MAUMERE, KOMPAS.com - Jumat (19/4/2019), tepat pukul 17.00 suasana di halaman Gereja Santo Ignatius Loyol (Gereja Tua Sikka) tampak ramai. Ribuan umat baru saja mengikuti misa perayaan Jumat Agung.
Mereka terlihat mengenakan pakaian serba hitam sebagai simbol berkabung akan Tuhan Yesus yang telah wafat.
Sebagian umat yang mengikuti perayaan Jumat Agung itu langsung pulang ke rumah. Sebagian juga bertahan di halaman gereja dengan mengenakan id card, memegang buku dan lilin di tangan.
"Mereka yang ada gantung id pers, ada pegang lilin dan buku panduan itu adalah peserta Logu Senhor. Tadi mereka sudah mendaftar di panitia," kata ketua panitia Logu Senhor, Firmianus Marianus kepada Kompas.com, Jumat malam.
Baca juga: Lantunan Doa Para Peziarah Logu Senhor di Gereja Tua Sikka
Saya dan teman jurnalis kemudian bertanya kepadanya sejarah sampai adanya tradisi Logu Senhor di Sikka.
Marianus kemudian mengarahkan saya dan teman jurnalis untuk berbincang dengan salah satu budayawan Desa Sikka yang memahami sejarah tradisi Logu Senhor itu.
Tepat di halaman Gereja Tua Sikka, seorang tokoh tengah asik duduk menyendiri di kursi plastik berwarna hijau. Ternyata ialah budayawan yang dimaksudkan bapak Marianus tadi.
"Kalau berbincang dengan wartawan saya suka. Apalagi orang-orang muda. Saya siap menuturkan tradisi Logu Senhor sesuai yang saya ingat. Apalagi usia ini sudah tua, jadi banyak hal yang saya lupa," kata budayawan yang bernama Orestis Parera sembari senyum sumringah.
Ia menceritakan bahwa pada abad ke-15 sampai awal abad ke-16 wilayah Sikka dipimpin seorang bernama Moang Baga Ngang. Ia mempunyai 3 orang putra yaitu Moang Lesu, Moang Korung, dan Moang Keu.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.