JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis dan penulis Soe Hok Gie berangkat menuju Gunung Semeru pada 12 Desember 1969.
Baca juga: Bukan Ikut Tren, Ini Alasan Soe Hok Gie Gemar Naik Gunung
Bersama temannya, Aristides, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rdy Badil, dan dua anak didik Herman Idhan Dhanvantari Lubis serta Freddy Lodewijk Lasut, Hok Gie berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 ke Stasiun Gubeng Surabaya.
Pendakian kali ini istimewa bagi Hok Gie, lantaran pada 17 Desember ia akan merayakan ulang tahun ke-27.
Baca juga: Soe Hok Gie dan Perannya yang Unik Saat Pendakian Gunung
Dalam buku Seri Buku Tempo: Gie dan Surat Surat yang Tersembunyi terbitan Kepustakaan Populer Gramedia bekerja sama dengan Tempo Publishing dijelaskan runut pendakian Gie di Gunung Semeru yang berujung petaka.
Tim berbekal buku terbitan Belanda tahun 1930 tentang panduan Naik Semeru. Mereka menggunakan jalur yang tak umum.
Jika biasanya penduduk mendaki menggunakan Desa Ranupane dengan jalur landai, tim mendaki lewat Kali Amprong mengikuti pematang Gunung Ayek Ayek, sampai turun ke arah Oro Oro Ombo.
Tiba di Oro Oro Ombo, tim mendirikan kemah. Di sini rekan Hok Gie, Aristides bermimpi buruk. Ia mimpi terjadi kecelakaan di gunung dan melihat tiga mayat. Kisah mimpinya ia simpan rapat agar kawan pendakiannya tak menjadi kecut.
Melanjutkan perjalanan dari Oro Oro Ombo, Aristides memimpin dengan berjalan di depan. Pandangan jalan terutup kabut.
Hok Gie mengambil alih komando, di tengah perjalanan Hok Gie tampak termenung.
"Saya tanya kenapa dia bilang, 'Saya takut'," kata Aristides.
Perjalanan terus dilanjutkan, Di Recopodo mereka membentangkan ponco untuk jadi tempat perlindungan, meninggalkan tas dan tenda.
Mereka membawa minuman untuk bekal menuju puncak. Rombongan dibagi menajdi dua kelompok. Aristides, Hok Gie, Rudy Badil, Maman, Wiwiek, dan Freddy. Sedangkan Herman bersama Idhan.
Sampai di Puncak Mahameru jelang sore, tenaga mereka sudah habis. Hok Gie menunggu Herman yang tertinggal di belakang. Tiba-tiba rekan satu lagi Maman, mulai meracau. Akhirnya Aristides dan Freddy bahu membahu membawa Maman kembali ke shelter.
Sebelum Badil turun, Hok Gie menitipkan batu dan daun cemara untuk diberikan kepada teman-teman perempuan yang dekat dengannya. Ia juga menitipkan kamera Aristides.
Herman dan Idhan akhirnya tiba di Puncak Mahameru. Sesampainya di sana, Hok Gie sedang dalam kondisi duduk dan kemudian Idham ikut duduk, tetapi Herman tetap berdiri.
Karena duduk itu, menurut Herman, Hok Gie dan Idhan menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen. Herman bercerita kondisi Hok Gie sudah sangat lemas.
"Tahu-tahu dia enggak ngomong, menggelepar," jelas Herman.
Hok Gie meninggal di gunung tertinggi Pulau Jawa karena menghirup gas beracun, beberapa jam sebelum genap berusia 27 tahun. Selang waktu singkat, Idhan meninggal menyusul Gie.
Evakuasi jenazah Gie dan Idhan dilakukan dengan proses yang terbilang panjang. Pada 24 Desember, jenazah keduanya tiba di rumah masing-masing. Kemudian disemayamkan di Fakultas Sastra UI Rawamangun.
Usai penghormatan terakhir, Hok Gie dan Idhan dikubur di TPU Menteng Pulo, Jakarta. Setahun kemudian jasad Hok Gie dipindah ke TPU Tanah Abang karena ibunya sering dipalak preman.
Pada 1975, sebagain lahan makam dibangun Kantor Walikota Jakarta Pusat sehingga keluarga memutuskan mengkremasi jasad Hok Gie. Abunya disebar di tempat favoritnya, Lembah Mandalawangi, Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat.
"Kami tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau mengenal obyeknya," kata Hok Gie kepada beberapa pengusaha yang membantunya saat akan mendaki Gunung Slamet seperti dikutip dari buku Soe Hok Gie Zaman Peralihan terbitan Penerbit Buku Populer Gagas Media.
"Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat, karena itulah kami naik gunung," ungkapnya.
Masa kecil Soe Hok Gie
Aktivis sekaligus penulis Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Ia bersekolah di SMA Kolese Kanisius.
Kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1962 sebagai mahasiswa Fakultas Sastra di jurusan Sejarah sampai tahun 1969.
Baca juga: Mendaki Semeru, Mengenang Soe Hok-Gie dan Rudy Badil
Setelah itu, ia melanjutkan berkarya di UI sebagai dosen. Hok Gie terkenal sebagai seorang aktivis yang menyampaikan kritik-kritik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto.
Tahun ini merupakan peringatan 50 tahun kematian Soe Hok-Gie. Oleh karena itu, Kompas.com bekerja sama dengan Kerabat Pencinta Alam dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) menyelenggarakan kegiatan bertajuk “Jejak Pendaki Semeru”.
Kegiatan ini berlangsung pada 15-22 September 2019. Dalam kegiatan Jejak Pendaki Semeru, tim Kompas.com akan melakukan pendakian ke Gunung Semeru.
Baca juga: Bakal Seru, Kompas.com Gelar Acara Jejak Pendaki Semeru
“Jejak Pendaki Semeru merupakan salah satu acara untuk mengakrabkan solidaritas pencinta alam di Indonesia. Tahun ini juga bertepatan dengan 50 tahun kematian Soe Hok-Gie dan juga berpulangnya senior kami, wartawan Harian Kompas, Rudy Badil,” kata Penanggung Jawab Jejak Pendaki Semeru Kompas.com, Aris F Harvenda saat flag off ceremony di kantor Kompas.com, Jakarta, Jumat (13/9/2019).
Tak hanya pendakian, kegiatan juga termasuk bakti sosial lingkungan dan Malam Renungan Jejak Pendaki Semeru yang berlangsung di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Kegiatan Jejak Pendaki Semeru Kompas.com, disponsori oleh Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia. Jejak Pendaki Semeru juga didukung oleh perusahaan asuransi jiwa FWD Life Indonesia dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Liputan Khusus Jejak Pendaki Semeru dikemas dalam liputan multiplatform lintas desk yaitu Otomotif, Travel, dan Multimedia Kompas.com.
Simak kisah perjalanan tim Kompas.com di Liputan Khusus “Jejak Pendaki Semeru”.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.