Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk, Icipi Dodol Lidah Buaya Gunungkidul

Kompas.com - 24/09/2019, 20:21 WIB
Markus Yuwono,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com—Ada yang baru dari Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Namanya, dodol lidah buaya.

Selama ini dodol lidah buaya kebanyakan berasal dari Kalimantan Barat. Nah, beberapa pekan ini, warga Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, juga memproduksi dodol ini dalam beragam varian rasa.

"Untuk dodol, baru dua bulan terakhir menemukan resep paling pas," kata salah satu penggiat tanaman lidah buaya di Katongan, Alan Evendi, saat dihubungi Senin (23/9/2019).

Menurut Alan, sebagian besar warga Desa Katongan menanam lidah buaya. Sebelum dodol, ujar dia, produk tanaman ini sudah lebih dulu dikembangkan juga menjadi beragam olahan makanan dan minuman lain.

Adapun bahan-bahan membuat dodol lidah buaya antara lain tepung ketan dan daging lidah buaya. Komposisi lidah buaya mencapai 45 persen dari total bahan.

Untuk rasa, ditambahkan perasa alami seperti buah nangka, cokelat, pandan, buah naga, atau jahe.

"Untuk perasa kita menggunakan produk alami, tidak ada yang menggunakan kimia, dan sebagian di antaranya diperoleh langsung dari masyarakat sekitar," ucap Alan.

Rasa dodol lidah buaya didominasi manis, tetapi tak semanis dodol pada umumnya. Mengonsumsi beberapa biji dodol ini tak membuat perut dan mulut terasa penuh. Teksturnya yang lembut menjadi tambahan daya tariknya sebagai camilan.

Tak pakai pengawet

Alan mengakui, produk dodol lidah buaya ini belum dapat bertahan lama. Karena, kata dia, tidak ada penggunaan bahan pengawet. 

Dijual seharga Rp 10.000 per bungkus isi 10 biji, dodol lidah buaya produk Gunungkidul ini bisa bertahan 8 hari. Hal itu berbeda dengan produk minuman berbahan lidah buaya yang sudah dapat bertahan hingga 30 hari.

"Kalau minuman bertahan sampai 30 hari dengan teknologi dari LIPI, yakni alat tepat guna dengan cara dipanaskan dan didinginkan dengan cepat," ungkap Alan. 

Pesanan untuk produk minuman, imbuh Alan, sudah banyak, terutama dari Jawa Tengah dan Jakarta.

"Dengan formulasi ini nantinya (diharapkan) bisa menjangkau wilayah luas," kata dia.

Potensi agrowisata

Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi, mengapresiasi masyarakat di Desa Katongan yang mengembangkan agrowisata dan berdampak pada peningkatan perekonomian.

"Ini bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat di Gunungkidul. Bagi mereka yang tempatnya tidak ada destinasi wisata bisa mengembangkan  agrowisata seperti ini. Saya rasa cocok di Gunungkidul," ujar dia.

Agrowisata di Desa Katongan ini bisa ditiru wilayah lain karena tanaman lidah buaya tidak mengganggu tanaman lain yang tumbuh di satu lokasi.

Lidah buaya bisa ditanam di pot, polybag, ataupun lahan yang sempit. Dari pengamatan di Desa Katongan, hampir sebagian besar rumah penduduk memiliki tanaman ini di halaman atau di depannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com