Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gola Rebok, Kearifan Lokal Desa Sompang Kolang di Flores Barat (6)

Kompas.com - 30/04/2019, 12:30 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

KOLANG, KOMPAS.com - Kerajinan gula merah merupakan salah satu kearifan lokal yang masih bertahan di Kecamatan Kuwus dan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, khususnya di Desa Sompang Kolang, Desa Wajur, Desa Tueng, Desa Golo Riwu, Kecamatan Kuwus Barat.

Berkat usaha tersebut, selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga mampu mengantarkan anak-anak mereka menyelesaikan pendidikan tinggi sampai ada yang menjadi imam dan Uskup Agung Ende, Almarhum Donatus Djagom, SVD.

Kawasan perbukitan lembah Kolang tumbuh subur ratusan pohon enau atau aren. Ada pun salah satu jenis produksi gula merah khas Desa Sompang Kolang adalah gola rebok atau gula semut.

Baca juga: Ini Wisata Lait Gola Rebok atau Semut Kolang di Flores Barat (5)

Dikatakan gola rebok karena masyarakat setempat meraciknya khusus untuk dicampur dengan pangan lokal yang bernama rebok. Asal nama gola rebok terinspirasi dengan kemasan kuliner rebok.

Dulu para perajin gola kolang membungkus gula merah dalam bentuk batangan. Orang Kolang menyebutnya gola rokot atau gola yang dibungkus dengan daun enau kering.

Seiring dengan perkembangan zaman, gola rebok ini agak susah ditemukan karena selain pohon enau yang kian punah juga karena harga jual yang tidak mengimbangi biaya produksinya.

Baca juga: Tiga Sawah Jaring Laba-laba di Lembah Ranggu-Kolang Flores Barat (4)

Berangkat dari keprihatinan akan kondisi tersebut membuka mata anak muda Desa Sompang Kolang untuk melakukan inovasi penjualannya ke dalam bentuk kemasan yang menarik guna menaikkan harga jual dan memperluas jangkauan pasar.

Tahun 2017 mereka melakukan kemitraan dengan Pemerintah Desa Sompang Kolang, dan terbentuklah UKM Kolarek BUMDES Sompang Kolang dan produksi gula merah ini sebagai produk unggulan Bumdes.

Saverianus Agung, bendahara BUMDES Desa Sompang Kolang, mengatakan pada tahun 2018, usaha gula merah ini mendapat hibah dana Kementerian Desa dan penyertaan modal desa dari Kepala Desa Yohanes Natar.

“Puji Tuhan di tahun 2019 kami sudah bisa mandiri. Kami berharap usaha ini bisa diakomodir dalam pemerintahan desa baru di bawah kepemimpinan Sebastianus Bama,” kata Agung kepada Kompas.com, Minggu (28/4/2019).

Agung menjelaskan, berkat kreativitasnya, Kementerian Desa memilih Bumdes Desa Sompang Kolang mewakili Nusa Tenggara Timur, sebagai satu-satunya Bumdes yang layak diberi apresiasi dan diundang mengikuti workshop kemitraan di Jakarta pada akhir tahun 2018. Ada pun yang diutus adalah Ketua UKM Wiliam Risai, Sekretaris Januarius Enggong dan bendahara Saverianus Agung.

"Kami melakukan kemitraan dengan Kementerian Desa utamanya agar memasarkan produksi gola rebok secara modern. Mereka kemudian memperkenalkan UKM kami dengan sponsor kemasan gula di Surabaya," ungkap Agung.

Setelah dalam bentuk kemasan sachet, lanjut Agung, mereka sedang merencanakan inovasi baru ke dalam bentuk kemasan kapsul dan rencananya akan menggunakan buluh bambu sebagai sarungnya agar lebih unik dan bisa dijadikan oleh-oleh khas Desa Sompang Kolang, Manggarai Barat.

“Beberapa waktu lalu kami menghadiahkan Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dulla beberapa lusin di Golowelu, sembari meminta dukungan akan rencana kerja sama dengan hotel-hotel untuk mempromosikan oleh-oleh ini,” kata Agung.

Kemasan Gola Rebok atau Semut khas Kolang di Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kemasan Gola Rebok atau Semut khas Kolang di Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Bupati Dulla mengusulkan barangkali bisa sisipkan juga Logo Komodo di kemasannya guna mendukung destinasi wisata Komodo. Kebetulan kemasan gola rebok Bumdes Kolang diberi logo Gola Kolang Cap Raping.

