Selanjutnya, Jirote disarankan untuk menyewa satu kendaraan dengan tarif Rp 600.000 dan kemudian diturunkan Rp 550.000.
Menurut Jirote, tarif ini sangat mahal karena jika menggunakan transportasi online tarif maksimal hanya Rp 300.000.
Ia pun tak mengambil tawaran itu dan kembali melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Di tengah perjalanan, ia kembali dihalangi dan akhirnya menyatakan bahwa ia akan menginap di Probolinggi.
"Jika saya melanjutkan jalan, saya khawatir mereka akan menyerang," ujar dia.
Setelah berjalan jauh, ia menemukan angkutan yang akhirnya bisa membawanya menuju titik penjemputan transportasi online hingga akhirnya tiba di Cemoro Lawang.
Pengalaman yang sama saat kembali
Sehari setelahnya, 18 Juni 2019, saat akan kembali ke Probolinggo dari Cemoro Lawang.
Saat itu, Jirote bertemu dengan van yang mematok tarif tinggi kepada penumpang. Awalnya, dikenakan tarif Rp 30.000 per orang, kemudian naik menjadi Rp 40.000-Rp 60.000 per orang untuk menuju ke terminal.
Setelah melakukan tawar menawar, Jirote akhirnya mendapatkan bus yang bersedia mengantarnya ke terminal meski dengan perilaku yang dinilainya tak baik karena mengendara dengan ugal-ugalan.
Karena melayangkan protes, Jirote diturunkan di sebuah terminal, dan akhirnya mencari bus lain jurusan Surabaya dengan tarif Rp 25.000 per orang.
KompasTravel mencoba menghubungi pihak Dinas Pariwisata Probolinggo, tetapi pejabat setempat tak mau mengomentari pengalaman tak mengenakkan turis ini. Pihak Dinas Pariwisata Probolinggo meminta untuk menghubungi pihak lain yang disebut lebih berwenang.
Adapun kawasan Gunung Bromo termasuk destinasi wisata baru yang dikembangkan pemerintah untuk menarik minat wisatawan berlibur selain ke Bali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.