KOMPAS.com – Media sosial Facebook dihebohkan dengan munculnya ajakan menantang Nyi Roro Kidul. Laman media sosial ini memunculkan ajakan kepada ribuan orang untuk 'menyerbu' Pantai Parangtritis dengan memakai baju berwarna hijau.
Kompas.com pada Jumat (19/7/2019) memantau, laman Facebook berjudul "Ayo ribuan orang Serbu ParangTritis pakai baju hijau" yang akan digelar Minggu 22 September 2019 pada pukul 10.00 WIB. Sejauh ini sudah ada 3.900 orang berencana hadir, dan 10.000 lainnya tertarik.
Baca juga: Viral Ajakan ke Parangtritis Gunakan Baju Hijau, Ini Pengakuan Pengunggah
Jika kamu berencana menghadiri acara ‘menantang’ Nyi Roro Kidul ini, alangkah lebih bijak apabila kamu menyelami lebih dulu kearifan lokal dibalik legenda Nyi Roro Kidul yang ada di Yogyakarta.
Legenda Yang Muncul Sejak Jaman Dahulu
Legenda Nyi Roro Kidul di Yogyakarta sudah muncul dari sejak jaman dahulu. Kemunculannya tertuang dalam beberapa catatan masa lampau, Babad Tanah Jawa.
Dalam perkembangannya, Legenda Nyi Roro Kidul juga mewujud dalam drama tari yang digelar sebagai pembuka Sekaten di Yogyakarta tahun 1992, serta tontonan layar lebar seperti Kutukan Nyai Roro Kidul (1979), Susuk Ratu Pantai Selatan (1980), Pembalasan Ratu Laut Selatan (1988), dan Nyi Roro Kidul (1993).
Dalam film-film tersebut, Suzanna adalah salah satu bintangnya.
Berkembang dalam beberapa mitos
Sosok Nyi Roro Kidul muncul sebagai sosok yang dihormati, sekaligus ditakuti oleh masyarakat Yogyakarta dan masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Pantai Selatan.
Hal ini diikuti dengan munculnya berbagai mitos seperti tentang kamar hotel yang konon dihuni oleh Nyi Roro Kidul. Salah satunya seperti larangan menggunakan baju hijau saat ke pantai.
Selain itu munculnya larangan menggambar sosok Nyi Roro Kidul dalam festival layang-layang yang digelar di Parangtritis pada tahun 1993.
Cerita-cerita Nyi Roro Kidul pun kerap dikaitkan dengan cerita seputar keraton Yogyakarta maupun Solo.
Baca juga: Perayaan Tahun Baru Usai, Sampah di Pantai Parangtritis Sempat Menumpuk
Sosok Nyi Roro Kidul dipandang sebagai kearifan lokal
Bambang Purwanto, seperti diberitakan Kompas.id (10/03/2018), Guru Besar Sejarah Universitas Gadjah Mada, mengajak untuk mereinterpretasi posisi Ratu Kidul, bukan hanya dalam khazanah kepercayaan.
Bambang menduga, cerita Ratu Kidul itu merupakan cara masyarakat dulu memahami realitas.