Rombongan selanjutnya adalah pasukan berkuda dari kepolisian dan dilanjutkan oleh tamu dan pada kerabat keraton. Beberapa tamu atau kerabat sebagian naik di atas kuda atau berada di dalam kereta kuda.
Baca juga: Jelajah Kotagede, Cikal Bakal Keraton Surakarta dan Yogyakarta
Sebuah kereta kuda paling megah yang ditarik oleh delapan ekor kuda melintas setelahnya. Kereta kuda inilah yang ditumpangi oleh SISKS Pakubuwana XIII dan permaisuri. Pengawalan begitu ketat di kanan-kirinya, baik oleh pengawal keraton, polisi, TNI, hingga Banser.
Tepat di belakang kereta kuda raja, para penabuh gamelan senantiasa membunyikan instrumen gamelan agar suasana semakin agung. Gamelan yang ditabuh hanyalah semacam bonang dan dibawa dengan cara dipikul.
Rombongan masih ada. Selanjutnya ada iring-iringan kereta kuda yang membawa para kerabat keraton dan tamu undangan. Peserta kirab terakhir adalah para abdi dalem yang bersenjatakan tombak.
Masyarakat atau wisatawan yang sedang berkunjung ke Keraton Surakarta tentu tidak melewatkan acara ini. Sebelum rombongan mulai berjalan, mereka sudah memadati rute kirab untuk mendapatkan spot terbaik.
Baca juga: Jelajah Makam Raja di Kotagede Yogyakarta
Sepanjang perjalanan, didapati permaisuri melemparkan uang koin ke kerumunan masyarakat yang menonton acara kirab. Tidak jarang masyarakat berebut mendapatkan koin, terutama anak-anak.
Acara peringatan kenaikan tahta Sinuhun Pakubuwana XIII menurut Pak Hastoto selalu diadakan setiap tahunnya pada Bulan Rajab menurut kalender Hijriyah, atau Bulan Rejeb menurut kalender Jawa.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan