Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wadah Wati dan Gelas Bambu di Nagekeo Mengurangi Pemakaian Plastik

Kompas.com - 01/01/2019, 13:10 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

MBAY, KOMPAS.com — Pemakaian bahan plastik di berbagai kebutuhan hidup rumah tangga memberikan dampak berbahaya bagi kesehatan dan alam. Produk-produk hasil olahan pabrik berbahan plastik mampu merusak keberlangsungan dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang memiliki masalah sampah plastik terbesar. Perabot rumah tangga yang berbahan plastik dapat merusak lingkungan hidup. Bahan-bahan plastik merusak tanah. Dan ini menjadi masalah terbesar dialami Bangsa Indonesia.

Berangkat dari kesulitan mengatasi sampah plastik di Kabupaten Nagekeo, Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do dan Wakil Bupatinya, Marianus Waja yang dilantik Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, Minggu (23/12/2018) memiliki konsep dan program untuk mengatasi masalah sampah plastik selama lima tahun ke depan.

Baca juga: Sehari Tanpa Piring Pabrik di Nagekeo Flores...

Salah satu yang dikembangkan oleh pemimpin baru Nagekeo itu dengan memakai produk-produk lokal yang dianyam oleh rakyatnya dan bahannya berasal dari alam Nagekeo yang sangat ramah lingkungan.

Bahannya berasal daun lontar serta bambu yang dianyam oleh kaum perempuan dan laki-laki yang bersumber dari alam Nagekeo. Dimulai dari wadah untuk makan yang disebut “wati” dan tempat minum dari bambu. Ini menggantikan pemakaian piring plastik yang berasal pabrik.

Baca juga: Mengunjungi Desa Adat Pertama Kerajaan Manggarai di Flores

Selama ini apabila warga Nagekeo membeli gelas plastik, piring plastik dan mangkok kaca dan aluminium untuk tempat makan serta minuman kemasan berbahan plastik maka uang warga kembali ke pemilik pabrik dan warga Nagekeo hanya memperoleh tumpukan sampah plastik.

Seorang warga Nagekeo sedang menadah air minum bersih dengan gelas bambu untuk dihidangkan kepada tamu yang sedang mengikuti syukuran pemimpin baru Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, Kamis (27/12/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang warga Nagekeo sedang menadah air minum bersih dengan gelas bambu untuk dihidangkan kepada tamu yang sedang mengikuti syukuran pemimpin baru Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, Kamis (27/12/2018).
Pemkab  Nagekeo di era kepemimpinan Johanes Don Bosco Do-Marianus Waja selama lima tahun ke depan bertekad uang rakyat dan uang pemerintah harus berputar di seluruh kampung dengan membeli bahan-bahan ramah lingkungan yang berasal dari alam Nagekeo.

Baca juga: Jojong, Kuliner Tradisional Flores Barat yang Makin Langka

Wawancara khusus Kompas.com di Rumah Tenun Sa’o Pipi Tolo di Kecamatan Nangaroro, Jumat (28/12/2018) lalu, Bupati Nagekeo, dr. Don menjelaskan, gerakan kebangkitan produksi lokal Nagekeo akan mengurangi pemakaian berbahan plastik kebutuhan rumah tangga penduduk Nagekeo.

Pemkab Nagekeo tidak khawatir dengan perlawanan dan persaingan dari produk-produk dari pabrik berbahan plastik. Kedua-duanya tetap mengambil peran masing-masing. Pemilik modal yang mengolah bahan kebutuhan rumah tangga tidak terganggu dengan program yang direncanakan pemerintah, bahkan, kedua-duanya memiliki peran masing-masing.

“Saat ini tidak bisa dibendung produk-produk dari olah pabrik yang berbahan plastik karena setiap orang memiliki pilihan masing-masing dalam menggunakan bahan kebutuhan rumah tangga. Namun, Pemkab  Nagekeo juga mengambil peran dalam meningkatkan perekonomian rakyat serta pemberdayaan rakyat lokal dengan memakai bahan-bahan yang ramah lingkungan,” katanya.

