Lalu pasangan ini menyerahkan sebuah kayu wewang yang kelihatannya berupa segogong tuak nira.
Naiklah Ndeghar ke Kampung Welu dan menyerahkan gogong berisi tuak tersebut kepada Ndeghur sambil berkata bahwa dirinya akan kembali dalam lubang dan tinggal di Tiwu Peka, karena kakaknya lebih mementingkan tuak dibandingkan adik kandung.
Ndeghur menunggu Ndeghar namun tidak muncul ke permukaan, karena itu mereka melakukan kenduri atas Ndeghar yang hilang. Ada pun si Ndeghar telah menikah dan memiliki satu anak.
Rupanya acara kenduri tersebut didengar juga oleh Ndeghar. Dia kemudian mengajak istri dan anaknya kembali ke Kampung Welu. Karena Ndeghar muncul kembali, upacara akhirnya diganti menjadi syukuran.
Lalu Ndeghar dan istri kembali bergabung dengan keluarga di Kampung Welu, namun dengan syarat tidak boleh menggoreng biji longa. Namun pada suatu hari seorang ibu tidak sengaja menggoreng biji longa, lalu Ndeghar beserta istri dan anaknya kembali ke Tiwu atau kolam peka melalui sebuah lubang atau rongga dan hidup di kolam tersebut sampai sekarang.
Begitulah tempat berongga itu disebut Ndighur Welu dan kolam sungai tersebut dinamai Ndeghar Peka. Sampai sekarang tiap tahun keturunan Suku Ndeghur melakukan ritual di Kolam Ndeghar Peka memohon datangnya hujan untuk pertanian.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.