Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Rahasia Pedagang Kopi Keliling Tetap "Santuy" Saat Demo Mahasiswa Rusuh

Kompas.com - 29/09/2019, 16:18 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ni Luh Made Pertiwi F.

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Demonstrasi mahasiswa yang berakhir ricuh pada 24 September 2019 kemarin menyimpan kisah tersendiri bagi dua pedagang kopi keliling.

Para pedagang kopi keliling kerap muncul di tengah keramaian Jakarta, termasuk saat ada demonstrasi. Berbagai foto dan video yang viral di media sosial menampilkan mereka yang tampak santuy alias santai, saat berdagang di tengah keramaian demonstrasi.

Baca juga: Kumpulan Pedagang Santuy di Aksi Demo Mahasiswa 24-25 September

Dua kisah berikut ini mampu meyakinkan kami bahwa gelar "pahlawan kesantuyan" jatuh kepada pedagang kopi keliling.

Seperti Riki dan Dadang, keduanya pedagang kopi keliling yang mempunyai kisah unik ketika tetap berdagang selama demonstrasi mahasiswa 24 dan 25 September 2019 lalu.

Kaki sempat terinjak demonstran saat berjualan, Riki tetap santuy

Kisah pertama dimulai dari Riki (54), pedagang Starling asal Solo. Awalnya, Kompas.com cukup kesulitan menghampiri Riki yang tengah mengayuh sepedanya ke arah Kompleks Parlemen MPR Senayan.

Meski terkesan terburu-buru, Riki tetap menerima ajakan mengobrol. Ia menceritakan kisah yang paling ia ingat ketika berjualan ketika demonstrasi 24 September 2019 yang diikuti oleh sebagian besar mahasiswa. 

"Waktu itu saya posisi depan Stasiun Palmerah, awalnya saya emang udah tau kalau bakal ada demo, soalnya udah banyak polisi, terus ada mahasiswa yang bawa poster gitu, ini pasti demo, mas," kata Riki kepada Kompas.com saat ditemui di depan Halte Stasiun Palmerah, Sabtu (28/9/2019).

Hari semakin sore, kala itu suasana semakin ramai pula katanya. Massa semakin banyak yang berdatangan di sekitaran Palmerah.

Saat itu, dia masih santai berjualan hingga demonstrasi akhirnya menjadi rusuh pada sore menjelang malam.

"Nah, pas jam-jam 7 apa 8 saya lupa, itu pada gerak ke sini, rame banget, itu kaki saya hampir keinjek demonstran yang pada lari ngindarin water cannon, saya pegang sepeda saya biar ngga ketubruk mereka," cerita dia.

Ketika ditanya apakah Riki panik saat kejadian itu, ia mengaku sempat panik, karena ia berpikir tidak akan sericuh itu.

"Panik sih iya, tapi ya itu, saya tetep jualan, saya pegang sepeda saya terus tunggu mereka pada pergi menjauh dari dagangan saya ini, lalu jualan lagi," katanya.

Benar saja, suasana ricuh akhirnya sempat berhenti sejenak pada pukul 20.00 WIB. Waktu itu, tak sedikit mahasiswa yang mulai kelelahan dan membeli kopi starlingnya untuk santai sejenak.

Selang beberapa jam, kericuhan kembali "pecah". Saat itulah, Riki berpikir bahwa dirinya harus benar-benar pulang, karena ia pikir ini sudah terlalu malam dan resiko jika ia tetap berjualan akan lebih tinggi.

"Saya takut jadi korban, jadi saya pulang aja jam 10 malem itu," katanya.

Ia mengaku bahwa dirinya harus tetap berjualan karena ingat anaknya yang ia kuliahkan di Universitas Sebelas Maret, Solo, Jawa Tengah.

"Dari jualan ini, saya bisa kuliahkan anak saya, dia kuliah akuntansi di Universitas Sebelas Maret," ujarnya. 

Ia melanjutkan, omset penjualan ketika demonstrasi kemarin tidak terlalu tinggi, tetapi terbilang menguntungkan baginya.

"Dapet 300-400 kemarin, lumayan," tuturnya.

Pedih Kena Gas Air Mata, Dadang Tetap Santuy

Lain cerita dengan Dadang, pedagang Starling asal Serang. Ia menceritakan kisahnya ketika berjualan saat demonstrasi terjadi. Dadang sempat menahan pedihnya gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian.

Dadang tengah membuatkan kopi sembari bercerita kisahnya berjualan saat demonstrasi 24 September 2019Nicholas Ryan Dadang tengah membuatkan kopi sembari bercerita kisahnya berjualan saat demonstrasi 24 September 2019
"Saya jualan awalnya di TVRI dari siang jam 1, kan itu demo sampe malem ya, pas sore saya kena gas air mata tuh, pedih bener rasanya, gak kuat saya," kata Dadang kepada Kompas.com saat berjualan di samping Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Sabtu (28/9/2019).

Walau begitu, Dadang ternyata tidak pulang meski terkena gas air mata. Ia tetap berjualan meski berpindah-pindah tempat. 

"Dari TVRI, kena gas air mata pindah ke depan Hotel Mulia, terus pindah lagi ke arah Patal Senayan," ujarnya.

Lantas ia berpindah jualan di depan Permata Senayan. Saat itu, ia merasa yakin bahwa dirinya benar-benar sudah aman dari situasi mencekam.

Ketika ditanya siapa saja para pembeli yang menikmati kopi bikinannya itu. Ia mengatakan justru lebih banyak polisi dibanding mahasiswa.

"Mahasiswa sama pelajar kemarin banyakan beli aqua air putih, tuh di dia tuh (sambil menunjuk pedagang minuman seperti aqua yang berjualan di sampingnya)," tutur Dadang.

Menurut Dadang, polisi lebih banyak yang membeli kopinya. Mereka biasa beli langsung banyak.

Ini terjadi ketika jam-jam sudah mulai agak tenang, meski diakuinya setelah itu demonstrasi berubah menjadi semakin ricuh. Ia pun menyudahi jualan pada hari itu.

Sama seperti Riki, ketika ditanya tentang semangat apa yang dipegang sehingga tetap berjualan meskipun ada demonstrasi, Dadang mengatakan bahwa keluargalah semangat hidupnya.

"Ya, keluarga, saya kan di sini ngekos tuh di belakang Kompas, balik juga sebulan sekali, keluarga di Serang semua, anak masih kecil-kecil, saya harus punya duit," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com