Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Pesan Tarian Tepi Woja di Manggarai Timur, Flores

Kompas.com - 20/08/2019, 19:11 WIB
Markus Makur,
I Made Asdhiana

Tim Redaksi

WAELENGGA, KOMPAS.com — Masyarakat di Pulua Flores, Nusa Tenggara Timur memiliki warisan leluhur yang terus dilestarikan oleh generasi muda yang tersebar di berbagai di kampung.

Mulai dari Pulau Lembata hingga di Manggarai Barat, kearifan lokal dalam seni tari terus dirawat dan dipentaskan dalam berbagai event budaya dan pariwisata.

Baca juga: Tradisi Tengge Kain Songke dan Tradisi Lorang Khas Flores Barat

Tepi Woja terdiri dari kata "Tepi" yang berarti memisahkan dan "Woja" berarti padi. Jadi tarian Tepi Woja dapat diterjemahkan tarian memisahkan gabah padi.

Tarian ini mengingatkan kembali bagi generasi muda di era milenial bahwa leluhur orang Manggarai Timur pernah memakai doku atau nyiru sebagai bahan tepi woja.

Baca juga: Tradisi Gerep Rugha Manuk, Warisan Leluhur Orang Kolang di Flores

Pengembangkan seni tari itu dilaksanakan di lembaga pendidikan di seluruh Pulau Flores. Dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi di Pulau Flores.

Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.
Generasi penerus orang Flores terus menjaga dan mempertahankan berbagai jenis seni tari tersebut dengan mengikuti berbagai pergelaran seni tari di berbagai event-event budaya dan pariwisata.

Pementasan seni tari itu dilaksanakan di dalam lingkungan sekolah maupun event budaya. Pulau Flores kaya akan keanekaragaman berbagai jenis seni tari.

Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Katolik (SMPK) Waemokel di Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur merupakan salah satu dari sekian lembaga pendidikan di Pulau Flores yang terus merawat dan melestarian seni tari tersebut,

Ratusan seni tari yang terus dilestarikan di lembaga pendidikan ini adalah tarian Tepi Woja. Tepi Woja berarti memisahkan gabah padi dengan ampasnya.

Tarian ini mengenang leluhur orang Manggarai Timur yang memakai doku (nyiru) untuk memisahkan gabah padi. Kini, doku atau nyiru itu tidak dipakai lagi karena tersedia peralatan-peralatan modern di bidang pertanian.

Sekelompok penari SMPK Waemokel yang dilatih oleh penata seni tari, Belasius Jehamat dibantu Elvy Jehamat dan Leni Anis melatih siswi di sekolah tersebut untuk mementaskan tarian Tepi Woja saat malam Tos Kenegaraan pada HUT Ke-74 Republik Indonesia, Sabtu (17/8/2019) malam, di halaman Kantor Kecamatan Kota Komba di Waelengga.

Guru SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Sabtu (17/8/2019) mempersiapkan doku dan selendang sebagai bahan peralatan menari Tepi Woja oleh siswi SMPK Waemokel saat meriahkan HUT Ke-74 RI. Kali siswi SMPK Waemokel mementaskan tarian Tepi Woja khas Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Guru SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT, Sabtu (17/8/2019) mempersiapkan doku dan selendang sebagai bahan peralatan menari Tepi Woja oleh siswi SMPK Waemokel saat meriahkan HUT Ke-74 RI. Kali siswi SMPK Waemokel mementaskan tarian Tepi Woja khas Manggarai Timur.
Kali ini siswi dari SMPK Waemokel membawakan tarian Tepi Woja untuk memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba.

Sabtu malam para penari dari SMPK Waemokel menari Tepi Woja disaksikan Camat Kota Komba, Hermenegildus P Athman serta pejabat teras di lingkungan Kecamatan Kota Komba. Ratusan warga masyarakat di Kota Waelengga menyaksikan tarian Tepi Woja yang sungguh elok.

Para penari membawakan tarian Tepi Woja dengan menampilkan yang terbaik untuk memeriahkan HUT RI tahun ini.

Para penari juga turut serta membangkitkan generasi penerus di Kota Komba untuk menjaga dan merawat kearifan lokal sebagai identitas diri orang Manggarai Timur.

Saat menari, para penari memakai kain tenun khas Manggarai Timur, yakni perpaduan kain tenun songke dan kebaya. Kain tenun songke merupakan kain khas orang Manggarai Timur.

Untuk itu setiap event budaya dan pariwisata, para penari yang membawakan tarian daerah orang Manggarai Timur selalu memakai kain tenun songke.

Camat Kota Komba, Hermenegildus P Athman saat sambutannya pada Malam Tos Kenegaraan memberikan apresiasi yang tinggi atas kreativitas dari sekolah-sekolah di Kecamatan Kota Komba yang mementaskan kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur orang Manggarai Timur.

Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT Ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.
“Sekolah-sekolah di sekitar Waelengga, ibu kota Kecamatan Kota Komba dari SD hingga SMA sangat aktif dan kreatif dalam mengemas atraksi budaya untuk memeriahkan HUT RI di tingkat Kecamatan Kota Komba. Saya berharap kreativitas terus dipertahankan dan ditingkatkan demi peningkatan sumber daya manusia yang unggul sesuai tema HUT Ke-74 RI," ujarnya.

Kepala Sekolah SMPK Waemokel, Robertus Wahab kepada Kompas.com menjelaskan, lembaga pendidikan SMPK Waemokel terus merawat, menjaga dan mempertahankan kearifan lokal di Manggarai Timur.

Saat Upacara 17 Agustus 2019 di Lapangan Upacara Waelengga, 250 siswa dan siswi serta guru-guru dipercayakan sebagai paduan suara 17 Agustus dengan memakai kain adat dari seluruh Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

“Kami mengambil tema Kebhinnekaan Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur saat tampil sebagai anggota koor atau paduan suara pada Upacara Bendera Merah Putih di lapangan Upacara Waelengga, Sabtu, 17 Agustus 2019 ini. Dari tahun ke tahun, sekolah kami selalu berinovasi sesuai dengan konteksnya,” kata Robertus Wahab.

Selain itu, lanjut Wahab, saat Malam Tos Kenegaraan, siswi SMPK Waemokel yang dilatih oleh penata seni tari membawakan tarian Tepi Woja dan Lipa Songke. Inisiatif ini dilakukan atas pertimbangan khusus. Siswi menampilkan tarian yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

“Kali ini kami membawakan dua tarian saja. Tarian ini berbeda dengan tarian yang ditampilkan tahun sebelumnya saat memeriahkan HUT RI. Kami selalu berinovasi dan menampilkan yang berbeda dari tahun ke tahun. Di sekolah ada pendidikan budaya dengan mengajarkan berbagai seni tari khas masyarakat Manggarai Timur,” kata Robertus Wahab.

Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.

Penata Seni Tari SMPK Waemokel, Belasius Jehamat dibantu Elvy Jehamat dan Leni Anis kepada Kompas.com menjelaskan, tarian Tepi Woja dan Lipa Songke dipentaskan kali ini saat memeriahkan HUT RI tingkat Kecamatan Kota Komba.

Tarian Tepi Woja merupakan tarian yang berkaitan dengan pertanian. Zaman dulu leluhur, orangtua di Manggarai Timur memakai doku atau nyiru untuk menampi padi yang baru dipanen.

Kini, nyiru tidak digunakan lagi karena tersedia alat-alat modern seperti mesin giling padi untuk menampi padi dan beras.

Untuk itu, SMPK Waemokel berkreasinya menghadirkan tarian Tepi Woja agar generasi penerus di Manggarai Timur tidak lupa dengan apa yang diwariskan leluhur orang Manggarai Timur.

Mempromosikan Kearifan Lokal

Jehamat menambahkan, generasi muda sekarang di era milenial ini tidak tahu tentang tepi woja karena padi digiling dengan memakai mesin giling.

Beras juga tidak lagi dibersihkan dengan doku atau nyiru melainkan dibersih oleh alat-alat modern.

Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.KOMPAS.com/MARKUS MAKUR Para penari dari SMPK Waemokel, Kelurahan Watunggene, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Flores, NTT mementaskan tarian Tepi Woja, Sabtu (17/8/2019) saat memeriahkan HUT ke-74 RI tingkat Kecamatan Kota Komba. Penari SMPK Waemokel mempromosikan kearifan lokal yang berkaitan tradisi pertanian di wilayah Manggarai Timur.
“Sekolah kami terus merawat dan mempertahankan berbagai kearifan lokal di Manggarai Timur di era digital ini,” kata Belasius Jehamat.

Jehamat mengungkapkan, hidup di zaman teknologi ini, generasi muda tidak lagi menampilkan nyiru sebagai peralatan untuk menampi padi dan beras karena memakai alat-alat modern seperti mesin giling.

Tarian Tepi Woja bermaksud mengingatkan kembali bahwa nenek moyang orang Manggarai Timur memakai nyiru atau doku untuk memisahkan beras, padi dengan gabahnya.

Inilah sejumlah tarian khas Manggarai Timur yang terus dipertahankan di SMPK Waemokel, diantaranya Tarian Sanggu Alu, Tarian Kawane (tarian Toleransi), Tarian Lipa Songke dan Tarian Tepi Woja.

Selain tarian tradisional, ada juga tarian modern yang dipentaskan oleh siwa dan siswi SMPK Waemokel sesuai dengan perkembangan tarian modern.

“Saat HUT RI tahun ini, SMPK Waemokel menampilkan dua atraksi budaya, yakni Tarian Lipa Songke dan Tepi Woja. Dan juga menampilkan Kebhinnekaan Pakaian adat Nusa Tenggara Timur saat menyanyikan Lagu Indonesia Raya dan lagu-lagu perjuangan pada Puncak Upacara 17 Agustus 2019 di Lapangan Upacara Waelengga,” tambah Belasius Jehamat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com