Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menarilah Bersama Penari Danding Rombeng Rajong di Flores Barat

Kompas.com - 25/01/2019, 11:17 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

RUTENG, KOMPAS.com — Cuaca dingin menyelimuti seluruh Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur. Cuaca itu tidak meluluhkan penari Danding Rombeng Rajong, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur untuk menampilkan tarian Danding di hadapan para tamu.

Mereka yang hadir adalah Komisioner Komisi Informasi Publik Romanus Ndau Lendong bersama dengan staf Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia serta Bupati Manggarai Deno Kamelus di gedung Manggarai Convention Center (MCC) dan ratusan warga Kota Ruteng yang menyaksikan atraksi budaya tersebut.

Hari itu kebanyakan yang menyaksikan tarian Danding Rombeng Rajong dari kalangan generasi muda dan pelajar di Kota Ruteng.

Baca juga: Tradisi Pemaka di Flores Barat, Acara Penyambutan untuk Tamu Khusus

Malam itu, Rabu (12/12/2018), penari dari Sanggar Seni Rombeng Rajong dari Kampung Paua serta sejumlah kampung lainnya membawakan tarian adat saat pementasan budaya yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI dengan tema “Merajut Kebhinnekaan Tunggal Ika" di Kabupaten Manggarai di Flores Barat.

Malam itu ada 30 penari yang terdiri dari kaum perempuan dan laki-laki yang bergabung di Sanggar Seni Rombeng Rajong. Mereka dihadirkan secara khusus untuk membawakan tarian Danding Rombeng Rajong yang sangat berbeda dengan daerah lain di wilayah Manggarai Raya.

Baca juga: Tiba Meka, Tarian Khas Flores Barat

 

Semua penari memakai pakaian adat khas Rajong, yakni topi rajong, kain tenun rajong serta baju adat rajong.

Ketua Sanggar Senin Rombeng Rajong, Gregorius Watu kepada Kompas.com di Kota Ruteng, Selasa (11/12/2018) menjelaskan, tarian Danding Rombeng Rajong yang dibawakan menandakan kegembiraan, rasa syukur atas kepercayaan kepada Sanggar Seni Rombeng Rajong untuk menampilkan kekhasan dan keunikan yang terus terawat dengan baik oleh masyarakat adat di Kecamatan Elar Selatan.

“Kami sangat senang atas kepercayaan Kementeriaan Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia melalui lembaga Komisioner Informasi Publik (KIP) Pusat yang menghubungi kami untuk tampil dari pementasan budaya ini," jelasnya.

Aloysius Lalung, Ketua Lembaga Adat Rajong bersama Thomas Bau, Philipus Mbiru. Aleks Mbiru, Fransiskus Lalong kepada Kompas.com di Kota Ruteng, Rabu (12/12/2018)  menjelaskan, tarian Danding Rombeng Rajong memiliki kekhasan tersendiri.

Entakkan kaki harus seirama dengan bunyian gong dan gendang. Gong dan gendang sebagai penggiring bagi penari untuk menari-nari, baik dalam bentuk lingkaran maupun berbentuk segi empat. Selain itu, para penari juga melantunkan nyanyian-nyanyian khas Rajong dengan bahasa lokalnya, Pae.

Lalung, seorang pensiunan guru di Kecamatan Elar menjelaskan, tarian danding Rombeng Rajong memiliki 11 ragam yang ditampilkan sekaligus. Tidak terpisah. Ke-11 ragam danding itu diantaranya:

1. Danding Ramak-ramak. Tarian danding ini menandakan kegembiraan atas berbagai berkat yang diterima masyarakat, baik dalam olahan kebun maupun dalam bidang pendidikan dan lain sebagainya.

2. Neka Maza Buang Taba. Tarian ini menandakan bahwa semua penari jangan marah saat membawakan tarian. Tarian ini juga melambangkan mangkuk dari yang terbuat tanah liat.

3. Danding Kakor Lalong kawe Ghae. Tarian ini apabila diterjemahkan berarti ayam jantan mencari kawan. Artinya, persahabatan, persaudaraan diantara sesama penari maupun masyarakat luas.

Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng.
4. Danding Sulan Loe-anak gadis yang masih remaja. Danding ini melambangkan anak gadis yang menginjak masa remaja. Dalam danding, anak gadis yang mau memasuki masa remaja diberikan nasihat sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

5. Danding Lur Lawa-banyak orang berdatangan. Danding ini menghormati dan menghargai tamu-tamu yang berdatangan menghadiri sebuah ritual adat atau upacara-upacara adat, baik di dalam kampung maupun dalam pesta syukuran.

