi tatas, lauk pauk dan sayur mayur yang sudah dimasak dihidangan dengan sebuah wadah yang ramah lingkungan yang disebut 'wati'. Ini merupakan gerakan kebangkitan produksi lokal," kata Johanes Don Bosco Do.
Selain itu, lanjut Bupati Don, seluruh Aparat Sipil Negara (ASN) yang hadir saat misa syukuran perutusan dan pesta rakyat ini dihidangkan wadah “wati” saat makan bersama.
"Tidak ada piring pabrik atau modern untuk menghidangkan menu makanan. Kita harus membangkitkan kepercayaan rakyat Nagekeo yang mengolah bahan-bahan wadah makanan yang ramah lingkungan,” katanya.
Selama lima tahun memimpin Kabupaten Nagekeo, lanjut Bupati Don, wadah-wadah tradisional seperti wadah “wati” dan gelas bambu dipakai dalam lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Nagekeo saat upacara-upacara seluruh perkantoran, baik upacara kenegaraan maupun upacara yang yang berskala kecil.
Bahkan, seluruh ASN di lingkungan Pemkab Nagekeo wajib memiliki wadah ini di dalam lingkungan keluarganya. Ini akan berdampak pada peningkatan ekonomi rakyat Nagekeo di mana perajin lokal yang memilik keterampilan menganyam wadah “wati” ini bisa percaya diri karena pemerintah sudah menyediakan pasarnya yang dimulai dari lingkungan Pemkab Nagekeo.
“Jangan ada kata menyerah. Kita harus mulai dari diri sendiri. Kita harus mulai membeli hasil karya kaum perempuan dan laki-laki Nagekeo yang memiliki keterampilan alamiah yang diwariskan leluhur yang sangat ramah lingkungan. Saya sendiri akan memulainya dengan memakai bahan-bahan alamiah di rumah jabatan dengan kualitas yang bagus, bersih serta berstandar. Kita harus memulai dengan diri sendiri. Dengan cara ini kita memberikan dukungan kepada perajin Nagekeo yang tersebar di seluruh pelosok di Kabupaten Nagekeo. Selama ini yang saya amati bahwa rakyat selalu mengeluh bahwa pemerintah tidak menyediakan pasar atas hasil karya mereka. Kini kita siapkan pasarnya selama lima tahun ke depan,” katanya.
Bupati Don menjelaskan, kaum perempuan dan laki-laki Nagekeo yang tersebar di kampung selalu menganyam tikar khas Nagekeo. Mereka menjaga dan merawat kearifan lokal yang berasal dari sektor pertanian.
Bahkan kearifan lokal itu sangat ramah lingkungan, seperti gelas dari bambu dan wadah “wati” yang berasal dari alam Nagekeo. Kita wajib menggunakan “wati” sebagai wadah untuk menghidangkan makanan dan didalam “wati” selalu dihidangan dengan pangan lokal.
"Saya mengajak seluruh komponen dengan pangan lokal dan produk lokal. Jangan pernah menyerah ketika memiliki mimpi. Tugas saya dan Wakil Bupati memberi ruang kreativitas kepada anak-anak milenial Nagekeo. Bangun dari desa dengan gerakan kebangkitan produksi lokal serta memperkenalkan pariwisata dari tingkat kampung dan desa dengan produksi pangan lokal dan pangan lokal," kata Don.
“Saya masih ingat saat saya masih kecil bahwa kawasan Wolowae menjadi pusat perdagangan ternak kerbau dan mempertemukan pembeli dan pedagang dari berbagai penjuru Nusantara. Namun, belakangan ini, kawasan itu sepi dari transaksi jual beli kerbau,” katanya.
Selain itu, menurut Don, Pemkab Nagekeo siap bekerjasama dengan lembaga agama, seperti Keuskupan Agung Ende agar saat pesta permandian, sambut baru dan perayaan syukuran Imam baru serta berbagai perayaan keagamaan untuk mulai membiasakan diri memakai wadah “wati” dan gelas bambu sebagai tempat untuk menghidangkan makanan bagi tamu.
“Jikalau ini digerakkan oleh pihak Gereja Katolik Keuskupan Agung Ende serta lembaga keagamaan lainnya makan akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat Nagekeo. Dampak lanjutannya adalah peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Nagekeo. Saya akan memulai dari dalam lingkungan keluarga saya, baik di rumah jabatan maupun di rumah pribadi untuk menyediakan wadah ini sebagai tempat makan menggantikan piring pabrik," katanya.
Bupati Don memaparkan, belum lama ini ada data bahwa terdapat 11 kepala keluarga miskin atau 50.000 jiwa warga Kabupaten Nagekeo yang miskin. Salah satu jalan alternatif mengentaskan kemiskinan itu adalah meningkatkan produksi lokal yang dilakukan rakyat dan pasarnya ada pada lingkungan Pemkab Nagekeo.