Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Taman Jinja Bali Jadi Perdebatan Netizen, Ini Kata Pengelola dan Asita

Kompas.com - 21/06/2019, 14:11 WIB
Silvita Agmasari,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Taman Jinja di Karangasem, Bali, baru dibuka empat bulan lalu tepatnya Februari 2019. Namun dapat menjadi perbincangan hangat Netizen di Twitter dan Facebook.

Taman ini menuai kontroversi dan dukungan, lantaran memiliki spot berfoto ala Fushimi Inari di Kyoto, Jepang yang terkenal dengan deretan torii (gerbang kuil) warna oranye hitam.

Baca juga: Taman Jinja, Setitik Jepang di Bali yang Penuh Kontroversi

Banyak netizen menuding anjungan foto ala luar negeri merupakan bentuk kurang apresiasi akan budaya asli Bali dan tidak ada bedanya dengan taman di negara lain.

Ada pula netizen yang menyebutkan inilah kreatifitas orang Bali untuk mendatangkan wisatawan lokal dan mancenegara. Soal budaya, orang Bali sudah ditanamkan sejak kecil.

Kontroversi di kalangan netizen ini rupanya sampai ke telinga Kelompok Pengelola Taman Jinja di Karangasem, Bali.

"Awal dibuka Taman Jinja ini sebenarnya dari teman asli Karangasem yang pernah bekerja di Jepang. Ia pulang ke kampung halaman dan ingin membuat taman agar bisa buka lapangan pekerjaan untuk orang-orang di banjar (desa adat)," kata Wakil Ketua Kelompok Pengelola Taman Jinja, I Wayan Sudar dihubungi KompasTravel, Kamis (20/6/2019).

Baca juga: Anjungan Foto ala Luar Negeri di Bali Tuai Pro dan Kontra Netizen

Dipilihnya taman ala Jepang yang mirip dengan torii di Fushimi Inari ini menurut Sudar karena temannya itu terinspirasi saat berwisata di Jepang.

Setelah dibuka dan ramai pengunjung, Taman Jinja yang berada di Desa Besakih ini ternyata memang bermanfaat bagi penduduk sekitar. Sudar mengatakan dari orang-orag yang tadinya meganggur, diajak bekerja di Taman Jinja. Banyak pula yang membuka usaha di sekitar Taman Jinja.

"Manfaatnya banyak, termasuk dananya itu disalurkan untuk adat. Jadi masuk ke pura," jelas Sudar.

Untuk demografi wisatawan, Sudar menjelaskan di hari biasa hanya ada 25-30 orang pengunjung. Pada akhir pekan sekitar 100 orang. Sedangkan apda hari libur nasional, seperti momen Lebaran mencapai 1.000 orang.

Wisatawan berfoto di Taman Jinja Karangasem, Bali.Dok. Taman Jinja Bali Wisatawan berfoto di Taman Jinja Karangasem, Bali.

Wisatawan yang berkunjung ke Taman Jinja lebih banyak didominasi wisatawan asal Bali sendiri, baru wisatawan luar Bali seperti dari Pulau Jawa. Untuk wisatawan asing terhitung sangat sedikit. Dalam sebulan hanya ada tiga atau empat orang yang berkunjung.

Biaya masuk Taman Jinja terbilang terjangkau oleh semua kalangan yakni Rp 10.000 per orang. Sudar mengatakan tidak akan ada kenaikan biaya masuk untuk ke depan.

Saat ditanya tentang kontroversi di kalangan netizen, Sudar mengatakan, Taman Jinja hanyalah untuk rekreasi semata, tidak ada maksud apa pun.

"Ini sekadar taman hiburan. Di Bali tidak pernah masalah seperti ini. Saya rasa tidak merusak budaya. Beda cerita kalau membuka taman seperti ini di area pura, itu baru merusak budaya," jelas Sudar.

Tanggapan Asita Bali Mengenai Kontroversi Netizen

Dihubungi secara terpisah, Ketua Asita (Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies) Bali I Ketut Ardana mengatakan, pelaku pariwisata di Bali terkenal kreatif. Selalu berusaha mencari peluang baru dengan menyediakan aktivitas dan lokasi wisata untuk wisatawan.

"Sepanjang mereka tidak merusak alam dan tidak terlalu nyontek di luar, saya yakin turis luar negeri akan lebih mencari keaslian destinasi, karena karakter turis asing terutama Eropa dan Amerika itu menyasar orisinalitas daerah," kata Ketut dihubungi, Jumat (21/6/2019).

Baca juga: Nenek Moyang Sambal Nusantara Ada di Bali

Ketut mengatakan bukan berarti ia mengatakan Taman Jinja tidak bagus, namun ia menyarankan alangkah baiknya juga memperhatikan berbagai aspek wisata yang berkelanjutan. Agar nantinya bisnis pariwisata juga dapat berjalan panjang.

"Banyak tempat alam yang bagus, tinggal ditambah sedikit-sedikit saja seperti ayunan dan anjungan foto selfie. Aktivitas lingkungan seperti mengajak wisatan menanam pohon juga bisa. Pariwisata berkelanjutan ini yang akan bertahan lama," jelas Ketut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com