MAUMERE, KOMPAS.com - Moke merupakan minuman tradisional dari pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang terbuat dari hasil iris buah dan bunga pohon lontar ataupun enau. Di Pulau Flores, moke adalah minuman khas dan simbol adat, persatuan dalam kehidupan sosial.
Minuman tradisi masyarakat Flores ini pun diproses secara tradisional. Proses itu diwariskan secara turun temurun dan ada sampai sekarang.
Proses pembuatan moke secara tradisional itu lazimnya dilakukan di kebun dan di sekitar rumah dengan menggunakan alat-alat tradisional pula.
Baca juga: Mengenal Moke, Minuman Tradisional dan Simbol Adat di Sikka Flores
Kamis (16/5/2019), saya berkunjung ke Desa Nele Urung, Kecamatan Nele, Kabupaten Sikka bertujuan melihat langsung proses pembuatan moke. Sebelumnya saya mendapat informasi, sebagian besar penduduk di desa itu adalah perajin moke.
Jarak dari kota Maumere ke Desa Nele Urung ini sekitar 9 kilometer. Dalam waktu 10 menit, saya sudah bisa tiba di desa ini.
Di Desa Nele Urung itu, saya menjumpai seorang perajin moke bernama Petrus Citoi. Saya menjumpainya tepat di pondok kecil tempat penyulingan moke.
Baca juga: Tradisi Pemaka di Flores Barat, Acara Penyambutan untuk Tamu Khusus
Di dalam pondok kecil itu, saya dan bapak Petrus berbincang tentang moke dan proses penyulingannya. Sambil berbincang ia menuangkan moke menggunakan tempurung untuk diminum. Biasanya minum kopi, tetapi liputan kali ini memang unik, saya disuguhi moke khas Sikka.
Proses Pembuatan Moke
Petrus menjelaskan, moke adalah minuman tradisional di Sikka Flores. Moke itu sarana persatuan. Setiap kali ada ritual adat maupun pesta-pesta, moke selalu menjadi minuman wajib.
Baca juga: Sejarah di Balik Angkernya Danau Koliheret di Sikka Flores
Ia mengatakan, minuman tradsional itu diproses secara tradisional.
Berikut tahap-tahap proses pembuatan moke secara tradisional. Pertama, mengiris mayang dari pohon Lontar untuk menghasilkan nira atau moke putih (tua bura dalam bahasa Sikka). Moke putih itu adalah hasil irisan dari mayang pohon lontar.
Mayang, buah pohon lontar itu diiris menggunakan pisau kecil (ki’at) untuk diambil airnya. Setiap pengambilan air, mayang lontar ini diiris kira-kira 0,5 cm. Tetesan air yang keluar ditampung dengan potongan bambu betung sepanjang 1 meter.
Baca juga: Mengenal Leworok, Kopi Khas Flores Timur yang Kaya Aneka Rasa
Pengambilan dan penampungan air dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Dua kali sehari para petani memanjat pohon lontar untuk mengiris dan menampung tetesan-tetesan air lontar.