Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Menyelisik Potensi Wisata Ramah Muslim di Indonesia

Kompas.com - 05/09/2019, 10:42 WIB
Anissa DW,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didin Junaedi menjelaskan, hingga kini masih banyak pihak salah dalam mengartikan konsep wisata halal. Menurutnya, konsep itu lebih cocok disebut Pariwisata Ramah Muslim (PRM).

Dia menjelaskan, konsep dalam pariwisata halal adalah muslim friendly atau destinasi ramah muslim. Salah satu kunci utama konsep ini, yaitu tidak menghilangkan atau mencabut akar budaya yang sudah tertanam kuat di suatu daerah. Bahkan, tidak mengganggu sama sekali.

“Bali bisa menjadi contoh bagus. Bali itu muslim friendly. Kebutuhan wisatawan muslim di sana bisa dipenuhi dengan baik, tapi kebiasaan dan adat istiadat mereka tidak terganggu,” ujar Didin.

Buktinya, kata Didin, Raja Salman asal Arab Saudi berkunjung ke sana. Artinya, Ia tidak terganggu saat berada di Bali dan malah sangat menikmati berwisata di Bali. Itulah pariwisata.

Baca juga: Berburu Paket Perjalanan Ramah Muslim di Korea Travel Fair 2019

Didin menambahkan, sebuah destinasi wisata harus terbuka bagi semua wisatawan. Destinasi baik adalah destinasi yang menyediakan semua kebutuhan wisatawan sebagai customers-nya. Baik kebutuhan kuliner, ibadah, dan lain-lainnya.

“Banyak kemudian masyarakat hanya terjebak dengan istilah halal, tapi tidak mengetahui seperti apa sih konsepnya. Akhirnya, hanya polemik dan beda pendapat yang lama-lama bisa menimbulkan dampak tidak sehat,” papar Didin.

Padahal seharusnya tidak begitu. Menurutnya, pariwisata itu mencari tempat nyaman, suasana damai, kekerabatan, kekeluargaan. Bukan sebaliknya.

Didin berharap, polemik terhadap isu-isu wisata halal itu tidak berkelanjutan dan menimbulkan masalah baru. Sebelum menjadikan polemik, pelajari dahulu dengan baik. Menurutnya, masyarakat harus mencari contoh dari konsep ini, termasuk dampak positifnya.

Baca juga: Saat Liburan ke Luar Negeri, Wisatawan Muslim Disebut Sulit untuk Beribadah

Telebih, tambah Didin, bagi daerah atau kawasan yang tidak sedang diprogram secara khusus oleh Kementerian Pariwisata (Kemenpar) untuk menjadi destinasi muslim friendly, seperti Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, dan Aceh.

Menengok Thailand

Lebih lanjut, Didin mengatakan, Pariwisata Ramah Muslim (PRM) hanyalah sebuah produk pariwisata. Bahkan, negara-negara non muslim, seperti Thailand menerapkannya.

Didin bercerita, Thailand berani memproklamirkan diri sebagai destinasi wisata ramah muslim, meski jumlah penduduk muslimnya tidak banyak. Masakan muslim friendly, katanya, juga pasti tidak sebanyak di Indonesia.

“Mereka melihat customers-nya, mereka melihat ada pasar besar yang bisa didapat. Maka mereka menyiapkan produknya,” ungkap dia dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (5/9/2019).

Didin menyebut, pariwisata halal ini dimunculkan sejumlah negara untuk menjaring wisatawan muslim, yang sensitif dengan makanan. Itupun, menurut Didin, tidak akan mengubah budaya, tradisi, dan adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh mereka.

Baca juga: Hongkong Terus Berbenah Pikat Wisatawan Muslim

“Pergerakan wisatawan muslim di dunia sangat besar. Saat ini, wisatawan muslim membuka diri terhadap destinasi di penjuru dunia. Potensi pasar inilah yang dibaca. Makanya negara seperti Thailand pun membuat pariwisata halal,” papar Didin.

Apakah kemudian Thailand menjadi negara muslim? Didin dengan tegas menjawab tidak.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com