Saat ini produksi gola rebok kemasan Bumdes Sompang Kolang sudah menerima pesanan dari banyak pihak baik secara eceran maupun dalam bentuk grosir. "Kami hanya bermodalkan semangat dan idealisme anak muda agar usaha ini tetap bertahan dan selalu berinovasi,” kata Agung.

Menurut Agung, jumlah perajin Pante Minse atau produksi gula kolang bisa dipastikan lebih dari 100 orang dengan rata-rata hasil produksi per harinya 2 kilogram. Untuk harga bagi masyarakat umumnya di seluruh kawasan Kolang sebesar Rp 30.000 per kilogram.

Tapi, Pemerintah Desa Sompang Kolang melalui Bumdes menetapkan harga gola rebok yang sudah dibuat dalam bentuk kemasan Rp 35.000-sampai Rp 40.000 per kilogram. Ada juga dijual dalam bentuk sachet dengan Rp 20.000 per sachet dengan isi 12 bungkus kecil di dalamnya.

Agung menjelaskan, kalau dihitung dari sisi bisnis bahwa produksi 2 kilogram per hari dikalikan 30 hari maka hasilnya 60 kilogram untuk satu perajin gola kolang. Jadi 60 kilogram dikalikan Rp 40.000 maka hasilnya Rp 2.400.000 dikalikan 360 hari setahun maka hasilnya Rp 864.000.000 dengan produksi gola reboknya 720 kilogram.

Kelompok Pemuda Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019) membungkus Gola Rebok khas Kolang. Ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kelompok Pemuda Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019) membungkus Gola Rebok khas Kolang. Ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Ini hanya untuk satu perajin gola rebok. Coba dihitung untuk 100 perajin gola rebok kolang. 100 x 2 kilogram sama dengan 200 kilogram per hari. 200 kilogram x 30 hari maka hasil produksinya 6.000 kilogram. Jika 6.000 kilogram x Rp 40.000 maka hasilnya Rp 240.000.000 untuk sebulan dan beredar uang di pengrajin sebesar itu.

Lantas kalikan dalam setahun 6.000 x 12 maka produksinya 72.000 kilogram. Jika 72.000 kilogram dikalikan dengan harga Rp 40.000 maka uang yang beredar di perajin gola rebok kolang Rp 2.880.000.000.

“Dengan hitungan bisnis seperti ini maka akan terjadi peningkatan pendapatan ekonomi perajin gola rebok kolang. Kesejahteraan warga Kolang semakin baik, pembudidayaan pohon enau atau aren terus berlanjut,” ujarnya.

Agung menjelaskan, warisan leluhur nenek moyang orang Kolang tetap dipertahankan, khususnya produksi gola kolang. Gola kolang adalah kekhasan nenek moyang orang Kolang untuk memproduksi gola rebok yang ramah lingkungan.

Pastor Wilfridus Babun, SVD kepada Kompas.com, Sabtu, (27/4/2019) menjelaskan, walaupun dirinya lahir di keluarga guru, namun, sejak kecil minum wae minse di pondok-pondok (sari-bahasa Kolang) di sekitar perkampungan Lembah Kolang.

“Sebagai anak tanah Kolang yang kini 25 tahun menjadi Imam di Ordo Serikat Sabda Allah bangga memiliki warisan leluhur Pante Minse (produksi air enau) menjadi gula kolang yang khas orang Kolang. Konon dikisahkan secara lisan bahwa anak tanah Kolang sangat cerdas berhitung matematika karena pengaruh dari gizi wae minse (air enau) yang langsung diminum pada pagi hari dan sore hari yang diambil dari perajin gola kolang langsung dari pohon enau,” tuturnya.

Seorang perajin Gola Rebok atau Semut Kolang sedang mengaduk-aduk gula merah di kualinya untuk dijadikan gola rebok atau Semut di Kampung  Kolang, Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini salah satu destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang perajin Gola Rebok atau Semut Kolang sedang mengaduk-aduk gula merah di kualinya untuk dijadikan gola rebok atau Semut di Kampung Kolang, Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini salah satu destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.

Pastor Babun menjelaskan, data sementara anak-anak orang Kolang yang menjadi imam sebanyak 30 orang yang bekerja di beberapa negara di dunia ini. Sementara anak-anak Kolang yang menjadi sarjana tak terhitung jumlahnya.

Menurut Pastor Babun, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng terus memberikan perhatian kepada perajin gola kolang yang ramah lingkungan.

