Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Halte Ke Halte, Rekomendasi Kuliner sampai Tempat Rekreasi di Ibu Kota

Kompas.com - 14/08/2019, 16:52 WIB
Sri Anindiati Nursastri

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Dari sekian banyak platform rekomendasi kuliner, Dari Halte ke Halte tak bisa dipandang sebelah mata. Meski baru berbasis di media sosial, Dari Halte Ke Halte (DHKH) menjadi rujukan populer bagi warga ibu kota karena faktor kedekatan dan aksesibilitas.

Lewat akun Instagram @darihalte_kehalte dan akun Twitter @drhaltekehalte, HalteMin (sebutan untuk admin dua akun tersebut) berbagi rekomendasi seputar tempat makan, ngopi, nongkrong, rekreasi, olahraga, sampai kegiatan seni budaya yang dekat dengan halte atau stasiun transportasi umum.

Konten yang paling dijadikan rujukan warganet tentu saja seputar kuliner. Kepada KompasTravel, Rabu (14/8/2019), salah satu HalteMin yakni Bowo (39) mengatakan tidak ada batasan jenis makanan atau minuman yang dapat dimuat dalam linimasa DHKH.

“Asalkan semua tempat makan bisa diakses dengan berjalan kaki dari halte atau stasiun terdekat,” tuturnya.

Baca juga: Tempat Wisata di Sekitar Stasiun MRT Lebak Bulus dan Stasiun MRT Lainya

Tiap post diberikan keterangan layaknya bercerita dan obrolan antarteman. Soal makanan misalnya, HalteMin tak hanya menjelaskan seputar rasa dan harga, namun seringkali juga menjelaskan tentang kisah penjualnya.

Atas konsistensinya berbagi informasi, akun Instagram @darihalte_kehalte kini memiliki 29.000 pengikut, sedangkan Twitter memiliki 27.500 pengikut. Konten linimasa Instagram diperbaharui dua kali dalam seminggu, sementara untuk Instastory dan Twitter lebih sering dari itu.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Setiap orang pasti punya pempek favorit di Jakarta, yang selalu didatangi kalau mendadak ingin makanan khas Palembang. HalteMin juga punya beberapa tempat makan pempek favorit di berbagai penjuru Jakarta, tapi yang akan kami bahas kali ini adalah Pempek Eirin 10 Ulu. Untuk daerah Glodok dan sekitarnya, pempek yang satu ini sepertinya sudah paling “megang” soal rasa. Buat kami, enaknya pempek Eirin Ulu memang nendang sampe ulu hati, walau rasa cukonya agak kurang pedas, terutama buat lidah HalteMin yang terbuat dari baja. Dan teman makan pempek yang paling pas adalah kerupuk ikan yang banyak macamnya bergantungan memanggil-manggil minta dicomot dari dinding warung. Harganya juga nggak beda jauhlah sama warung-warung pempek enak lain di Jakarta, mulai dari Rp7K untuk pempek ukuran kecil sampai Rp18K untuk kapal selam besar. Otak-otaknya Rp5K sepotong. Lokasinya ada dua, yang pertama dan orisinal berjarak sekitar 600 meter dari Halte TransJakarta Glodok, setelah jembatan Jalan Pancoran, di sisi kiri jalan. Menempati bangunan yang sudah agak tua, rumah makan pempek ini harus diakui tidak terlalu bersih, terutama lantainya. Apalagi kami datang sudah menjelang Maghrib sehingga mungkin warungnya belum sempat disapu dan dipel. Pempek Eirin 10 Ulu baru buka satu warung yang keadaannya bertolak belakang dengan warung aslinya, sangat bersih dan rapi karena berada di Pancoran Chinatown Point. Letaknya sekitar 150 meter dari warung lamanya. HalTeman nggak mungkin nggak lihat gedung pertokoan baru yang paling kinclong di antara bangunan tua di sekitarnya. Selamat mencoba, dan kalau HalTeman punya rekomendasi warung pempek enak lain di daerah sekitar Glodok, tolong kasih tahu, ya. #darihaltekehalte #transjakarta @pt_transjakarta

A post shared by Dari Halte Ke Halte (@darihalte_kehalte) on Apr 23, 2019 at 1:34am PDT

Bermula dari artikel perjalanan

Kepada KompasTravel, Bowo bercerita bahwa munculnya DHKH berawal dari sebuah artikel di majalah perjalanan.

