Share this page

Berkunjung ke Museum Multatuli Lalu Menyusuri Banyak Kisah Sejarah

Kompas.com - 21/Oct/2019 , 16:11 WIB

Berkunjung ke Museum Multatuli Lalu Menyusuri Banyak Kisah Sejarah

KOMPAS.com -  Museum Multatuli memaparkan sejarah Banten dengan sangat 'kekinian' di gedung kolonial dari 1923. Atraktif, dengan ilustrasi grafis dan sentuhan multimedia modern hingga artefak penting.

Di sana ada terdapat banyak hal, mulai dari edisi pertama Max Havelaar, patung Saidjah dan Adinda, hingga podcast sejarah.

Jika Anda sedang berada di Lebak, terlebih ketika berada di area alun-alun Rangkasbitung, tidak ada salahnya untuk 'merapat' ke Museum Multatuli.

Museum tersebut berada di sisi timur alun-alun, tepatnya berada pada sisi kanan Kantor Bupati, berdampingan dengan Perpustakaan Saidjah dan Adinda, perpustakaan daerah terbesar di Banten.

Museum Multatuli memang masih terhitung baru. Namun sejak diresmikan oleh Bupati Lebak Iti Octavia tanggal 2 Februari 2018, museum ini mendapat respons positif dari para wisatawan.

Isi beragam

Nama Multatuli memang cukup akrab, sering kita dengar dalam pendidikan sejarah. Nama ini tidak lain adalah nama pena dari Edward Douwes Dekker, yang terkenal dengan bukunya yang berjudul Max Havelaar.

Sebagai Asisten Wedana atau Pembantu Bupati Lebak kala itu, pria asal Belanda tersebut mendapat hati dari masyarakat maupun para tokoh atas 'perlawanannya' melalui tulisan terhadap pemerintah Hindia Belanda yang secara tidak adil dan semena-mena memperlakukan rakyat Indonesia.

Museum Multatuli bertempat di bangunan kuno yang dibangun sekitar 1923 yang merupakan kantor sekaligus kediaman Wedana Lebak saat itu.

Walaupun merupakan bangunan kolonial, namun sejarah yang ditampilkan dengan sangat 'kekinian'.

Di Museum Multatuli, sejarah dipaparkan dengan cara yang atraktif, dengan ilustrasi grafis yang modern dan sentuhan multimedia. Suasana tersebut memberi nuansa artistik yang berbeda, tidak seperti pada museum pada umumnya.

Museum Multatuli menyediakan berbagai informasi yang luas, seperti sejarah, pengetahuan, artefak, buku-buku, foto, podcast, infografis, multimedia, dan gambar.

Ada tujuh ruang yang disajikan, dimana setiap ruangan mewakili periode dalam sejarah kolonialisme. Jika dirangkum ada empat tema besar, yaitu sejarah datangnya kolonialisme ke Indonesia, Multatuli dan karyanya, sejarah Lebak dan Banten, serta perkembangan Rangkasbitung masa kini.

Begitu memasuki ruang pamer, penggalan tulisan Multatuli yang tenar " “Tugas Seorang Manusia Adalah Menjadi Manusia” menyambut pengunjung.

Hal menarik lainnya adalah bagaimana tulisan-tulisan Multatuli memberi pengaruh kepada para tokoh-tokoh gerakan kemerdekaan Indonesia, ini di sajikan di ruang keempat dalam museum ini.

Koleksi Museum Multatuli di antaranya novel Max Havelaar edisi pertama yang masih berbahasa Perancis (1876), litografi atau lukisan wajah Multatuli, peta lama Lebak, arsip-arsip Multatuli, dan buku-buku lainnya.

Ada juga bukti fisik, surat-menyurat Multatuli dengan pejabat Hindia Belanda tentang kondisi masyarakat Lebak.

Lanjut pada bagian luar, tepatnya di depan terdapat pendopo yang umum digunakan untuk beragam kegiatan seperti misalnya pameran, seminar, bedah buku, dan berbagai aktivitas lainnya.

Sementara di sisi kiri Museum Multatuli, pengunjung bisa berinteraksi dengan patung karya pematung terkemuka Dolorosa Sinaga yaitu Patung Multatuli, Saidjah dan Adinda. Patung-patung ini yang menjadi sasaran selfie bagi para pengunjung.

Baca artikel lainnya:

Melihat Pagoda Terbesar dan Termegah di Medan

Melihat Kemegahan Museum Mulawarman di Tenggarong

Hal-Hal yang Boleh dan Pantang Dilakukan di Kampung Baduy

Cari informasi mengenai destinasi lain yang tak kalah menarik. Jangan lewatkan kisahnya pada laman Pesona Indonesia.

KOMENTAR

Lihat Keajaiban Lainnya