Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omar Ndara Raping, Tradisi Orang Kolang Rawat Wae Minse di Pohon Enau

Kompas.com - 18/07/2019, 14:22 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

WAJUR, KOMPAS.com — Orang Kolang yang berada di hamenta Kolang memiliki cara tersendiri untuk mengolah air enau atau wae minse. Ratusan tahun yang lalu, nenek moyang orang Kolang memilik warisan alamiah untuk mempertahankan kehidupan dengan mengolah wae minse menjadi gola kolang.

Para perajin tradisional Pante Minse atau perajin air enau diibaratkan dengan seorang gadis yang cantik dan memberikan air kehidupan.

Salah satu cara atau teknik agar batang pohon enau, dalam dialek lokalnya, Ndara Raping menghasilkan air yang bening, perajin itu melakukan Omar Ndara Raping atau mengelus batang pohon enau itu sambil melantunkan syair-syair Kolang, seperti Ker Molah.

Kalau diterjemahkan secara harfiah bahwa "Ker" berarti permisi dan "Molah" berarti panggilan bagi gadis yang sangat cantik. Jadi Ker Molah berarti permisi kepada seorang gadis cantik sebelum disentuh.

Baca juga: Ini Wisata Lait Gola Rebok atau Semut Kolang di Flores Barat (5)

Bagi seorang perajin yang sudah berpengalaman, bahwa salah satu teknik agar batang pohon enau menghasilkan air yang bening melaksanakan Omar Ndara Raping atau Omar Kelo Raping, yakni merayu batang pohon enau sebelum dipukul.

Tangan seorang perajin Pante Minse terlebih dahulu menyentuh batang atau Ndara Raping dengan mengelus-elusnya sambil melantunkan syair “Ker Molah, Ker Molah, Omar Nger one Ndara" atau batang pohon Enau sebelum memukul dengan sebatang kayu pendek yang sudah disesuaikan dengan kondisi Ndara atau batang Raping itu. Sesudah itu dilaksanakan tewa raping atau pukul batang pohon enau.

Baca juga: Mandilah Bersama Kakar Tana Kolang di Tiwu Ndeghar Peka Flores Barat

Salah satu perajin yang melaksanakan tradisi itu sebagaimana diwariskan nenek moyangnya adalah almarhum Nikolaus Dahu, asal Kampung Wajur, Desa Wajur, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT.

Hal ini dituturkan oleh Emilianus Egor kepada Kompas.com, Jumat (12/7/2019).

Emilianus merupakan anak dari Nikolaus Dahu yang selalu mendampingi orangtuanya itu saat mengolah air enau bening menjadi Gola merah Kolang.

Emilianus menuturkan, orangtuanya, almarhum Nikolaus Dahu di masa hidupnya selalu mengajaknya untuk bersama-sama ke kebun saat Pante Minse, mengolah air enau bening sejak proses awalnya hingga menghasilkan air enau.

“Orangtua saya, almarhum Nikolaus Dahu selama hidupnya selalu mengajak saya untuk belajar langsung tentang mengolah air enau atau minse menjadi gola merah Kolang. Sejak proses awal hingga menghasilkan air enau atau minse-nya selalu mengajak saya dengan praktik langsung diatas pohon enau. Salah satu praktik yang diajarkannya secara langsung adalah tradisi Omar Ndara atau Kelo Raping di atas pohon Enau,” jelasnya.

Dari proses awal, lanjut Emilianus, seorang perajin gola merah kolang tidak melukai pohon enau melainkan pohon enau itu dirawat, dirayu dengan halus dan lembut.

Seorang perajin gola merah kolang harus merawat dan memberikan perhatian seumpama melamar seorang gadis cantik.

Jika dari awal seorang perajin gola merah kolang tidak menghormati dan menghargai pohon enau itu maka pohon enau melalui ndara atau kelo, batang pohon enau itu tidak akan menghasilkan air enau yang bening.

