JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak tradisi Tionghoa yang menarik untuk diperbincangkan, terutama seputar Imlek. Mendekati perayaan Tahun Baru Imlek, kalangan Tionghoa pada umumnya menggelar prosesi sembahyang guna mengenang dan mendoakan para leluhur.
Ada kalangan Tionghoa yang melangsungkan prosesi ini sekitar satu minggu jelang Imlek. Namun, ada pula yang melakukannya persis sehari sebelumnya.
Kepada KompasTravel akhir Januari lalu, Oey Tjin Eng (75), seorang keturunan Cina Benteng mengatakan jika tradisi sembahyang pada malam Imlek merupakan bagian dari tradisi Konghucu.
Ia menambahkan, di China, Konghucu tidak semata dianggap sebagai agama, melainkan juga filsafat. Hal ini, menurutnya, membuat ajaran Konfusius melekat dalam budaya Tionghoa secara umum.
“Kalau kami orang Konghucu, sih, misalnya besok Imlek hari ini kita sembahyang. Sujud kepada Tuhan, memuliakan leluhur,” kata Tjin Eng yang lama menjadi pengurus Klenteng Boen Tek Bio, Tangerang, Banten.
Leluhur yang disembahyangi bisa siapa saja, mulai dari orangtua yang telah tiada, hingga sosok seperti Mak Kwan Im (kalangan Buddhis memanggilnya sebagai dewi) yang semasa hidupnya begitu dihormati.
Dalam prosesi sembahyang leluhur, beberapa benda seperti pigura foto leluhur dan dupa/hio harus tersedia. Hidangan sembahyang pun tak boleh luput tersaji di meja sembahyang.
Secara tradisi, hidangan “samseng” wajib tersuguh di atas meja. Samseng merupakan tiga jenis hewan dari unsur air, laut, dan udara.
Umumnya, samseng terdiri dari ikan bandeng, daging babi, dan ayam/bebek. Akan tetapi, menu samseng kadang dimodifikasi untuk menyesuaikan ajaran agama.
“Karena dikremasi secara Buddhis, jadi ikut tradisi Buddhis juga, vegetarian,” ujar Fifi (57), seorang keturunan Tionghoa yang berdomisili di kawasan Glodok, Jakarta, merujuk pada tradisi sembahyang leluhur keluarganya yang beragama Buddha.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.