Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Asal-usul Tradisi "Borong Durian" di Rumpin

Kompas.com - 04/02/2019, 22:08 WIB
Sherly Puspita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap bulan Desember hingga pertengahan Februari, warga Kecamatan Rumpin memborong pohon durian yang tumbuh di puncak bukit dekat Gunung Suling untuk diambil buahnya.

Memborong berarti membeli semua buah yang ada di pohon untuk kemudian dijual kembali. Kebiasaaan tersebut telah berlangsung lama sehigga menjadi sebuah tradisi yang dikenal dengan nama "borong kadu". Kadu merupakan bahasa Sunda yang berarti durian.

Tradisi ini kemudian dikenal oleh masyarakat luas hingga luar daerah Rumpin. Banyak warga dari berbagai daerah kemudian berbondong-bondong menyambangi Rumpin untuk membeli durian segar yang baru saja dipetik dari atas bukit.

Baca juga: Mendaki Bukit Lewati Lembah, Jalan Panjang Menikmati Durian Rumpin...

Godzali merupakan salah satu warga asli Rumpin yang akan beralih profesi menjadi pemetik durian saat musim durian tiba.

"Saya enggak tau dari kapan tradisi memborong durian ini muncul. Tapi saya
sudah lama menjadi pemetik durian. Dulu bapak saya, kakek saya juga memetik
kadu kalau pas musimnya tiba," papar Godzali.

Durian Rumpin yang dipetik di perbukitan dekat Gunung Suling, Rumpin, Bogor, Jawa Barat.Kompas.com/SHERLY PUSPITA Durian Rumpin yang dipetik di perbukitan dekat Gunung Suling, Rumpin, Bogor, Jawa Barat.

Sebelum musim durian tiba, Godjali berprofesi sebagai petani pisang, tukang bangunan, dan pekerjaan serabutan lainnya.

Pada awal bulan Desember, lanjut Godjali, para pemborong durian akan mendaki bukit untuk mencari pohon durian yang berbuah lebat. Setelah itu, para pemborong akan mencari pemilik pohon untuk melakukan negosiasi harga.

"Kami cari yang buahnya banyak. Biasanya pohon itu buahnya sampai 200-an buah. Tapi ada juga yang satu pohon itu cuma 50 buah saja. Nanti kami akan nego harga dengan yang punya pohon. Kalau harga sudah disepakati, maka kami berhak mengambil seluruh buah durian di pohon itu sepanjang musim durian berlangsung," paparnya.

Baca juga: Desember-Februari, Waktu Terbaik Berburu Durian Borongan di Rumpin

Menurut Godzali perbukitan tersebut sebetulnya milik Dinas Perhutanan setempat. Namun banyak warga sekitar bukit yang menanami bukit tersebut dengan berbagai tanaman termasuk durian. Pemilik pohon juga akan merawat buah duriannya hingga menghasilkan buah yang banyak dan berkualitas.

"Saya juga enggak tahu pasti mulai kapan warga menanam kadu. Tapi ini sudah berlangsung lama. Awalnya warga cuma memetik dari pohon durian yang tumbuh sendiri dari biji, tapi rasa duriannya tidak enak. Jadi akhirnya warga memilih menanami buit dengan bibit durian yang unggul," kata Godjali.

Meskipun kecil, durian hasilsilangan durian lay Kalimantan, dengan durian Rancamaya, Bogor menghasilkan rasa yang manis danwarna yang indah.KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA Meskipun kecil, durian hasilsilangan durian lay Kalimantan, dengan durian Rancamaya, Bogor menghasilkan rasa yang manis danwarna yang indah.

Medan menuju puncak bukit cukup sulit. Pemborong harus melintasi lembah dan mendaki bukit dengan memikul durian dengan berat puluhan kilogram.

Setelah itu durian akan ditumpuk begitu saja di rumah pemetik durian. Nantinya para pelanggan akan menyambangi rumah para pemetik untuk membeli durian.

"Jadi kami sistemnya enggak menggelar dagangan begitu. Kami tumpuk saja durianya di rumah. Nanti juga yang beli pada datang sendiri," ujar Godjali.

Baca juga: Kabupaten Lebak Punya 33 Varietas Durian, dari Durian Sjahrini sampai Kadu Jomblo

Menurutnya tradisi borong kadu ini akan terus Ia jalani demi menjaga keunikan Kecamatan Rumpin.

"Sekarang itu kan kalau orang nyebut Kecamatan Rumpin identiknya sama durian. Nah semoga akan begini terus," pungkas Godjali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com