Joko mengungkapkan, rangkaian kegiatan berlanjut pada kegiatan lain sampai malam. Setelah Nglarak Blarak berlanjut dengan Parade Penyanyi Campursari.
Di hari-hari berikutnya ada pertunjukkan wayang menggunakan tiga kelir atau layar. Kemudian pertunjukkan Sendratari Sugriwa Subali dan Sendratari Api di Bukit Menoreh sebagai ikon Kulon Progo.
Kegiatan olah raga tradisional lain adalah pertandingan jemparingan atau memanah tradisional tingkat nasional.
Baca juga: Kamijoro, Taman Bendungan Paling Instagenic di Kulon Progo
Belum lagi ada macapatan massal, karawitan dan paduan suara maupun flashmob.
Warga-warga dari pegunungan juga turun ke MAF untuk mengikuti festival bulan purnama sambil bermain musik dari lesung penumbuk padi.
Dalam gelar MAF 2019 ini pemerintah juga memberi anugerah bagi sejumlah tokoh budaya. Pemerintah juga merilis buku berjudul "Sanun" yang menceritakan kisah seorang tentara pelajar asli Kulon Progo yang jadi polisi lantas terbunuh di lapangan Shanun di Kecamatan Sentolo.
"Kami juga akan memberikan anugerah kepada beberapa tokoh budaya," kata Joko.
Pemerintah berharap dengan adanya festival ini dapat memperkenalkan kebudayaan yang telah ada di Kulonprogo ke pada masyarakat luas.