MAUMERE, KOMPAS.com - Panoramanya indah, udaranya sejuk karena dikelilingi pepohonan besar nan rindang. Itulah Danau Koliheret yang berada di Desa Watudiran, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Di balik panorama yang indah itu, Danau Koliheret juga diceritakan sangat angker. Karena dianggap angker, masyarakat dan pemerintah tidak berani mengembangkan danau mungil ini menjadi untuk menjadi tempat wisata.
Kompas.com berusaha mewawancari salah satu tokoh sesepuh Desa Watu Diran yang bernama Petrus Hugo Pulung. Petrus ini juga adalah pemilik lahan Danau Koliheret.
Petrus menceritakan kisah yang membuat Danau Koliheret angker.
Baca juga: Tersembunyi di Tengah Hutan, Ini Danau Koliheret di Sikka Flores
Ia menceritakan, dahulu sekitar ratusan tahun silam, nenek moyang orang Watu Diran membuka kebun di sebuah daerah yang bernama Duking. Lumbungnya berada di Wua Bahang Bale Kloang.
Baca juga: 5 Lokasi Terbaik untuk Memandang Indahnya Danau Rawa Pening
Saat menjaga lumbung, keduanya hidup ibarat suami isteri. Meski menurut adat hal itu dilarang. Usai memanen, keduanya kembali ke Kampung Koliheret.
Petrus menuturkan, dulu nenek moyang mereka biasanya melakukan tradisi syukuran usai panen di Kampung Koliheret. Tradisi itu pun tetap ada sampai sekarang. Tradisi itu namanya "Togo Pare".
Baca juga: Sejarah Logu Senhor, Tradisi Portugis yang Bersemayam di Sikka Flores
Di dalam kampung inilah keduanya bersuka ria. Keduanya mengikuti tarian Tandak bersama masyarakat Kampung Koliheret.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.