6. Danding Baang Kami Woza - meminta atau memohon berkat. Tarian ini memohon berkat dari Tuhan, alam semesta dan leluhur untuk usaha pertanian, pendidikan dan usaha-usaha lainnya.

7. Danding Bambar tana - pemimpin bangsa. Pemimpin bangsa, baik dari level nasional sampai di pedesaan dihormati dan dihargai dengan sebuah tarian serta melantunkan lagu-lagu daerah setempat. Apalagi saat kunjungan dari seorang pemimpin di kampung maupun mengunjungi pemerintah setempat.

8. Danding Ema Ghe Narang Naba - permintaan kepada pemimpin untuk menjaga rakyat. Ungkapan-ungkapan yang disampaikan lewat nyanyian-nyanyian dengan menggunakan bahasa lokal setempat untuk meminta seorang pemimpin harus benar-benar memperhatikan kebutuhan rakyat dalam segala aspek kehidupan.

Khusus untuk Kecamatan Elar Selatan, para penari meminta perhatian untuk perbaikan infrastruktur jalan, jembatan yang belum disentuh selama ini. Saat itu juga mereka bertanya dengan nyanyian-nyanyian bahwa dimanakah pemerintah selama ini.

Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018), di gedung MCC Ruteng.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018), di gedung MCC Ruteng.
9. Danding Ndai Pele - memohon kepada pemimpin agar melayani rakyat. Danding ini meminta pengharapan dari pemerintah untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang sangat prioritas.

10. Danding Ong Wae. Tarian ini meminta pemimpin memperhatikan segala keperluan yang dibutuhkan rakyat, baik bidang pertanian, infrastrukur jalan, kesehatan dan pendidikan. Seorang pemimpin harus benar-benar bekerja keras memperhatikan rakyatnya yang tersebar di seluruh negeri.

11. Danding Sakil Danding Ghami yakni tarian danding sebagai tanda menutup rangkaian kegiatan dan semua penari berlahan-lahan pulang.

"Tarian danding dilakukan dengan berdiri. Semua penari menggerakkan seluruh tubuh seirama dengan entakkan kaki secara berdiri sambil memegang tongkat serta kaum perempuan dengan mbere di pinggang. Kaki kiri dan kanan harus seirama dari semua penari. Searah dengan jarum jam saat menari danding. Ini juga menandakan tentang kehidupan yang harus berjalan lurus ke depan. Tidak lagi mundur ke belakang,” katanya.

Selain tarian danding, lanjut Lalung, ada juga rangkai tarian Mbata. Ini merupakan tarian dengan duduk melingkar berbentuk bulat. Mbata merupakan tarian adat dengan nyanyian-nyanyian tanpa gerak tubuh. Semua penari hanya melantunkan lagu-lagu adat setempat.

Bupati Manggarai, Deno Kamelus bersama staf Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ikut menari danding di gedung MCC Ruteng, Rabu (12/12/2018). KOMPAS.com/Markus Makur Bupati Manggarai, Deno Kamelus bersama staf Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia ikut menari danding di gedung MCC Ruteng, Rabu (12/12/2018).
Ada delapan Mbata yang dimiliki Sanggar Seni Rombeng Rajong, diantaranya:

1. Mbata Mai Pingga rame-dengar keramaian. Mbata ini mengundang seluruh masyarakat untuk hadir dalam keramaian adat yang diselenggarakan oleh warga kampung maupun dalam berbagai pentas budaya setempat.

2. Mbata Wangga Le Lodong - bahasa sindiran. Nyanyian-nyanyian yang dilantunkan berupa sindiran untuk memberikan semangat hidup. Tidak ada dendam dalam sindirian tersebut.

Sindiran ini untuk memberikan semangat kepada sesama untuk bekerja lebih giat dan memotivasi sesama dalam kehidupan keluarga dan kehidupan bermasyarakat.

3. Mbata Wae Wako - tempat menyembunyikan sesuatu yang sangat rahasia. Mbata ini untuk menginformasikan bahwa ada sesuatu yang dirahasikan dalam kehidupan. Tidak semua hal dibuka kepada umum. Ada rahasia keluarga yang tidak boleh diketahui oleh masyarakat luas.

