YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Berkunjung ke Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, tak ada salahnya mencicipi makanan khas Gunungkidul yang yang masih bertahan seperti Jenang Dawet. Kuliner yang dibuat oleh alm Karto Yatinah yang dikenal Mbah Dawet ini dijual sejak tahun 1965.
Jenang Dawet ini dijual menggunakan mangkok kecil, berisi dawet, santan, gula jawa cair, jenang sumsum dan jenang ngangrang.
Rasa manis kuah dicampur gurihnya dan lembutnya bubur sumsum, sedikit manis jenang ngangrang, hingga kekenyalan dawet, membuat semua kalangan menyukai kuliner ini.
Tak sulit untuk membeli jenang dawet. Kamu tinggal cari Taman Bunga Wonosari yang berada tepat di pojokan. Di sana sudah ada tulisan Jenang Dawet di banner yang cukup besar.
“Jenang dawet itu dibuat ibu saya sejak tahun 1965, dan memiliki banyak penggemar dan pelanggan setia hingga saat ini,” kata anak keempat Mbah Dawet, Karti, saat ditemui di Kiosnya Sekitar Taman Bunga, Kota Wonosari, Jumat (18/10/2019).
Baca juga: Jalan-jalan ke Boyolali, Nikmati Segarnya Es Dawet Durian
Menurut dia, rahasia asli masih bertahan diantara jajanan kekinian saat ini. Hingga sekarang, ia tetap menggunakan bahan alami tanpa pemanis buatan sehingga orang yang membeli tidak kapok.
Dawet dan bubur sumsum dibuat dari tepung beras, sementara jenang ngangrang dari ketan. Harga awal Jenang Dawet yaitu Rp 10 hingga saat ini Rp 3.500 per porsi.
“Semua dibuat sendiri, tanpa pengawet, dan pemanis buatan. Saya membantu ibu saya sejak usia 9 tahun hingga saat ini,” ucapnya.
Mbah Dawet sendiri sudah meninggal sejak tahun 2016 lalu. Saat ini usaha diteruskan oleh putra putrinya.
Selain buka di sekitar Taman Bunga, Kota Wonosari, tepatnya di Dusun Pandansari, Desa Wonosari, anak yang lain ada yang buka cabang di Siono, Semanu, dan Siraman.
“Dulu awalnya pindah-pindah, sampai akhirnya disini. Pindah-pindah karena dulu hanya diemper toko,” ucapnya.
“Banyak pelanggan setia, sejak kecil hingga dewasa. Bahkan ketika libur lebaran banyak yang dari kota datang hanya untuk minum Jenang Dawet,” ucapnya.
Baca juga: Mudik Keliling Jawa, Kenali Beberapa Es Dawet Ini!
Sejak pukul 03.00 WIB, dirinya sudah mulai memasak jenang, dibantu 6 orang lainnya. Memasak masih menggunakan cara tradisional yakni menggunakan tungku dengan kayu bakar.
“Hingga saat ini masih mempertahankan cara memasak sejak ibu saya dulu. Gak perlu bahan pengawet, karena pagi buka sekitar 07.30 WIB, paling siang jam 11.00 WIB sudah habis,” ujarnya.
Anak ketig Mbah Dawet, Parti mengatakan, awal berjualan ibunya hanya jenang dawet, ditambah camilan seperti Jambu air, dan tape.
Namun saat ini sudah banyak makanan pendamping seperti gorengan hingga aneka lauk. “Untuk yang dibuat sendiri hanya baceman, dan lainnya itu hanya titipan,” katanya.
Salah seorang pelanggan setia dari Kecamatan Playen, Sri mengatakan, sejak muda dirinya sudah membeli jenang dawet.
“Hingga sekarang punya cucu masih sering ke sini,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.