Berikut ini teremahannya:
“Lampu lalu lintas di perempatan Malioboro. Sampai malam aku sendiri di sana. Lalu lintas berlalu-lalang yang beragam. Semua tidak tahu rasanya hati di dalam dada.”
“Malioboro, jadilah saksi kisahku. Sampai sekarang, cintaku untuk dirimu. Selalu kusiram dengan tetes air mataku. Sampai kapan dirimu ingat aku.”
Lagu ini mengisahkan seseorang yang sedang sendiri dalam keramaian Malioboro hingga larut malam. Itu karena kekasih yang telah pergi meninggalkannya.
Gunung Api Purba Nglanggeran merupakan salah satu obyek wisata yang masih relatif baru di Yogyakarta jika dibanding Pantai Parangtritis dan Malioboro.
Sesuai namanya, obyek wisata ini dulunya merupakan gunung api pada zaman purba. Selain itu, Nglanggeran menyajikan panorama dari ketinggian yang memukau sehingga banyak dikunjungi wisatawan.
Gunung Api Purba Nglanggeran pun menjadi latar belakang kisah galau pada lagu Didi Kempot berjudul Banyu Langit. Berikut ini adalah penggalan lirik lagu Banyu Langit:
“Adheme Gunung Merapi Purba, melu krungu swaramu ngucapne apa. Adheme Gunung Merapi Purba, sing ning Nglanggeran, Wonosari, Yogyakarta.”
Berikut ini terjemahannya:
“Dinginnya Gunung Merapi Purba, ikut mendengar suaramu mengucapkan apa. Dinginnya Gunung Merapi Purba, yang di Nglanggeran, Wonosari, Yogyakarta.”
Baca juga: Menikmati Syahdunya Petang di Embung Nglanggeran, Gunungkidul
Hampir sama dengan lagu berjudul Parangtritis. Lagu Banyu Langit juga mengisahkan seseorang yang ditinggal oleh kekasihnya. Padahal sang kekasih sudah berjanji ketika di Nglanggeran bahwa perginya hanya sebentar saja.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.