Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Cap Bana, Kopi dengan Cita Rasa Khas Lembata

Kompas.com - 27/06/2019, 16:33 WIB
Nansianus Taris,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

LEWOLEBA, KOMPAS.com - Jika kopi Arabika dari Manggarai dan Bajawa, Leworok dari Flores Timur, kini di Kabupaten Lembata juga ada kopi yang tak kalah nikmat dari kopi flores. Nama kopi khas Lembata itu adalah "Cap Bana".

Kopi Robusta Cap Bana itu diracik seorang pengusaha kopi di kota Lewoleba bernama Dominikus Demon. Dominikus meracik kopi bubuk Cap Bana itu karena ingin membantu para petani kopi di Kabupaten Lembata.

Dominikus mengatakan, kopi bubuk Cap Bana diracik dari kopi Robusta milik petani desa Baolangu, Kecamatan Nubatukan, Kabupaten Lembata. Ia memanfaatkan kopi Robusta milik petani Desa Baolangu sebagai penyuplai utama untuk kopi bubuk Cap Bana.

“Petani menyiapkan biji kopi dan kami membelinya. Kami meracik kopi ini karena ingin membantu petani kopi desa Baolangu," kata laki-laki yang biasa disapa Domi kepada Kompas.com, Selasa (25/6/2019).

Baca juga: Menikmati Kopi Flores di Roots Cafe Maumere, Suasananya Beda...

Menurut Domi, kopi bubuk Cap Bana itu termasuk kopi robusta, bijinya lebih kecil. Beda dengan kopi Manggarai yang termasuk kopi arabika yang ukurannya lebih besar dengan rasa yang lebih keras. Jenis kopi memang lebih banyak diminati masyarakat umum.

Ia menungkapkan, saat ini, kopi bubuk Cap Bana masih terkendala pada kemasan. Kemasannya masih sangat sederhana, tetapi tetap digemari para penikmat kopi.

“Pelanggan-pelanggan kami sekarang yang selalu membeli kopi ini, yaitu dari Hotel New Annisa, Hotel Lembata Indah, Palm Indah Hotel, toko Bangun Jaya, toko YT Lewoleba, dan homestay Toni Labuan," ungkapnya.

Baca juga: Berlibur di Labuan Bajo, Pesepak Bola Arjen Roben Beli Kopi Flores

Domi menuturkan, kopi bubuk Cap Bana itu diracik dalam tiga varian produk yaitu rasa kopi murni, gingseng, dan jahe.

"Saat ini saya dan istri sedang berusaha mengembangkan branding dan kemasan kopi bubuk Cap Bana yang lebih baik," turturnya.

Domi mengatakan, dirinya berusaha menonjolkan kopi sebagai minum yang baik untuk kesehatan. Ia berusaha mengubah persepsi masyarakat, dari kopi penyebab masalah kesehatan menjadi minuman yang baik bagi kesehatan tubuh.

“Kopi mempunyai image yang kurang bagus. Orang melihat kalau minum kopi itu bisa sakit, teapi ternyata ada manfaatnya,” kata Domi.

Untuk mewujudkan usaha itu, Domi dan istri berupaya sebisa mungkin meminimalisir kelemahan kopi dengan melakukan penyortiran dengan baik.

Menurutnya, ada banyak cara yang bisa ditempuh untuk mengubah pola pikir masyarakat yaitu dengan memenuhi standar produksi kopi dari hulu ke hilir.

“Mulai dari tempat budidayanya, kapan masa panen yang baik. Dari hilirnya itu juga kita harus sortir lagi biji-biji pilihan dan tidak rusak. Lalu, kita proses sesuai dengan standar pengolahan yang layak,” kata Domi.

Menurut Domi, kenikmatan kopi tergantung bagaimana cara memproduksi dan meraciknya. "Semuanya tergantung tangan-tangan yang meracik menjadi biji kopi menjadi minuman yang bercita rasa tinggi bagi para penikmat kopi," ungkap Domi.

Cerita Awal Meracik Kopi Bubuk Cap Bana

Domi menceritakan, pada tahun 2015 dirinya bersama istri, Fransiska Tuto mulai merintis usaha kopi di bawah label 'Kopi Bubuk Cap Bana'.

Dominikus Demin bersama istrinya Fransiska Tuto di tempat jual kopi bubuk Cap Bana di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT, Selasa (25/6/2019).KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS Dominikus Demin bersama istrinya Fransiska Tuto di tempat jual kopi bubuk Cap Bana di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT, Selasa (25/6/2019).
Mulai saat itulah ia mulai berpikir untuk mengubah kesan kopi Bana menjadi kopi khas Kabupaten Lembata. Sehingga kopi Bana bisa dikenal dikenal dunia luar.

"Itulah ide dasar yang terpatri dalam isi kepalanya saya. Maka lahirlah kopi bubuk Cap Bana ini," ungkap Domi.

Berangkat dari kisah keluarga yang sejak dulu merupakan peracik kopi. Dari pengalaman itu ia menemukan inspisari untuk meracik kopi bubuk Cap Bana hingga saat ini.

Ia mengisahkan nama Bana terinspirasi dari Festival Kopi Flores tahun 2014. Domi melihat, satu di antara anggota keluarganya ada peracik kopi yang rasanya nikmat dan enak.

“Dari racikan mama kecil, saya coba bawa ke BPOM dan dinyatakan memenuhi syarat edar. Dan keluarlah izin balai POM itu. Jadi Bana itu nama mama kecil saya,” ungkap Domi penuh haru.

Ia menerangkan, branding kopi Bana ini merupakan bentuk penghormatan Dominikus terhadap mmama kecilnya, Bana Lele.

“Mama Bana ini masih ada. Atas seizin mama Bana kami mengabadikan namanya untuk produk kopi ini,” terangnya.

Ia mengatakan, saat ini per hari kopi bubuk Cap Bana bisa terjual 10-15 kilogram. Kopi bubuk Cap Bana dijual seharga Rp 100.000 per kilogram. Dan bisa beli setengah kilogram dengan harga Rp 50.000.

Kopi bubuk Cap Bana di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT, Selasa (25/6/2019).KOMPAS.com/NANSIANUS TARIS Kopi bubuk Cap Bana di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, NTT, Selasa (25/6/2019).
Bagi kamu penikmat kopi yang hendak berkunjung ke Kabupaten Lembata, disarankan agar menikmati seduhan kopi bubuk Cap Bana, hasil racikan Dominikus Demon dan istrinya Fransiska Tuto.

Kopi bubuk Cap Bana juga bisa jadi oleh-oleh khas yang tak boleh terlewatkan saat pulang berlibur dari Kabupaten Lembata.

Nikmatnya kopi bubuk Cap Bana itu tak perlu diragukan lagi. Sebagian besar penduduk Lembata menggemari kopi bubuk ini bahkan sudah banyak hotel menjadi pelanggan tetap.

Bagi kamu yang pingin coba menyeruput kopi bubuk Cap Bana itu, silahkan datang langsung di Jalan Solavide, Kelurahan Selandoro, Kecamatan Nubatukan, Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com