Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Kampung Adat Ini Sudah Lama Hidup Tanpa Listrik

Kompas.com - 05/08/2019, 18:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Padamnya listrik yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa, termasuk Jakarta mengganggu aktivitas dan pelayanan masyarakat.

PLN menjelaskan, listrik padam karena adanya gangguan pada transmisi sutet 500kv PLN di Jawa Barat.

Selain itu, gas turbin 1 hingga 6 Suryalata mengalami trip dan gas turbin 7 mengalami off.

Di tengah kegaduhan karena listrik mati, tahukah Anda, ada sejumlah desa di Indonesia yang selama ini tidak menggunakan listrik dalam kehidupannya.

Hal ini karena nilai-nilai yang mereka usung. Pilihan sikap ini dilakukan untuk menjaga tradisi.

Keunikan ini pula yang membuat banyak wisatawan menjadikan lokasi desa-desa berikut sebagai tempat untuk menyepi dan lari dari hiruk pikuk perkotaan.

Berikut ini beberapa desa adat di Indonesia yang tidak menggunakan listrik di kehidupannya:

1. Desa Adat Ammatoa

Jalan masuk ke Desa Adat Ammatoa, Desa Tana Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.KOMPAS.COM/FITRI PRAWITASARI Jalan masuk ke Desa Adat Ammatoa, Desa Tana Towa Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.
Desa adat ini berada di Desa Tana Towa, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Kawasan Desa Ammatoa sebagian besar merupakan kawasan hutan.

Nama Ammatoa adalah sebutan bagi kepala adat Suku Kajang.

Rumah-rumah penduduk di desa ini berbentuk panggung memanjang yang terbuat dari kayu.

Rata-rata mereka hidup dengan memiliki hewan peliharaan.

Kehidupan masyarakat Desa Adat Ammatoa bisa dibilang tak tersentuh oleh modernisasi.

Di desa ini hampir tak ada benda elektronik, telepon seluler serta listrik.

Bahkan, mobil dan motor pun tak dapat masuk ke permukiman masyarakat desa yang akses jalannya masih didominasi bebatuan.

Keunikan lain di Desa Ammatoa, anak-anak SD ini menggunakan baju putih dan bawahan hitam sebagai baju seragamnya.

Warna hitam adalah warna khas dari masyarakat ini.

Hitam, bagi mereka merupakan filosofi hidup. Dari gelapnya rahim di kandungan ibu kembali ke gelapnya liang kubur saat meninggal.

Warna hitam pula yang menjadi pakaian warga desa setiap harinya. Mulai dari sarung, baju hingga penutup kepala.

Cara hidup Ammatoa diatur oleh Pasang.

Pasang merupakan semacam petuah yang tidak tertulis yang disampaikan secara lisan kepada leluhur.

Masyarakat Suku Kajang, meyakini tempat mereka tinggal yakni Tana Towa adalah tanah tertua yang ada di dunia sebelum adanya kehidupan.

2. Desa Baduy

Seba Baduy
Warga Baduy Dalam berjalan kaki dari permukiman mereka di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4/2017) sekitar pukul 05.30 untuk melakukan Seba Baduy. Tradisi tahunan warga Baduy itu dilakukan dengan berdoa dan membawa hasil bumi untuk kepala daerah setempat. KOMPAS/DWI BAYU RADIUS Seba Baduy Warga Baduy Dalam berjalan kaki dari permukiman mereka di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (28/4/2017) sekitar pukul 05.30 untuk melakukan Seba Baduy. Tradisi tahunan warga Baduy itu dilakukan dengan berdoa dan membawa hasil bumi untuk kepala daerah setempat.

Desa adat Baduy masih memegang teguh adat istiadatnya. Desa yang berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten ini merupakan desa yang sudah lama hidup tanpa barang-barang elektronik dan juga listrik.

Keunikan lain dari Suku Baduy adalah di tempat mereka tidak terdapat apotek, namun di wilayahnya kaya akan tanaman-tanaman obat.

Warga desa ini bangunan rumahnya juga berdiri kukuh tanpa semen. Fungsi semen dan batu bata digantikan oleh kayu-kayu yang digunakan untuk menopang rumah. Sedangkan dindingnya berupa anyaman bambu.

Desa Baduy terbagi menjadi Desa Baduy Dalam dan Desa Baduy Luar.

Agar bisa sampai ke kampung-kampung yang ada di Baduy terutama Baduy Dalam, maka wisatawan akan menempuh jalan setapak yang bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Saat berada di Baduy Dalam, beberapa aturan yang harus ditaati adalah wisatawan tidak boleh mengambil foto ataupun video.

3. Kampung Naga

Penduduk Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Penduduk Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.

Kampung Naga mungkin masih terlihat moderen dibandingkan dengan Suku Baduy.

Namun, masyarakat di desa ini masih sama-sama menjaga beberapa aturan leluhur yang ada.

Salah satunya, di tempat ini masyarakat tidak mau menerima aliran listrik masuk ke kampungnya, serta menggunakan gas LPG untuk memasak.

Peraturan adat mengatur penggunaan bahan bangunan dari kayu atau bambu, atap dari daun nipah atau ijuk dan tak boleh ada perabotan seperti kursi.

Mereka percaya, leluhur mereka melarang penggunaan listrik lantaran di tempat tersebut bangunan didominasi oleh kayu sehingga ditakutkan akan terjadi kebakaran.

Peraturan yang ada di tempat ini tentang penataan rumah juga adanya aturan tentang kamar mandi dan kandang ternak yang harus berada di luar area perumahan.

Peraturan lainnya adalah larangan adanya musik dari luar dan tempat keramat yang tak boleh dimasuki atau dipotret.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com