Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Usul Cenil dan Tiwul, Jajan Pasar khas Jawa

Kompas.com - 07/09/2019, 11:14 WIB
Albert Supargo,
Ni Luh Made Pertiwi F.

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lee Seung Gi, aktor Korea Selatan baru-baru ini bertandang ke Yogyakarta. Salah satu hal yang menarik dari kunjungannya adalah Lee Seung Gi mampir ke lokasi berjualan Mbah Satinem.

Baca juga: Sarapan Cenil Mbah Satinem yang Legendaris ala Lee Seung Gi

Mbah Satinem merupakan pedagang legendaris yang menyajikan aneka jajanan tradisional, seperti lupis, gatot, tiwul, hingga cenil. Kunjungan Lee Seung Gi ke tepi jalan sekitar Tugu Yogyakarta, tempat biasanya Mbah Satinem berjualan, sempat viral di media sosial.

Momen artis Korea Selatan Lee Seung Gi jajan cenil Mbah Satinem. (tangkapan layar akun instagram @ditapratiwi_)Kompas.com/SHERLY PUSPITA Momen artis Korea Selatan Lee Seung Gi jajan cenil Mbah Satinem. (tangkapan layar akun instagram @ditapratiwi_)

Jajanan pasar sendiri dalam istilah Bahasa Jawa disebut "nyamikan". Menurut Heri Priyatmoko, sejarahwan sekaligus pengajar progam studi sejarah Universitas Sanata Dharma, jajanan pasar masuk kategori makanan ringan.

"Jajan pasar tersebut telah ada lama di Jawa,” kata Heri saat dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (4/9/2019).

Ia menjelaskan bahwa asal muasal tiwul atau thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari ketela pohon atau singkong. Menurutnya, penduduk Wonosobo, Gunungkidul, Wonogiri, Pacitan, dan Blitar, dikenal mengonsumsi jenis makanan ini sehari-hari.

Tiwul yang berbahan baku singkong dijadikan pengganti nasi ketika harga beras tidak terbeli oleh masyarakat pada era penjajahan Jepang tahun 1960-an. Tiwul dibuat dari singkong yang dijemur hingga kering, atau biasa disebut gaplek. Gaplek ditumbuk hingga halus, kemudian dikukus hingga matang,” jelas Heri.

Pada masa lalu, lanjut Heri, tiwul dimakan layaknya nasi, dengan tambahan lauk pauk serta sayuran. Hal ini amat berbeda dengan yang ada saat ini.

"Tiwul (saat ini) umumnya disandingkan dengan parutan kelapa dan siraman gula merah,” jelasnya.

Selain itu, ada banyak variasi penyajian dan bahan pelengkap yang bisa ditambahkan. Di antara bahan pelengkap tersebut antara lain ketan hitam, jagung rebus pipilan, dan singkong rebus yang diserut.

Apa itu cenil?

Menurut Heri, cenil adalah produk lokal yang sederhana tetapi cukup digemari. Cenil sendiri sudah ada sejak masa lampu jika merujuk pada Serat Centini (1814).

"Artinya (sudah) dua abad silam, panganan ini sudah akrab dengan lidah masyarakat Jawa. Tapi bisa diyakini pula pada era Mataram Kuno abad VIII makanan tersebut sudah muncul,” ujar Heri.

Cenil terbuat dari campuran tepung sagu dan air yang dimasak di atas api sambil terus diaduk hingga kental. Setelah jadi, adonan ini akan dilapisi dengan kelapa parut, garam, daun pandan.

Selain sebagai makanan tradisional, ternyata kedua makanan ini memiliki andil sejarah makanan Nusantara.

“Kedua makanan ini sering dikaitkan dengan makanan orang miskin. Justru kedua makanan ini adalah bentuk ketahanan pangan yang menyumbang kekayaan bahan makanan di Nusantara,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com