Seorang pengrajin masak Gola Kolang sedang menuangkan wae minse di kuali didampingi istrinya di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Minggu (31/3/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang pengrajin masak Gola Kolang sedang menuangkan wae minse di kuali didampingi istrinya di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, Minggu (31/3/2019). Ini destinasi alternatif di luar Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Landu, Syair Rayuan bagi Pohon Enau

Para perajin gola kolang mengganggap bahwa pohon enau seperi seorang gadis yang dirayu, dipuji dan dipuja karena keelokannya serta menghasilkan air kehidupan bagi kelangsungan hidup manusia. Dan juga menghasilkan pendapatan ekonomi keluarga untuk berbagai keperluan, seperti biaya pendidikan, beli pakaian, beli sembilan bahan pokok (sembako).

Landu itu, warisan almarhum Nikolaus Dahu yang terus dirawat dan dipertahankan oleh para perajin gola kolang umumnya, serta kekhususan dilakukan oleh anak-anaknya di era digital ini.

Sebagaimana biasanya dilaksanakan oleh almarhum Nikolaus Dahu yakni landu itu dilantunkan saat pagi dan sore hari selama berlangsungnya akvitas tewa raping yakni pukul batang enau sebagai sumber air enau. Apabila kebiasaan itu tidak dilaksanakan oleh para perajin maka usahanya sia-sia.

“Saya sendiri melihat langsung cara dari almarhum Ame Nikolaus Dahu mengolar pohon enau untuk menghasilkan air enau yang bening. Yang selanjutnya diolah menjadi gola kolang atau gola dereng, gula merah khas masyarakat Kolang. Almarhum Ame Nikolaus Dahu tidak memberikan teori melainkan meminta anak-anaknya mempraktikkan secara langsung. Pendidikan praktis dalam mengolar air enau menjadi gola merah khas masyarakat Kolang,” kata Egor, yang kini sudah mengajar di Kabupaten Asmat, Papua.

Egor menjelaskan, almarhum Ame Nikolaus Dahu saat mengolar air enau menjadi gola merah, gola kolang, gola dereng bisa menghasilkan 200 batang gola merah sehari. Era itu belum mengenal gula pasir.

Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.ARSIP ARONTINUS HANGGUR Kokor Gola merupakan tradisi orang Kolang mengolah air enau menjadi gula merah. Ini merupakan salah satu ikon pariwisata di Kecamatan Kuwus, Kuwus Barat, Pacar dan Macang Pacar, Ndoso, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur.
Naik Pesawat Terbang

Emilianur Egor menjelaskan, hasil olahan air enau menjadi gola dereng, gola kolang, gola merah yang dilakukan oleh almarhum Nikolaus Dahu mampu menyekolahkan anak sulungnya, Petrus Ngempeng ke jenjang perguruan tinggi.

Bahkan, yang membanggakan bahwa anak sulungnya naik pesawat terbang dari Ruteng menuju ke Mataram, Provinis Nusa Tenggara Barat di era tahun 1976-an.

Wisata Kearifan Lokal Ramah Lingkungan

Geliat pengembangan pariwisata di Kabupaten Manggarai Barat yang terus meningkat dari tahun ke tahun dan peningkatan kunjungan wisatawan membuat Pemkab Manggarai Barat mengembangkan pariwisata berbasis ekologi ramah lingkungan.

Salah satu destinasi alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah setempat itu yakni kawasan wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner di kawasan hamente kolang.

Wisata ekologi yang dikembangkan di kawasan hamente kolang yang meliputi Kecamatan Kuwus dan Kuwus Barat yang berada di bagian utara dari kabupaten itu yakni wisata pante minse dan lait gola kolang.

Pante minse dan lait gola kolang merupakan salah destinasi yang dikembangkan oleh berbagai kelompok swasta di kawasan Kolang. Salah satu pegiat yang membangkitkan warisan budaya ini adalah Komunitas Ata Kolang (KONTAK).

Gola Rebok atau semut khas Kolang sudah dibuat dalam bentuk kemasan modern yang siap didistribusikan di Hotel dan restaurant di Kota Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu, (27/4/2019). Ini destinasi alternatif diluar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat. KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Gola Rebok atau semut khas Kolang sudah dibuat dalam bentuk kemasan modern yang siap didistribusikan di Hotel dan restaurant di Kota Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu, (27/4/2019). Ini destinasi alternatif diluar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
Wakil Bupati Manggarai Barat, Mario Geong kepada Kompas.com belum lama ini menjelaskan, destinasi wisata di kawasan hamente kolang sangat bervariasi.