4. Mbata Lokon Naza Wae Loang Leleng Kenen - gotong royong, kerja sama, dan kebersamaan. Nyanyian-nyanyian dalam mbata ini untuk mengajak semua warga di Kecamatan Elar Selatan untuk saling gotong royong dalam menjaga lingkungan yang bersih, saling membantu saat seseorang membangun rumah serta seseorang yang mengalami kesulitan hidup.

Kerja sama dalam kebersamaan mampu meringankan beban berat yang diderita oleh sesama dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.

Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng.
5. Mbata Nain - keluh kesah, permohonan dan permintaan. Nyanyian-nyanyian dengan syair bahasa setempat melantunkan tentang berbagai penderitaan yang dialami dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan kehidupan bernegara.

Melalui nyanyian itu untuk saling memperhatikan dan menolong sesama dengan caranya masing-masing.

6. Mbata Bombang Lau - gelombang laut. Situasi hidup, pasang surut kehidupan. Kehidupan keluarga dan di dalam masyarakat memiliki pasang surut seperti gelombang laut. Namun, kita tetap berjuang untuk keberlangsungan hidup. Berbagai gelombang kehidupan harus dilalui dengan penuh kesabaran serta tekun untuk mempertahankan kehidupan dengan baik.

7. Mbata Momang Bajun - mencintai Indonesia, menghargai sesama. Nyanyian yang diungkapkan dalam mbata ini untuk terus mencintai Indonesia serta menghargai sesama dengan berbagai latar belakang kehidupan, agama dan lain sebagainya.

Ini juga bagian dari Mbata Bhinneka Tunggal Ika. Semua orang yang hidup di Indonesia untuk saling menghargai dan menghormati dengan berbagai kelemahan dan keunggulannya masing-masing.

Menari Mbata khas Sanggar Seni Rombeng Rajong, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menari Mbata khas Sanggar Seni Rombeng Rajong, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng.
8. Mbata Pingga Kako Manuk - dengar ayam berkokok atau siap bekerja. Ungkapan nyanyian di Mbata ini untuk mengajak kita bekerja lebih keras dan mengisi kehidupan.

Kehidupan seumpama dengan seekor ayam berkokok di pagi hari sebagai tanda saatnya kita bangun dan mempersiapkan diri untuk bekerja.

Komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Pusat, Romanus Ndau Lendong menjelaskan, warga di berbagai pelosok di Pulau Flores pada umumnya dan Manggarai Raya khususnya selalu merawat kebhinnekaan dalam berbagai bentuk, seperti tari-tarian yang melibatkan semua orang dari berbagai latar agama maupun suku.

Orang Flores itu satu dalam budaya untuk membangun toleransi, saling menghormati dan menghargai antar sesama yang memiliki latar belakang agama dan suku serta ras.

“Tarian Danding dan Mbata dapat diikuti oleh warga yang berlatar belakang berbeda. Namun satu dalam ikatan budaya yang kuat dan penuh kekeluargaan, persaudaraan dan bersatu. Tidak ada perbedaan di saat melaksanakan tarian Danding dan Mbata. Orang Flores sangat memegang teguh kebhinnekaan. Saya bersyukur melihat langsung tarian Danding dan Mbata dari warga Kecamatan Elar Selatan. Saya mengundang Kementeriaan Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia untuk melihat budaya setempat yang merajut kebhinnekaan di tanah Flores, Nusa Tenggara Timur,” paparnya.

Bupati Manggarai, Deno Kamelus kepada Kompas.com di Ruteng, Kamis (13/12/2018) menjelaskan, tari-tarian yang dimiliki oleh masyarakat Manggarai Raya selalu berhubungan ikatan kekeluargaan, persaudaraan dan kerja sama. Berbeda dalam pandangan hidup namun bersatu dalam ikatan budaya yang khas dari masyarakat Manggarai Raya.

Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Menari danding Rombeng Rajong khas masyarakat Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Rabu (12/12/2018) lalu di gedung MCC Ruteng.

Menurut Kamelus, aneka jenis tari-tarian di masyarakat Manggarai Raya memiliki satu tujuan yang sama untuk merawat kebhinnekaan di Indonesia.

Budaya orang Manggarai Raya saling mengikat satu sama lain dalam ikatan persaudaraan dan kekeluargaan. Budaya orang Manggarai Raya membangun toleransi antar-sesama dari berbagai latar belakang yang berbeda.

“Saya sudah keliling di seluruh Manggarai Raya. Budaya orang Manggarai Raya saling mengikat serta membangun dan membina kerukunan yang akrab, penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Merajut kebhinnekaan lewat budaya,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com