Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Profesi yang Hilang Seiring Modernisasi Jakarta

Kompas.com - 23/06/2019, 11:08 WIB
Silvita Agmasari,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan di Jakarta yang bertumbuh pesat, seiring dengan modernisasi global membuat beberapa hal hilang. Salah satu hal tersebut adalah profesi yang dahulu mencari nafkah di Jakarta.

Jika diingat kembali, profesi ini tampak unik tetapi sesungguhnya membawa manfaat bagi penduduk di Jakarta saat itu. Inilah berbagai profesi yang hilang di Jakarta, siapa tahu kamu mengingatnya kembali:

1. Tukang hirkop

Hirkop diambil dari bahasa Belanda Huurkoop yang berarti sewa beli, tetapi lazimnya diartikan kredit. Jadi para tukang hirkop ini membawa berbagai barang kebutuhan masuk ke pelosok Jakarta. Pembeli dapat membayarnya secara berkala, perhari, per minggu, per bulan sesuai perjanjian.

Uniknya rata rata tukang hirkop di Jakarta adalah orang Sunda, tepatnya dari Tasikmalaya. Orang Sunda juga terkenal sebagai tukang cita, atau penjual pakaiaan dan bahan pakaian kredit di Jakarta. Hilangnya tukang hirkop dan tukang cita lantaran barang kebutuhan sudah mudah didapat, juga perkampungan di Jakarta sudah digantikan dengan gedung-gedung pencakar langit.

2. Tukang minyak kelapa

Sebelum era minyak kelapa sawit, penduduk Indonesia lebih akrab dengan minyak kelapa. Pada era 1950-an tukang minyak kelapa membawa dua tabung dari kaleng berisi minyak kelapa. Lagi, kebanyakan mereka adalah orang Tasikmalaya. Hilangnya profesi ini tak lain karena industri kelapa sawit di Indonesia.

3. Tukang pagar (bilik)

Kebanyakan rumah orang Betawi dahulu terbuat dari pagar atau bilik bambu. Hanya sedikit sekali yang menggunakan tembok dan itu termasuk golongan mampu. Untuk itu banyak pembuat dinding bilik yang bahannya berasal dari bambu sekitar Ciliwung atau Kali Krukut.

Kemudian dijajakan berkeliling oleh penjual pagar. Uniknya si penjaja pagar keliling, biasanya melengkungkan pagar menjadi setengah lingkaran, lalu membawa dengan cara tubuh masuk ke dalam pagar. Jadilah jika penjual pagar lewat, hanya tampak kepala dan kaki si penjual.

4. Tukang susu

Pada 1950-an, orang Betawi banyak beternak sapi perah tepatnya di kampung daerah Senayan, Kuningan, dan Petamburan. Untuk itu, setiap pagi biasanya mereka naik sepeda membawa susu segar untuk dijual di daerah Pasar Tanah Abang atau mengantar langsung ke pelanggan.

Kebersihan susu segar ini disebutkan terjamin, lantaran selalu ada pemeriksaan berkala baik di peternakan maupun saat para pedagang susu segar ditemui di jalan. Pada akhirnya beternak sapi segar sudah tidak memungkinkan.

Perkampungan daerah Senayan digusur era 1960-an untuk pembangunan komplek Gelora Bung Karno. Pada 1970-80an, giliran daerah Kuningan dan Petamburan yang kena gusur untuk pembangunan gedung perkantoran.

Meskipun pada 1980-an, ada 50 peternak sapi perah yang direlokasi di Pondok Rangon, Jakarta Timur. Namun susu tak lagi dijual langsung ke konsumen, tetapi dikumpulkan oleh koperasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com