Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta dan 6 Ibu Kota Lain di Dunia Diprediksi Kebanjiran Turis pada Tahun 2027

Kompas.com - 08/07/2019, 08:00 WIB
Silvita Agmasari,
Wahyu Adityo Prodjo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pariwasata massal kini semakin menjadi sorotan dunia. Lantaran banyak kota di dunia yang mulai kewalahan dengan kunjungan banyak turis.

Peneitian yang dilakukan oleh World Tourism and Travel Council (WTTC) and Jones Lang LaSalle (JLL) menganalisa 50 kota di seluruh dunia.

Dari analisa tersebut didapat tujuh ibu kota di dunia yang akan mengalami penigkatan turis drastis pada 2027. Tujuh ibu kota tersebut termasuk Bangkok (Thailand), Cape Town (Afrika Selatan), Delhi (India), Ho Chi Minh City (Vietnam), Istanbul (Turki), Mexico Ciy (Meksiko), dan Jakarta (Indonesia).

Khusus Jakarta bahkan diprediksi sebagai kota dengan populasi penduduk terpadat di dunia pada 2030, menggeser Tokyo, Jepang dari urutan kota terpadat penduduk di dunia.

Dalam penelitian ini membagi kota menjadi beberapa kategori berdasarkan seberapa siap sebuah kota untuk pertumbuhan pariwisata.

Ini diukur berdasarkan faktor-faktor seperti tenaga kerja, infrastruktur, stabilitas, lingkungan, pertumbuhan pariwisata berkelanjutan, manajemen pariwisata dan banyak lagi.

Studi ini membandingkan faktor-faktor tersebut dengan prediksi pertumbuhan pengunjung antara 2017 dan 2027. Ketika sebuah kota memiliki skor buruk untuk faktor pariwisata dan skor tinggi dalam proyeksi pertumbuhan pariwisata, kota tersebut berisiko mengalami pariwisata massal.

Pada dasarnya tujuh kota tersebut, termasuk Jakarta memiliki tingkat pertumbuhan pariwisata yang lebih tinggi dibanding yang dapat ditangani oleh sumber daya tersedia saat ini.

Dengan kata lain banyaknya kunjungan turis tidak melulu berarti baik jika sumber daya yang tersedia tidak dapat menangani pariwisata dengan tepat. Banyak kasus di kota-kota besar dunia yang berjuang akan efek negatif dari pariwisata massal.

Masyarakat Desa Kemiren, Banyuwangi menggelar upacara Barong Ider Bumi pada hari kedua Idul Fitri 2017. Upacara adat masyarakat suku Osing ini menarik minat wisatawan mancanegara.FIRMAN ARIF/KOMPAS.com Masyarakat Desa Kemiren, Banyuwangi menggelar upacara Barong Ider Bumi pada hari kedua Idul Fitri 2017. Upacara adat masyarakat suku Osing ini menarik minat wisatawan mancanegara.

BBC mencatat dua sisi dari pariwisata massal, pertama membuka lapangan pekerjaan tetapi seringkali pekerjaan musiman atau bayaran sangat rendah.

Selain itu, ada banyak uang yang berputar di suatu negara tetapi kebanyakan uang ke perusahaan-perusahaan besar, tradisi dan budaya lokal tetap dapat lestari tetapi terancam mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan turis.

Kemudian uang dari turis dapat digunakan untuk mencegah kerusakan lingkungan, sayangnya turis sendiri meninggalkan jejak sampah di mana saja mereka berada, termasuk pembangunan hotel yang merusak habitat asli hewan-hewan.

Infrastruktur terbangun yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk lokal, tetapi juga menambah kemacetan, dan permintaan yang tinggi untuk makanan lokal dan kerjainan tangan, tetapi dapat berefek toko atau restoran lokal ikut naik harga menyesuaikan bujet turis.

Penelitian dari Responsible Travel mencatat saat ini ada 98 destinasi di 63 negara dunia berjuang dengan masalah pariwisata massal.

Meskipun begitu, industri pariwisata dari catatan WTTC menyumbang 10,4 persen dari pendapatan global.

Masalah pariwisata massal disebutkan WTTC bukan cuma soal banyaknya turis yang berkunjung, tetapi juga andil dan kesiapan berbagai industri untuk menyiapkap pariwisata berkelanjutan. Persiapan harus dimulai dari sekarang, sebelum 2027 Jakarta kebanjiran wisatawan.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com