Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Tiba Meka", Tarian Khas Flores Barat

Kompas.com - 14/01/2019, 07:22 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

Sebelum Gubernur NTT bersama rombongan disuguhkan tarian Tiba Meka, terlebih dahulu dikalungkan dengan selendang Congkar.

Selain Gubernur, Kepala Dinas Pariwisata NTT Marius Jelamu juga dikalungkan selendang tenun Congkar, Wakapolda NTT Brigjen Yohanes Asadoma, Direktur Bank NTT serta sejumlah pejabat yang ada dalam rombongan.

Mahasiswi STKIP Santo Paulus Ruteng bertugas menggalungkan selendang kain tenun Congkar. Selendang kain congkar sebagai salah ikon kain tenun yang selalu dipakai oleh pengelola lembaga pendidikan di bagian Flores Barat tersebut.

Penyambutan itu sangat berkesan dalam hati Gubernur NTT bersama rombongannya.

Bupati Manggarai, Deno Kamelus kepada Kompas.com, Kamis (10/1/2019) menjelaskan, tarian Tiba Meka merupakan tarian khas masyarakat Manggarai Raya di Flores Barat. Setiap tamu yang berkunjung di wilayah Kabupaten Manggarai selalu disambut dengan tarian Tiba Meka.

Tarian ini selalu dipakai saat menjemput tamu-tamu yang berkunjung di wilayah Kabupaten Manggarai. Tarian ini merupakan warisan leluhur orang Manggarai Raya sebagai salah satu destinasi wisata dengan kekhasan budaya Manggarai Raya.

Kamelus menjelaskan, bukan hanya destinasi alam dan rumah adat menjadi keunggulan di wilayah Kabupaten Manggarai, melainkan tari-tarian adat juga menjadi destinasi budaya.

Tarian ini menampilkan keunikan budaya orang Manggarai Raya terus dipertahankan dan dilestarikan di lembaga pendidikan. Modifikasi tarian sesuai perkembangan zaman harus tetap mempertahankan keaslian dari tarian tersebut.

Uniknya lagi, lanjut Kamelus, seluruh penari dan penabuh gendang dan gong memakai kain adat orang Manggarai Raya, seperti lipa songke (kain tenun songke), baju dengan motif Manggarai dan Balibelo yang dikenakan di kepala para penari.

“Saya sebagai Bupati Manggarai bangga terhadap generasi muda di lembaga pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai di perguruan tinggi dengan menampilkan budaya khas orang Manggarai Raya. Saya berharap tari-tarian terus dilestarikan dan dipertahankan demi generasi berikutnya. Kita boleh mengikuti perkembangan zaman, namun, jangan lupa dengan identitas budaya orang Manggarai Raya,” jelasnya.

Saat kuliah Umum di Aula Missio STKIP Santo Paulus Ruteng, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat menginformasi perencanaan pembangunan lima tahun ke depan. Salah satu adalah prioritas pengembangan pariwisata sampai di pelosok-pelosok NTT.

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menerima tawu beris tuak Raja khas Manggarai Raya di depan pintu Kantor Bupati Manggarai, Flores, Rabu (9/1/2019) dalam kunjungan perdananya di Kabupaten tersebut. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat menerima tawu beris tuak Raja khas Manggarai Raya di depan pintu Kantor Bupati Manggarai, Flores, Rabu (9/1/2019) dalam kunjungan perdananya di Kabupaten tersebut.
Provinsi NTT siap menjadi provinsi pariwisata yang fokus pada pengembangan community based tourism (CBT). Maksud dari CBT itu adalah masyarakat menjadi subyek pariwisata dengan implementasi rumah penduduk menjadi tempat penginapan bagi wisatawan asing dan nusantara dengan standar nasional dan internasional. Selain itu toilet-toilet di rumah penduduk harus bersih dan sesuai standar pariwisata.

“Biasanya wisatawan yang mau menginap, terlebih dahulu mereka mengecek toilet yang bersih. Lalu mengecek kamar yang akan mereka tidur. Jika sesuai standar maka wisatawan asing dan Nusantara akan mempromosikan tempat wisata dengan tempat penginapan penduduk yang layak,” kata Laiskodat.

Di sekitar lokasi obyek wisata, menurut Gubernur Laiskodat, Pemprov NTT tidak lagi memberi izin untuk membangun hotel melati dan pembangunan hotel-hotel berbintang dibatasi.

Seperti di sekitar perkampungan adat Waerebo, Pemkab Manggarai tidak memberikan izin untuk membangun hotel melati dan hotel berbintang. Biarlah rumah penduduk menjadi tempat penginapan yang setara dengan hotel berbintang.

“Semua pihak di Nusa Tenggara Timur harus memahami perencanaan pembangunan pariwisata lima tahun ke depan. Selama ini uang pariwisata dinikmati oleh orang-orang besar karena menginap di hotel berbintang. Masyarakat hanya mendapatkan sedikit dari kue pariwisata di NTT. Pembangunan hotel berbintang di Labuan Bajo dibatasi sementara pembangunan hotel melati tidak lagi diberikan izin oleh pemerintah,” katanya.

Gubernur Laiskodat memaparkan, Pemprov NTT belajar dari Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Sebelumnya Kabupaten Banyuwangi tidak terkenal di sektor pariwisata. "Namun kini sudah sangat terkenal dan masyarakatnya menikmati kue pembangunan dari pariwisata," katanya.

Rumah penduduk di Banyuwangi menjadi tempat penginapan bagi wisatawan dengan kamar dan toilet sesuai standar kebersihan. Menurutnya, Kabupaten Banyuwangi menjadi salah satu contoh keberhasilan konsep CBT.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com