Gereja Katolik Keuskupan Ruteng melalui Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi terus memberdayakan bagi para perajin gola kolang yang ramah lingkungan. Gereja Katolik sangat peduli bagi perajin Kolang yang menggiatkan aktivitas ramah lingkungan demi mengurangi pemanasan global.

“Dokumen resmi dari Paus Fransiskus dengan ensiklik “Laudato Si” terus diimplemetasikan kepada seluruh umat Katolik di Keuskupan Ruteng untuk menjaga kelestarian lingkungan, menjaga bumi agar tidak hancur serta keberlanjutan mata air. Dan salah aktivitas yang ramah lingkungan adalah produksi gola kolang yang sangat ramah lingkungan,” jelasnya.

Kelompok Pemuda Desa Sompang Kolang sedang memasukkan Gola Rebok atau Semut di dalam kemasan modern yang siap didistribusikan di hotel dan restoran di Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Kelompok Pemuda Desa Sompang Kolang sedang memasukkan Gola Rebok atau Semut di dalam kemasan modern yang siap didistribusikan di hotel dan restoran di Kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Kepala Desa Sompang Kolang, Sebastianus Dama kepada Kompas.com, Sabtu (27/4/2019), mengatakan Pemerintah Desa Sompang Kolang membentuk BUMDES Sompang Kolang untuk membangkitkan kembali kearifan-kearifan lokal yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

Banyak kearifan-kearifan lokal yang sangat berpotensi meningkatkan kesejahteraan rakyat Sompang Kolang. Salah satunya adalah produksi gola rebok kolang.

“Anak-anak muda milenial yang kreatif terus didukung dengan karya-karya kearifan lokalnya. Salah satunya adalah anak-anak muda milenial Sompang Kolang yang mengemas gola rebok kolang untuk dipasarkan di hotel-hotel Labuan Bajo, Ruteng dan beberapa tempat lainnya. Saya berterima kasih kepada Kementerian Desa Tertinggal yang sudah mengundang dan melatih anak muda milenial Desa Sompang Kolang mengikuti workshop di Jakarta pada 2018 lalu. Dukungan dari Kementerian Desa Tertinggal memberikan dukungan dan motivasi kepada anak-anak muda milenial di pelosok Flores Barat untuk membangkitkan kearifan-kearifan lokal yang khas orang Kolang,” paparnya.

Pengembangan Wisata Berbasis Kearifan Lokal

Geliat pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, pasca Sail Komodo 2013 terus meningkat dengan kunjungan wisatawan asing dan Nusantara ke kawasan obyek wisata di Manggarai Barat.

Perkampungan Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Ini destinasi wisata alternatif untuk menyaksikan proses produksi Gola rebok atau semut Kolang di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Perkampungan Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Ini destinasi wisata alternatif untuk menyaksikan proses produksi Gola rebok atau semut Kolang di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Pertumbuhan restoran dan hotel berbintang di Kota Labuan Bajo memberikan peluang kepada masyarakat yang tersebar di kawasan pegunungan untuk mengembangkan kearifan-kearifan lokal karena pemasarannya dilakukan di hotel dan restoran di Kota Labuan Bajo.

Salah satunya adalah pengembangan dan pelestarian kearifan lokal dengan pengolahan gola rebok atau semut kolang.

Warga kampung Wajur, Tado, Wetik, Lenga, Ngalo, Kolang, Suka, Hatarara, Longoh, dan lain sebagainya di Kecamatan Kuwus dan Kuwus Barat mengembangkan kembali tradisi pante minse untuk menghasilkan gula rebok atau semut dengan kemasan modern sesuai dengan perkembangan zaman serta menarik wisatawan untuk menjelajahi tradisi-tradisi unik tersebut.

Kepala Desa Tengku, Kecamatan Kuwus Barat, Gabriel Gatur menuturkan, warga di desanya sedang mengembangkan kearifan lokal topi khas Kolang yang berbahan dari buah pohon ‘Bila’. Orang Kolang menyebutnya “Jongkong Bila”. Selain itu obyek wisata Tiwu Kolang (kolang dengan air panasnya) akan ditata dengan baik sehingga wisatawan bisa merasakan air panasnya.

“Banyak obyek wisata di Desa Tengku yang membutuhkan sentuhan penataan dan promosi yang berada di lembah Ranggu-Kolang. Kami ingin mengembalikan kearifan lokal yang sudah diwariskan leluhur di tengah perkembangan zaman saat ini,” kata Gatur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com