Betapa kagetnya kraeng tua tadi kerena di tanah tumpahan tuak raja tersebut berubah menjadi kolam raksasa yang berasal dari tuak raja yang ndeghar peka atau meluap semalaman.
Kolam tersebut sekarang dikenal dengan nama Ndeghar Peka atau Tiwu Peka. Pada dasar kolam Tiwu ini hidup seekor tuna gendang atau belut sebesar alat musik gendang. Di saat tertentu belut ini berubah wujud menjadi kakar tana, atau seorang permaisuri cantik dan sering berjemur di tebing batu tiwu peka.
Ada pun kakar tana atau permaisuri cantik jelita ini adalah jelmaan tuak raja karena itu air nira akan mucul dari pohon, apabila si kraeng tu'a petani pandai merayunya keluar dari pohon nira. Jadi oleh sebab itu tidak semua pohon nira bisa menghasilkan tuak dan wae minse.
Petani akan mengeluarkan segala bentuk keahlian seperti landunya atau nyanyian rayuan dalam lirik-lirik lagu tradisional yang khas Kolang.
Ndeghar peka atau tiwu peka sudah dijadikan situs budaya oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat berkat cerita mistisnya dan sudah lama dijadikan destinasi wisata. Selain itu, kolam mini sebagai tempat berenang atau melatih seseorang anak muda untuk bisa berenang.
Rofinus Oso, staf Dinas Pariwisata pengelola situs Tiwu Peka, mengatakan bahwa sudah banyak wisatawan yang berkunjung ke Tiwu Ndeghar Peka, khususnya wisatawan minat khusus, antara lain, para misionaris Eropa dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
"Sementara kami memandu wisatawan dengan fasilitas seadanya sambil berkoordinasi dengan pihak Pemerintah di Labuan Bajo. Mudah-mudahan akses masuk ke situs wisata Tiwu Peka ini serius diperhatikan kembali oleh pemerintah, untuk itu kerja sama pemerintah Desa Ranggu dan Dinas Pariwisata sangat bisa terwujud," kata Rofinus.