Ada wisata alam, seperti wisata sawah lodok, wisata air terjun, wisata naik gunung poso kuwuh, wisata tangkap ikan air tawar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Wae Impor dan Wae Hawe serta wisata budaya, wisata religius serta wisata lait gola kolang (makan gula merah) serta wisata kuliner lainnya.

“Hamente Kolang merupakan pusat Kokor Gola Kolang. Kokor gola kolang merupakan olahan air enau menjadi gola dereng, gola kolang atau gola merah. Ratusan tahun lalu, orang Kolang sudah terbiasa minum air gola kolang sebelum mengenal gula pasir. Pengembangan destinasi ekologi yang ramah lingkungan sangat cocok dikembangkan di kawasan Hamente Kolang,” jelasnya.

Ketua Komunitas Ata Kolang (KONTAK), Pastor Wilfridus Babun, SVD belum lama ini kepada Kompas.com menjelaskan, gerakan awal dari Komunitas ini di kawasan Hamente Kolang dengan merayakan Paska Bersama serta festival kuliner khas Kolang di Pusat Paroki Tritunggal Mahakudus Ranggu Mei 2019 lalu.

Seorang perajin Gola Rebok atau Semut Kolang sedang mengaduk-aduk gula merah di kualinya untuk dijadikan gola rebok atau Semut di Kampung  Kolang, Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini salah satu destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Seorang perajin Gola Rebok atau Semut Kolang sedang mengaduk-aduk gula merah di kualinya untuk dijadikan gola rebok atau Semut di Kampung Kolang, Desa Sompang Kolang, Kecamatan Kuwus Barat, Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Sabtu (27/4/2019). Ini salah satu destinasi alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo di Manggarai Barat.
“Saat festival kuliner khas Kolang itu ada wisata lait gola kolang serta makanan khas masyarakat Kolang. Festival ini mendukung pengembangan pariwisata Manggarai Barat yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini kunjungan wisatawan di Kota Labuan Bajo semakin padat, sehingga komunitas ini mengembangkan alternatif lain dengan memperkenalkan destinas-destinasi baru di luar Taman Nasional Komodo. Salah satu yang diperjuangkan oleh komunitas ini adalah destinasi wisata alam dan budaya serta kearifan lokal di kawasan hamente Kolang,” jelasnya.

Staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Manggarai Barat, Yuvensius Aquino Kurniawan kepada Kompas.com menjelaskan, Pemkab Manggarai Barat terus menggali destinasi wisata yang berada di seluruh Kecamatan Kabupaten Manggarai sebagai wisata alternatif di luar kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

“Saat hari libur, saya pulang ke kampung untuk terus memberikan semangat dan membangkitkan para perajin untuk mempertahankan tradisi Kokor Gola Kolang,” katanya.

Kurniawan menjelaskan, Pemkab Manggarai Barat sudah berkomunikasi dengan semua hotel di Kota Labuan Bajo untuk memakai produk-produk lokal sejalan dengan apa yang disampaikan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat.

Klemen Teo, perajin Gola Kolang di Kampung Tabi, Desa Kolang kepada Kompas.com, Sabtu (13/7/2019) menjelaskan, ada keluarga di Labuan Bajo yang minta gola rebok, semut kolang sebanyak 200 kilogram untuk dipasarkan di Kalimantan dan Jawa.

wisatawan lokal sedang Lait gola rebok atau semut khas Kolang di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Inilah destinasi alternatif diluar kawasan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR wisatawan lokal sedang Lait gola rebok atau semut khas Kolang di Kampung Tado, Desa Ranggu, Kecamatan Kuwus Barat, Kabupaten Manggarai Barat, Flores Barat, NTT, Minggu, (31/3/2019). Inilah destinasi alternatif diluar kawasan Taman Nasional Komodo di Kabupaten Manggarai Barat.
“Saat ini permintaan pasar terhadap gola rebok atau semut kolang terus meningkat. Namun, saya sedikit kewalahan dengan permintaan itu karena warga sekitar kampung serta kampung tetangga langsung membelinya di rumah. Saya terus mempertahankan tradisi olah gola kolang ini,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com