KOMPAS.com - Syahdan, seorang pendeta asal Inggris bernama Francis Kilvert pernah menulis di buku hariannya, “Dari semua makhluk mengerikan, yang paling merugikan yakni wisatawan alias turis. Dari semua turis, turis Inggris-lah yang paling bikin mual dan kurang ajar.”
Ungkapan Francis hanyalah majas untuk menggambarkan betapa menyebalkannya perilaku sejumlah turis di negara tujuannya. Kala itu, Francis menuliskannya pada abad ke-19.
Kini, abad 21, tak banyak perubahan signifikan dalam perilaku sejumlah turis. Tak ayal, penduduk lokal di beberapa tempat mulai gerah, bahkan alergi terhadap turis-turis yang dinilai kurang beradab.
Grafiti “Turis, angkat kaki!” terpampang di tembok-tembok Kota Lisbon, Portugal. Penduduk lokal menyamakan kedatangan turis-turis asing sebagai invasi zombie.
Respons tak simpatik terhadap turis dan turisme massal juga terjadi di Barcelona di mana bus-bus pariwisata digembosi. Sementara itu, di Venesia, Italia, kapal-kapal pesiar yang hendak berlabuh disambut oleh para demonstran. Di Eropa, gejala antiturisme massal memang tengah meruyak.
Gejala ini dipantik oleh ketidakpuasan penduduk lokal terhadap turisme massal. Kebanyakan turis dianggap hanya mencari untung ketika “bertamu”, tanpa sedikitpun menghargai penduduk dan budaya lokal.
Mereka lebih sibuk berburu foto dan menjadikan tempat yang dikunjungi sebagai objek semata, nihil interaksi dengan penduduk lokal. Kalaupun ada, interaksi yang terjadi sebatas transaksional, alias didorong kebutuhan dan kepentingan si turis.
Penduduk Spanyol punya julukan bagi mereka, “guiri”. Di Italia, kelompok turis macam ini dijuluki “turisti mordi e fuggi”, turis yang datang mencaplok kemudian pergi setelah kenyang; umumnya kalangan turis dengan sedikit tabungan yang tak meninggalkan sumbangsih apa-apa bagi tempat yang ia sambangi.
Istilah “niçois” digunakan orang-orang Perancis untuk mencemooh rombongan "turis-turis dungu" yang hinggap di sana. Lebih kasar lagi, rombongan ini malah dijuluki sebagai bronzer idiot, turis-turis tolol yang berjemur hingga cokelat, tanpa otak.
Di Praha, Republik Ceko, turis-turis yang dianggap tak bermoral akan dicueki sepanjang jalan, sebagaimana perlakuan orang-orang Ceko terhadap orang Rusia. Ceko memang pecahan Cekoslovakia yang dulunya termasuk dalam Uni Soviet.
Ada pula yang membumbuinya dengan sedikit kelakar. Orang-orang Thailand, misalnya, kerap memandang turis-turis Eropa sebagai “farang” yang berarti jambu biji. Kelakar tersebut akan mencapai puncaknya ketika turis Eropa berbelanja jambu biji di Thailand.
Anda tentu enggan bergabung dalam kelompok turis macam tadi, bukan?
Pelajaran yang bisa dipetik, ciptakanlah keseimbangan di mana pun Anda pelesir. Apalagi di Eropa di mana gejala antiturisme massal mulai merebak, Anda perlu menjaga tindakan dan selalu ingat bahwa esensi berwisata bukan hanya sibuk memulung foto untuk mandatory posts di media sosial.
Meskipun Anda mengeluarkan banyak uang, ingatlah jika Anda merupakan tamu di destinasi yang Anda tuju.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.