“Artikel tersebut berisi tentang tempat-tempat menarik di sekitar stasiun BTS Bangkok. Artikel tersebut sangat berguna dan jadi panduan ketika pergi ke Bangkok untuk pertama kalinya tahun 2007,” tutur Bowo.

Kemudian sejak 2018, di saat Bowo semakin sering menggunakan Transjakarta, ia menyadari bahwa alat transportasi tersebut sudah menjangkau pelosok-pelosok Jakarta.

“Akhirnya, pada 2 Maret 2019, ide untuk membuat panduan tempat makan, ngopi, dan tempat menarik lain di seputar pemberhentian dan transit transportasi umum pun terwujud. Lahirlah akun Instagram @darihalte_kehalte,” kisah Bowo.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan" (Jean Marais) Kutipan tersebut berasal dari Bumi Manusia, buku pertama dari “The Buru Quartet"—yang digenapi oleh Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca—karya Pramoedya Ananta Toer. Tetralogi ini berlatar perkembangan nasionalisme Indonesia dilihat dari sudut pandang sang narator: Minke. Pram menulis cerita perjalanan hidup Raden Mas Minke diilhami dari tokoh pergerakan dan pers zaman kolonial, RM Tirto Adhi Soerjo. Selain alur kisahnya yang menyentuh, latar sejarahnya yang kaya, keindahan bahasanya yang penuh siratan pesan, karakter-karakternya yang kuat dan tak lekang dari ingatan, cerita di balik penulisan salah satu mahakarya kesusastraan Indonesia ini juga tak kalah menarik. Penulis produktif penghasil 50 karya yang saat itu sedang diasingkan ke Pulau Buru sejak Agustus 1969 mendongengkan kisah Minke-Annelies-Nyai Ontosoroh secara lisan kepada sesama tahanan politik lainnya. Lelaki kelahiran Blora 6 Februari 1925 ini baru mulai menuliskan ceritanya ketika mendapatkan izin untuk menulis kembali dari Pangkopkamtib Jenderal Soemitro yang juga, kabarnya, memberinya hadiah mesin tik. Tepat setahun lalu, HalteMin melihat pameran “Namaku Pram” di @dialogue_arts Kemang. Selain surat-surat selama masa penahanannya kepada istri dan anak-anaknya, pameran ini juga menampilkan karya-karya penulis yang telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa tersebut. Kumpulan korespondensi hingga saat pembebasannya pada Desember 1979 telah dirangkum dalam buku Nyanyian Sunyi Seorang Bisu Jilid 2. Pada 30 April 2006, satu-satunya sastrawan Indonesia yang pernah diajukan untuk meraih hadiah Nobel ini berpulang dan dimakamkan di TPU Karet Bivak. Lokasinya tidak jauh dari makam Chairil Anwar, atau sekitar 250 m dari Stasiun KRL Karet. Saat ini, HalTeman mungkin sudah tahu bahwa sutradara Hanung Bramantyo sedang memproduksi film Bumi Manusia. HalteMin nggak tahu kapan filmnya selesai, tapi berharap semoga bisa menerjemahkan novelnya dengan baik. Bukan tugas gampang. Ngomong-ngomong, dari semua buku/kutipan karya Pram, apa favorit HalTeman? #darihaltekehalte @dialogue_arts

A post shared by Dari Halte Ke Halte (@darihalte_kehalte) on Apr 29, 2019 at 11:44pm PDT

Jatuh cinta lagi dengan kota sendiri. Berawal dari kesukaan menjelajah berbagai sudut Jakarta menggunakan moda transportasi umum dan berjalan kaki layaknya turis, berujung pada keinginan untuk berbagi informasi tentang tempat yang pernah didatangi.

“Dari Halte Ke Halte juga lahir dari idealisme untuk mengajak warga ibu kota semakin mengenal dan jatuh cinta (lagi) dengan kota tempat tinggalnya dengan cara menjelajahi berbagai sudut kota,” tutur Bowo.

Komunitas hingga grup Whatsapp

Dari akun di media sosial, Dari Halte Ke Halte kini memiliki komunitas yang aktif bertukar informasi di dua grup, yakni Whatsapp dan Telegram.

“Banyak HalTeman (sebutan untuk para pengikut akun DHKH) yang memiliki kegemaran serupa, jalan-jalan keliling kota dan makan-makan. Mereka membutuhkan inspirasi tempat baru dan menarik untuk didatangi,” tutur Bowo.

