Kompas.com - 12/08/2019, 21:33 WIB
Hotria Mariana,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Teriknya sinar matahari musim panas di Tokyo, Jepang, sama sekali tak melunturkan antusias warganya untuk tetap beraktivitas.

Jalan-jalan masih berjejalan manusia, mulai usia muda hingga tua. Beberapa dari mereka tertangkap mata sedang bersepeda dengan santainya.

Kalaupun kepanasan, jajaran gedung-gedung di sepanjang jalan siap menjadi tempat mereka berteduh.

Namun, bagi wisatawan, cuaca panas bukanlah persoalan apalagi saat menjejaki pelataran Tokyo Skytree.

Bagaimana tidak? Menjulang tinggi ribuan kaki, Tokyo Skytree berdiri anggun bak primadona di kota yang dijuluki Nijusanku, dalam bahasa Jepang berarti 23 distrik kota.

Kehadirannya tentu bukan asal dibuat. Tokyo Skytree dibangun menggantikan Tokyo Tower yang dibangun tahun 1958 lalu.

Asal tahu saja, fungsi kedua tower tersebut sebenarnya sama, yaitu sebagai menara pemancar siaran digital.

Namun, semakin menjamurnya gedung bertingkat di sekitar Tokyo Tower, hingga memengaruhi sinyal, maka dibangunlah Tokyo Skytree.

Adanya Tokyo Skytree juga menjadi salah satu parameter pesatnya pembangunan di Negeri Matahari Terbit tersebut. Ini menambah daftar perkembangan teknologi yang sudah ada di sana.

Sebut saja kereta super cepat Shinkansen, hotel kapsul Nakagin, dan vending machine makanan dan minuman.

Perkembangan tersebutlah yang kemudian menjadikan Tokyo dinobatkan sebagai Kota Paling Futuristik Sedunia versi Innovation Cities Index 2018, mengungguli kota-kota modern lainnya seperti London, Boston, dan New York.

Christopher Hire dari lembaga 2thinknow yang melakukan studi untuk Innovation Citiex Index menyatakan, terpilihnya Tokyo lantaran kota tersebut dinilai mampu melakukan perubahan teknologi.

Nah, kembali ke Tokyo Skytree, bangunan dengan tinggi 2.080 kaki atau 634 meter ini ternyata menempati posisi kedua sebagai gedung pencakar langit tertinggi di dunia setelah Burj Khalifa yang ada di Dubai.

Lantas, apa yang menarik dari menara pemancar tersebut sehingga tak sedikit orang yang tertarik untuk menaikinya? Dua dek observasi, jawabannya.

Pemandangan Tokyo dilihat dari atas Tokyo Skytree.National Geographic Indonesia/Didi Kaspi Kasim Pemandangan Tokyo dilihat dari atas Tokyo Skytree.

Dimulai dari dek terendah, yaitu Tembo Deck yang terletak pada ketinggian 350 meter.

Di dek tersebut para pengunjung dapat leluasa menikmati indahnya panorama 360 derajat kota Tokyo melalui jendela-jendelanya.

Jika belum puas, pengunjung bisa naik ke dek yang lebih tinggi, yaitu Tembo Deck dengan menaiki elevator. Sensasi berbeda akan terasa saat kaki menapaki skywalk tertinggi di dunia ini.

Berada di ketinggian 450 meter, Tokyo akan terlihat jauh lebih indah dan tentunya sayang jika tidak diabadikan lewat kamera.

Salah satu dek observasi yang ada di Tokyo Skytree.National Geographic Indonesia/Didi Kaspi Kasim Salah satu dek observasi yang ada di Tokyo Skytree.

Namun, untuk bisa menangkap pemandangan kota tersebut dari ketinggian, kamera yang digunakan harus punya fitur mumpuni.

Salah satunya fitur wide angle yang tersemat pada ponsel Oppo Reno 10x Zoom. Dengan fitur ini, panorama lanskap Tokyo akan tertangkap dengan sempurna.

Apalagi ditambah resolusi hingga 48 mega pixel (MP), dukungan sensor Sony IMX586, diafragma f/1.7, serta sensor sebesar 0,5 inci, kamera ponsel ini mampu menghasilkan gambar beresolusi tinggi dan jernih.

Bahkan, berkat fitur 10x Hybrid Zoom yang mampu memberikan perbesaran hybrid dengan ketajaman maksimal hingga 10 kali, dan perbesaran digital hingga 60 kali, keseluruhan kota Tokyo masih terlihat jelas dan terasa dekat meski ditangkap dari ketinggian ratusan meter sekalipun.

Akan tetapi Tokyo Skytrees ternyata bukanlah satu-satunya penanda betapa futuristiknya Tokyo. Masih ada Miraikan Science Museum.

Pengunjung Museum Miraikan, Tokyo, Jepang.National Geographic Indonesia/Tito Rikardo Pengunjung Museum Miraikan, Tokyo, Jepang.

Dalam bahasa Jepang, “miraikan” berarti lorong masa depan. Sesuai namanya, inilah yang akan dirasakan saat mengunjungi museum tersebut.

Kemajuan peradaban begitu terasa saat memasuki museum. Pengunjung akan disambut dengan Geo-Cosmos, sebuah replika bumi yang terbuat dari panel organik.

Dengan resolusi lebih dari 10 juta piksel, bola dunia tersebut akan menampikan berbagai data terkait kondisi Bumi.

Menariknya, di museum ini pengunjung bakal bertemu dengan berbagai robot dan inovasi teknologi lainnya.

Bila ingin merasakan sensasi hidup di masa depan, maka tidak ada salahnya untuk bertandang ke Miraikan National Museum of Emerging Science and Innovation.


komentar di artikel lainnya
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com