Baca juga: Tradisi Flores, Menabur Jagung di Limbu Mbupu Lea dan Amu

Bupati Nagekeo, dr Don menjelaskan, Pemkab Nagekoe tidak mengambil peran dari produk-produk pabrik, melainkan pemerintah memiliki tugas meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui program-program yang baru sesuai dengan kearifan lokal yang diwariskan leluhur orang Nagekeo yang ramah lingkungan.

Warga Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis, (27/12/2018), menikmati hidangan pangan lokal saat syukuran atas pemimpin baru Kabupaten Nagekeo. Semua makanan bagi seluruh rakyat Nagekeo adalah pangan lokal. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Warga Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis, (27/12/2018), menikmati hidangan pangan lokal saat syukuran atas pemimpin baru Kabupaten Nagekeo. Semua makanan bagi seluruh rakyat Nagekeo adalah pangan lokal.
“Saya mulai dari diri sendiri untuk memakai produk lokal hasil olahan rakyat Nagekeo. Selama ini kesulitannya adalah pasar untuk menjual anyam lokal rakyat Nagekeo. Aparat sipil negara (ASN) di lingkungan Pemkab Nagekeo wajib memberi produk lokal yang dihasilkan oleh rakyat Nagekeo. Wadah “wati” dan gelas bambu apabila sudah rusak maka bisa dibuang di belakang rumah dan akan lapuk untuk menyuburkan tanah. Muncul humus tanah karena daun lontar dan bambu itu bisa lapuk. Tidak keras. Beda dengan piring plastik dan kaca, di mana gelas plastik dan kaca harus membuat lubang sampah sebagai tempat pembuangannya. Butuh waktu bertahun-tahun bahan-bahan itu lapuk dan tidak menimbulkan kesuburan tanah. Di situ letak perbedaannya,” katanya.

Baca juga: 6 Oleh-oleh yang Bisa Dibeli saat Liburan ke Flores NTT

Don menjelaskan, keberlangsungan produk lokal yang berasal dari alam Nagekeo sebagai bahan dasarnya maka padang savana di Nagekeo harus dihijaukan dengan menanam pohon lontar serta terus menanam bambu, baik secara pribadi maupun melalui program pemerintah.

“Saya ajak seluruh masyarakat Nagekeo dan pihak wiraswasta untuk mendukung program pemerintah yang ramah lingkungan. Jika lingkungan tidak sehat karena penuh dengan sampah plastik akan berdampak pada kesehatan masyarakat itu sendiri. Saya ini berlatar belakang dokter mengetahui semuanya. Saya mengetahui bagaimana menjaga wadah “wati” itu bersih dan higienes sesuai standar kesehatan serta gelas bambu. Program ini tidak merugikan pihak wiraswasta, melainknan menguntungkan berbagai pihak,” katanya.

Rektor Unwira Kupang, Pater Philiphus Tule, SVD kepada Kompas.com di rumah tenun Sa’o Pipi Tolo, Jumat (28/12/2018) menjelaskan, program kebangkitan produksi lokal di Nagekeo akan berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat.

Warga Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis, (27/12/2018), menikmati hidangan pangan lokal saat syukuran atas pemimpin baru Kabupaten Nagekeo. semua makanan bagi seluruh rakyat Nagekeo adalah pangan lokal. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Warga Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur, Kamis, (27/12/2018), menikmati hidangan pangan lokal saat syukuran atas pemimpin baru Kabupaten Nagekeo. semua makanan bagi seluruh rakyat Nagekeo adalah pangan lokal.
"Ini juga mengembalikan kepercayaan rakyat Nagekeo bahwa keterampilan mereka sebagai warisan leluhur diperhatikan pemerintah setempat. Wadah 'wati' dan gelas bambu sebagai identitas dari masyarakat adat di seluruh Nagekeo," katanya.

Mengapa sebagai identitas masyarakat lokal, lanjut Pater Tule, karena ini merupakan warisan turun temurun oleh para leluhur orang Nagekeo. Selain itu, wadah “wati” dan gelas bambu dipakai saat hidangan pada pesta adat, pesta perkawinan adat dan lain sebagainya.

“Salah satu produk yang ramah lingkungan selain kain tenun adalah anyaman wadah 'wati' dan gelas bambu yang diambil alam Nagekeo. Sesungguhnya alam Nagekeo dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga melalui olahan tangan manusia Nagekeo yang tidak merusak alam. Saya berharap program kebangkitan produksi lokal Nagekeo ini harus didukung penuh oleh rakyat dan semua pihak,” katanya.

Pater Tule menjelaskan, produk hasil olahan pabrik berbahan plastik mudah dibeli oleh rakyat Nagekeo karena ada pasarnya. Untuk itu, pemerintah menyediakan pasarnya dan juga aparat sipil negara (ASN) Nagekeo bisa menjadi pasar dari produk lokal orang Nagekeo itu sendiri.

Syukuran pelantikan Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do dan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja periode 2019-2024 oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Minggu (23/12/2018), di Kupang menyuguhkan kearifan lokal. Warga Nagekeo menggantikan piring modern dengan piring yang dianyam sendiri oleh kaum perempuan Nagekeo yang terbuat dari anyaman daun lontar yang diberinama Wati.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Syukuran pelantikan Bupati Nagekeo, dr. Johanes Don Bosco Do dan Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja periode 2019-2024 oleh Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Minggu (23/12/2018), di Kupang menyuguhkan kearifan lokal. Warga Nagekeo menggantikan piring modern dengan piring yang dianyam sendiri oleh kaum perempuan Nagekeo yang terbuat dari anyaman daun lontar yang diberinama Wati.
“Kita kadang-kadang bangga dengan produk berbahan plastik yang tidak ramah lingkungan sementara produk lokal yang ramah lingkungan dilupakan. Dan bukan menjadi kebanggaan orang lokal Nagekeo,” sambungnya.

Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Komjen Pol Gories Mere kepada Kompas.com menjelaskan, rumah tenun Sa’o Pipi Tolo bagian dari pemberdayaan bagi para penenun lintas agama di Kabupaten Nagekeo. Ini juga mendukung program Pemkab Nagekeo untuk mengangkat seni karya kaum perempuan Nagekeo yang berbahan dasar alamiah dari hutan Nagekeo.

“Pewarna kain tenun bermotif Nagekeo bukan hasil olahan pabrik melainkan dari olahan daun-daun dan akar kayu yang bersumber dari alam Nagekeo. Sebelum Pemkab Nagekeo merencanakan kebangkitan produksi lokal, saya sudah lebih dulu memikirkan dan mewujudkannya dengan mendirikan rumah tenun lintas agama di Sa’o Pipi Tolo,” kata Gories Mere.

Mere menjelaskan, selama ini kain tenun bermotif Nagekeo khususnya dan Flores pada umumnya dijual dengan harga murah berkisar Rp 250.000 sampai Rp 300.000 sementara proses menenunnya membutuhkan waktu satu bulan atau lebih. Padahal hasil tenunnya berkualitas tinggi.

Menu hidangan lokal Nagekeo saat pesta rakyat untuk mensyukuri pemimpin baru Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, Kamis (27/12/2018). KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menu hidangan lokal Nagekeo saat pesta rakyat untuk mensyukuri pemimpin baru Kabupaten Nagekeo, Flores, NTT, Kamis (27/12/2018).
Menurut Mere, orang Eropa sangat suka dengan kain tenun flores karena tebal dan cocok di daerah dingin atau saat musim dingin disana. Kain tenun flores dipakai saat musim dingin memberikan kehangatan dalam tubuh karena bahan-bahannya berasal dari alam, bukan hasil olahan pabrik.

“Rumah tenun atau sanggar tenun Sa’o Pipi Tolo Nangaroro, Kabupaten Nagekeo sebagai pusat pemberdayaan para penun di sekitar Nagekeo maupun seluruh Pulau Flores,” kata Gories Mere.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com