Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meneguk Pagi di Puncak Kelimutu

Kompas.com - 21/01/2019, 07:10 WIB
Nansianus Taris,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

Danau kedua Tiwu Ata Polo, berwarna biru muda. Sedikit pudar dan agak kehijau-hijauan. Tidak seperti danau pertama yang berwarna hijau muda cerah.

Tiwu Ata Polo diyakini sebagai lokus jiwa-jiwa orang yang selama hidupnya melakukan kejahatan. Sementara Tiwu Nuwa Muri Koo Fai merujuk pada para arwah kaum muda-mudi.

Saya berdiri sejenak. Menyaksikan panorama yang luar biasa itu. Berpuluh-puluh tangga masih berdiri menjulang. Puncak Kelimutu menanti. Toh saya masih punya cukup tenaga untuk mengayunkan langkah ke sana.

Langkah kembali diayunkan. Saya tiba juga di tugu puncak Gunung Kelimutu. Napas saya ngos-ngosan. Keringat bercucuran. Tapi, semuanya itu tak jadi perkara ketika saya bisa secara langsung melihat danau ketiga yang letaknya di sebelah kanan.

Tidak seperti kedua danau lain yang letaknya bersebelahan, danau ketiga ini bernama Tiwu Ata Mbupu. Warnanya hijau kegelapan dan merupakan tempat bersemayamnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.

Dari atas puncak berketinggian sekitar 5.337 kaki ini, ketiga danau tampak lebih luas dan jelas. Beberapa pengunjung ramai di sekitar tugu puncak. Mulai dari wisatawan domestik hingga mancanegara. Mereka berfoto-foto, bercerita lepas ataupun sekadar duduk-duduk beristirahat melepas lelah.

Saya melihat tiga orang ibu duduk menjajakan dagangannya. Saya menghampiri mama Koltide dan memesan segelas kopi.

Kata beliau, kopi itu adalah kopi asli Kelimutu. Harganya Rp 10.000. Tentu ini harus dimaklumi, sebab mama Koltide dan teman-temannya harus berjalan kaki empat kilometer setiap hari dari rumah mereka agar bisa mengais rezeki di sini.

Mama Koltide bersama ketiga puluh satu pedagang lainnya yang beroperasi di Taman Nasional Kelimutu merupakan masyarakat asli desa Pome Kelimutu. Juga bapak Markus dan rekan-rekan pemandu wisata lainnya. Mereka semua berada dalam kendali balai Taman Nasional Kelimutu.

Rombongan menaiki tangga menuju ke puncak Tugu Danau Kelimutu, di Desa Moni, Waturaka, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT, Kamis (25/5/2017). Saat tiba di puncak, kabut tebal menyelimuti tiga kawah Danau Kelimutu sehingga wisatawan tak sempat melihat keunikan dan keajaiban warna air di Danau Kelimutu.KOMPAS.COM/MARKUS MAKUR Rombongan menaiki tangga menuju ke puncak Tugu Danau Kelimutu, di Desa Moni, Waturaka, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, NTT, Kamis (25/5/2017). Saat tiba di puncak, kabut tebal menyelimuti tiga kawah Danau Kelimutu sehingga wisatawan tak sempat melihat keunikan dan keajaiban warna air di Danau Kelimutu.
Saya menyeruput kopi sambil merasakan suasana alam yang begitu memanjakan mata. Kabut kecil mengarak naik. Meliuk-liuk di sisi danau. Sepasang kekasih berpelukan sambil wefie bersama. Seorang turis asing membidikkan kameranya ke arah Tiwu Ata Polo.

Dari bawah, rombongan anak-anak sekolah kelihatan penuh semangat menyusuri anak tangga. Hari rupanya beranjak siang. Saya pun memutuskan untuk pulang dan melanjutkan perjalanan ke Maumere, Kabupaten Sikka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com