Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Fakta Seputar Cabai yang Perlu Kamu Tahu

Kompas.com - 13/06/2019, 08:07 WIB
Sherly Puspita,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pecinta makanan pedas pasti tak asing lagi dengan cabai. Buah yang berasal dari tanaman genus Capsicum ini memiliki berbagai jenis dengan tingkat kepedasan yang beragam.

Meski ada banyak bahan lain penghasil rasa pedas, di Indonesia cabai agaknya telah menjadi primadona. Maka tak heran jika akhirnya banyak hasil olahan cabai, seperti saos, bubuk cabai hingga berbagai macam jenis sambal.

Namun ada beragam hal menarik seputar cabai di indonesia yang perlu kamu tahu. Berikut pendapat sejarawan kuliner Fadly Rahman mengenai 5 fakta cabai.

1. Bukan berasal dari Indonesia

Aneka jenis cabai sangat umum dipakai oleh masyarakat Indonesia baik untuk membuat sambal, pecitarasa pedas olahan seperti rendang, kari dan gulai, maupun sekadar sebagai garnish untuk hidangan.

“Meski telah melekat sebagai bahan pokok kuliner Indonesia, namun cabai bukanlah tanaman asli Indonesia. Si pedas ini mulanya berasal dari Benua Amerika dan dibawa masuk bersama sekitar 2000-an jenis tumbuhan lainnya pada abad ke-16 oleh para pelaut Portugis dan Spanyol ke Asia Tenggara,” ujar Fadly.

Di Benua Amerika Capsicum diserap ke dalam kosakata Inggris dan disebut dengan nama chili.

Harga cabai rawit yang di jual di pasar tradisional Wameo, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengalami lonjakan yang cukup tajam.  Bila sebelumnya harga cabai rawit dijual Rp 40 ribu per kilogram kini harga cabe rawit naik dua kali lipat menjadi  Rp 80 ribu per kilogramnya. KOMPAS.COM/DEFRIATNO NEKE Harga cabai rawit yang di jual di pasar tradisional Wameo, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, mengalami lonjakan yang cukup tajam. Bila sebelumnya harga cabai rawit dijual Rp 40 ribu per kilogram kini harga cabe rawit naik dua kali lipat menjadi Rp 80 ribu per kilogramnya.

2.  Awalnya bernama cabya

Menurut Fadly, sebelum chilli dari Benua Amerika masuk ke Indonesia, ternyata masyarakat Nusantara telah mengenal tanaman bernama cabya.

Merujuk pada Kamus Jawa Kuna - Indonesia dari Zoetmulder dan Robson (1997) serta riset arkeologis Timbul Haryono dalam Inventarisasi Makanan dan Minuman dalam Sumber-Sumber Arkeologi Tertulis (1997), kata cabya telah disebut-sebut dalam beberapa prasasti dan naskah kuna di Jawa dari abad ke-10 M.

Cabya sendiri merujuk kepada Piper retrofractum vahl, jenis tanaman dari genus lada dan sirih-sirihan yang punya sifat sebagai rempah pemedas untuk mengolah makanan.

“Mengingat pada masa kuno tanaman ini banyak tumbuh di wilayah Jawa, pada masa lalu orang-orang Jawa menyebutnya cabya atau cabai jawa atau lombok,” ujar Fadly.

Ketika popularitas cabya mulai pudar, kata cabai tetap digunakan untuk menyebut Capsicum, cabai yang kita kenal saat ini.

Ilustrasi cabai jawaSHUTTERSTOCK/PISITPONG2017 Ilustrasi cabai jawa
3. Bersaing dengan lada

Pada masa lalu, pesaing cabya jawa yang populer adalah lada yang memiliki nama latin Piper nigrum. Jenis bahan pemedas ini adalah salah satu komoditas rempah yang umum diperjual-belikan di Nusantara pada masa niaga rempah-rempah.

Ketika Capsicum terus dibudidayakan secara masif di Nusantara, popularitas cabya jawa akhirnya menurun. Adapun lada masih bertahan sebagai pecitarasa pedas masakan.Meski demikian masyarakat Nusantara sendiri umumnya lebih memilih menyukai Capsicum ketimbang lada dengan alasan lebih nyaman di mulut dan lambung.

Atas dasar perubahan selera inilah cabai lantas naik statusnya menjadi bahan pemedas primadona baru di Nusantara.

Hal unik lainnya adalah kata "lada", yang notabene nama bahan pemedas, oleh orang Sunda justru dipakai untuk menyifati sensasi rasa pedas ketika menikmati baik cabai maupun makanan/sambal dari hasil olahan cabai. Semisal ungkapan Sunda "lada pisan", yang artinya pedas sekali.

4. Penghasil rasa pedas terpopuler

Meski banyak rempah penghasil rasa pedas, kini cabai tetap menempati urutan pertama di Indonesia. Hal ini menyiratkan secara kolektif masyarakat Indonesia telah menjaga dengan baik warisan leluhur dalam memuliakan cabai sebagai bahan pokok pecitarasa pedas sekaligus penggugah selera makan.

Popularitas cabai terbukti dari bermunculannya berbagai aneka sambal di berbagai daerah di Indonesia dari masa ke masa. Sebut saja dabu-dabu dari Manado, sambal oncom dari Jawa Barat, sambal kencur dari Purwokerto, sambal kluwak dari Jawa Timur, sambal matah dari Bali, dan sambal lado dari Sumatra Barat, dan masih banyak lagi.

Warga sedang memilih cabai di Pasar Modern Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. Kamis (5/1/2017). Hargai cabai melonjak drastis pasca-tahun baru. Di sejumlah daerah, harga cabai meroket dari puluhan ribu menjadi Rp 200-an ribu.KOMPAS.com / ANDREAS LUKAS ALTOBELI Warga sedang memilih cabai di Pasar Modern Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan. Kamis (5/1/2017). Hargai cabai melonjak drastis pasca-tahun baru. Di sejumlah daerah, harga cabai meroket dari puluhan ribu menjadi Rp 200-an ribu.

5. Cabai termasuk tanaman obat

Selain membuat makan menjadi berselera, di balik sensasi pedasnya, cabai juga masuk ke dalam jenis tanaman obat.

Dalam buku masak berjudul Indisch kookboek (buku masak Hindia) terbitan 1872 susunan Geertruida Gerardina Gallas Haak-Bastiaanse, disebutkan perihal khasiat medis cabai: "Versche spaansche peper is te prefereeren, doch uit de apotheek neme men die, waarvan de steelen nog groen zijn" (ragam cabai disukai, bahkan salah satunya dapat dijadikan obat, terutama yang berbatang masih hijau).

Nyatanya memang, dalam seri buku Plant Resources of Southeast Asia No. 12: Medicinal and Poisonous Plants 1 (1999) diterangkan bahwa dalam dunia medis ada Capsaicin, bahan ekstraksi cabai yang dipasarkan sebagai analgesic atau obat penahan/pereda/penghilang rasa sakit.

"Dalam ensiklopedia Upaboga di Indonesia (2003), Suryatini N. Ganie menjelaskan perihal khasiat cabai yang diyakini dapat meredakan gangguan paru-paru, mengeluarkan dahak, mencegah timbulnya bronkhitis, batuk, mencegah penggumpalan darah, menghilangkan rasa nyeri dan menambah gairah hidup," papar Fadly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com