Berawal dari obrolan di media sosial DHKH, banyak pengikut yang berkomentar bahwa mereka sebenarnya ingin keliling kota, tapi tidak memiliki teman. Akun DHKH kemudian menjadi sarana yang memfasilitasi mereka mendapatkan teman baru untuk jalan-jalan dan berwisata.

“Akhirnya, para HalTeman pun berinisiatif membuat grup chat. Saat ini DHKH memiliki dua grup chat, satu di Whatsapp dan satu lagi di Telegram,” tambah Bowo.

Baca juga: Transjakarta Buka Rute Baru Melintasi Kota Tua hingga Museum Bahari

Di grup tersebut, lanjut dia, HalTeman saling berbagi informasi dan rekomendasi tentang berbagai tempat makan enak dengan harga terjangkau.

“Serta lokasinya relatif mudah didatangi dengan transportasi umum dan berjalan kaki,” tuturnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

(2/2) Tak terbayangkan sebelumnya asinan dicampur semur, tapi itulah yang membuat bubur ase (asinan semur), sarapan khas Betawi ini begitu unik dan enak. Masih dalam semangat riset makanan tradisional khas Betawi menyambut HUT Jakarta ke-492, HalteMin pun mendatangi warung bubur ase lain, yaitu warung bubur ase Cik Lis. . "Kite mah bukan orang sini, tapi dari Banten. Namenye aje Lilis, kite nikah sama orang sini,” Cik Lis bercerita dengan penuh semangat sambil meracik bubur ase (Rp10 ribu) pesanan HalteMin. Bahannya kurang lebih sama seperti Bang Lopi. Cik Lis juga menuangkan kuah semur dengan sepotong tahu ke dalam semangkok bubur, lalu ditaburi kacang kedelai goreng, asinan toge dan daun lobak, serta tak lupa menyediakan semangkok kerupuk merah. “Kite udah dagang dua puluh tahun, dari umur 35, nerusin usahe nenek mertua kite. Kalo kite udah kagak ade, kagak tahu deh siape nyang nerusin. Mantu, anak-anaknye masih kecil,” lanjut nenek lima cucu ini. Kuah semur Cik Lis tidak terlalu kental, dan dia memberikan kuah asinan cukup banyak sehingga benturan rasa asam dan manisnya sangat kuat. Boleh dibilang, rasa bubur ase Cik Lis ramainya bak Ancol di malam tahun baru. Berbeda dengan Bang Lopi, lauk pendamping bubur di warung Cik Lis bukanlah kentang atau telur, melainkan sate kikil sapi dan kambing. “Wah, saye jarang nemu sate kikil kambing,” HalteMin girang. . "Iye, ini nyang bikin bubur ase Cik Lis beda. Pan nyang lain ade nyang pake ikan asin segale, tapi buat Cik Lis enakan pake sate kikil.” Sepertinya, para penjaja bubur ase ini memang memberikan ciri tersendiri untuk bubur buatannya dengan menyediakan lauk pendamping yang berbeda-beda. Cara mendatangi warung ini memang agak susah-susah gampang karena masuk ke dalam gang, yaitu Gang Masjid At-Taqwa. Jalan masuknya terletak antara Rumah Makan Rasa Minang dan Warteg Melati, tepat di seberang dan bus stop Kantor Pusat Pajak Pratama yang dilewati TransJakarta 5F, DA2, dan JP03. Dari Stasiun Karet bisa dicapai dengan berjalan kaki sejauh 500 m. . "Kalo mau ke mari lagi, jangan lewat jam sembilan, ye. Kite udeh rapi. Orang Betawi makan bubur buat sarapan,” tegas nenek yang cekatan dan ceriwis ini. Ngarti, Cik.

A post shared by Dari Halte Ke Halte (@darihalte_kehalte) on Jun 19, 2019 at 6:51pm PDT

Beranjak dari Instagram dan Twitter, rencananya warga Jakarta dan wisatawan juga bisa mengakses Dari Halte Ke Halte lewat Youtube.

“Saat ini kami baru sanggup menangani dua platform, Instagram dan Twitter, tapi kami berencana untuk mengembangkannya ke Youtube. Pembuatan buku sedang dalam proses penjajakan. Selain itu, kami sedang mengembangkan sebuah situs web dwibahasa, Indonesia dan Inggris,” tutur Bowo.

Kabar baiknya, DHKH juga sedang menggodok konsep “ngider bareng” bersama para HalTeman untuk memfasilitasi Kamu yang ingin jalan-jalan bersama.

