Kulit buah belinjo yang biasanya tidak berharga dan dibuang oleh warga juga dimanfaatkan oleh mereka berdua. Sebagian warga biasanya memanfaatkan kulit belinjo sebagai sayur atau menggorengnya menjadi keripik.
Namun karena enggan mengemas dan memberikan rasa pada keripik kulit belinjo buatan mereka, warga hanya menjual murah keripik kulit belinjo yang mereka buat.
Di tangan mereka berdua, keripik kulit belinjo diberi rasa manis dan dikemas dalam plastik transparan menarik dengan label Wiro. Produk keripik kulit belinjo yang mereka jual Rp 10.000 per satu ons tersebut ternyata laris manis diterima pasar.
Untuk penjualan mereka masih banyak mengandalkan menitip pada toko dan jualan online. "Pemilik toko menilai dari penampilan dan rasa keripik kulit belinjo kami berbeda dari buatan warga, menarik dan gurih,” kata Robiatun.
Dibalik larisnya keripik kulit belinjo buatan mereka, ternyata ada kisah yang tidak mereka duga. Para pembeli keripik kulit belinjo buatan mereka percaya bahwa keripik kulit belinjo tersebut mampu menetralisir asam urat yang biasanya naik usai menyantap emping belinjo.
"Jadi pembeli biasanya selain membeli emping belinjo akhirnya juga membeli keripik kulit belinjo untuk menetralisir asam urat,” ujar Wiwik yang antara percaya dan tidak terkait pendapat para pembelinya tersebut.
Pangsa pasar untuk produk keripik kulit belinjo buatannya, menurut Wiwik, masih sangat terbuka lebar. Sayangnya minimnya pasokan bahan baku kulit belinjo membuat produksi keripik terbatas pada ketersediaan bahan.