BANTUL, KOMPAS.com – Saat ini Keraton Surakarta dan Yogyakarta memang menjadi obyek wisata budaya andalan di Kota Solo dan Jogja. Keberadaannya juga merupakan milik dua kerajaan berbeda, yakni Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.
Namun keduanya sebenarnya berasal dari satu kerajaan pada awalnya, yakni Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-17 silam di Kotagede, Yogyakarta.
Baca juga: Mencicipi Roti Kembang Waru, Kuliner Mewah Zaman Mataram Islam
Dalam perjalanannya hingga terbagi menjadi dua kerajaan seperti sekarang ini, Mataram Islam total memiliki lima keraton. Setelah Kotagede, keraton selanjutnya berada di Kerto, Pleret, Kartasura, dan akhirnya yang sekarang menjadi Keraton Surakarta.
Pusat kerajaan pertama kali berpindah pada masa kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645). Saat itu, pusat Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kotagede ke Kerto yang berjarak sekitar delapan kilometer.
Masa pemerintahan Sultan Agung merupakan masa kejayaan Mataram Islam. Wilayah kekuasaannya saat itu mencakup pantai utara Jawa, Cirebon, Jawa Timur, hingga Madura.
Sultan Agung juga dua kali melakukan penyerangan fenomenal terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 dan 1629, meski usaha tersebut gagal.
Keraton yang Seakan Menghilang
Keraton Kerto dulunya berdiri di Dukuh Kerto, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Sebagai istana pada masa puncak kejayaan kerajaan, tentunya Keraton Kerto begitu megah pada masanya.
Baca juga: Jelajah Kotagede, Cikal Bakal Keraton Surakarta dan Yogyakarta
Namun kenyataannya sekarang tidaklah demikian. Keraton Kerto seakan menghilang ditelan bumi. Keraton Sultan Agung tersebut kini hanya tampak bagai lahan kosong di tengah perkampungan.
Orang yang tak tahu mungkin tidak sadar kalau di sana dulu pernah berdiri istana salah satu kerajaan terbesar di Indonesia. Hal itu wajar karena peninggalan bangunan keraton nyaris tidak ada lagi.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.