Menggerakkan perekonomian

Masifnya informasi seputar aktivitas wisata di ibu kota, terutama kuliner, dirasakan pihak Dari Halte Ke Halte berdampak cukup positif. Ada tempat makan yang relatif baru, namun merasakan lonjakan pengunjung yang signifikan sejak dipromosikan oleh akun tersebut.

“Ada yang menyampaikan langsung kepada HalteMin, ada juga yang menyampaikannya kepada para HaiTeman yang berkunjung kemudian menceritakan kembali di media sosial mereka,” tuturnya.

Salah satu yang paling baru, kisah Bowo, adalah Dimsum Arsyif yang terletak di Jalan Blora. Bapak penjual dimsum bercerita biasanya dagangan miliknya baru habis selepas maghrib.

“Pagi ini (14/8), sudah kehabisan stok dan sedang menunggu pasokan baru setelah dipromosikan DHKH,” katanya.

Contoh lainnya adalah Nasi Bebek Cak Malik di Jalan Wahid Hasyim, dan Pecel Madiun Boma di Jalan Fatmawati. Keduanya, tutur Bowo, juga dilaporkan mengalami lonjakan pengunjung sejak dipromosikan.

“Sampai sekarang kami tidak percaya bahwa efeknya bisa sebesar ini. Di sisi lain, kami senang karena tujuan membantu memajukan UMKM bisa tercapai. Harapannya adalah semoga usaha mereka bisa semakin berkembang lebih pesat dan ikut memajukan perekonomian rakyat,” ujar Bowo.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Minggu lalu akhirnya kesampaian juga mencoba dimsum gerobakan bernama Dimsum Arsyif rekomendasi HalTeman @putrizizahs yang lokasinya tepat di depan Stumpy Coffee. Nama Arsyif diambil dari akronim nama dua anak Pak Aan, pembuatnya, yang bernama Arhan dan Syifa. Tapi Pak Aan hanya bertugas membuat dimsum, sementara yang berjualan di Jalan Blora ini—sekitar 100 m dari Stasiun KRL Sudirman—adalah dua orang bersahabat, yaitu Pak Jarno dan Pak Toto. Bingung dengan semua nama ini? Nggak usah dipikirin karena yang penting dimsum bikinan Pak Aan—yang kabarnya pernah bekerja di Hotel Shangri-La—dan dijual oleh Pak Jarno dan Pak Toto ini rasanya enak. Nggak kalah dengan dimsum di restoran yang harganya lebih mahal daripada yang dijual di sini. Kalau lihat daftar menunya, ada sembilan jenis dimsum yang bisa dicoba. Tapi sepertinya yang selalu tersedia hanya empat, yaitu ayam, udang, jamur, dan cumi. Harganya Rp11 ribu per porsi yang berisi empat potong dimsum gurih nikmat yang disajikan dengan campuran sambal dan kecap yang rasanya pedas, manis, dan asin. Setiap hari, kecuali Sabtu, kedua bapak ini berjualan sejak pukul 5.30 pagi sampai sehabisnya stok dimsum yang mereka bawa atau sekitar pukul 5 sore. Sedangkan setiap hari Minggu mereka berjualan di seberang Halte TJ Tosari sesuai jam Hari Bebas Kendaraan Bermotor alias CFD. Tapi hari ini, ketika HalteMin datang pukul 11, Pak Jarno bilang kalau stok dimsum yang dibawa dari pagi sudah habis dan mereka sedang menunggu pasokan yang baru datang sekitar jam 1 siang. Baiklah, HalteMin bersabar menunggu sambil sekalian makan siang. Benar saja, ketika kembali stok dimsumnya sudah ada. Tapi tidak bertahan lama karena kabarnya jam 2-an pun sudah ludes semua. Oh ya, HalTeman yang rumah atau kantornya di sekitar Cawang, Dimsum Arsyif juga punya gerobak yang berjualan di depan Rumah Sakit Pusat Otak Nasional dan dijaga oleh putra Pak Jarno @abdillahnur11. Tapi jangan datang pagi-pagi ya, karena mereka baru buka jam 5 sore sampai sekitar jam 10 malam. Dan kalau HalTeman ingin memesan dalam jumlah banyak, bisa hubungi 087889298323 atau 085779991767. Selamat mencoba.

A post shared by Dari Halte Ke Halte (@darihalte_kehalte) on Aug 12, 2019 at 3:10am PDT

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com