Sebagaimana disebutkan, pariwisata berkelanjutan memperhatikan dampak lingkungan, sosisal, budaya, ekonomi lokal dengan memperhatikan caring capacity atau daya dukung lingkungan.
"Kita mengadakan pariwisata berkelajutan bahwa ketika membuat wisata tidak semata-mata membuka destinasi wisata seluas luasnya, tetapi tidak memperhitungkan (dampaknya). Misalnya saat ada wisatawan berarti butuh restoran, lalu ada sampah bagaimana pengelolaan limbah. Itu yang harus diperhitungkan," pungkas Valerina.
Ketika menyelenggarakan pariwisata berorientasi pada 3P (People Planet, Prosperity) atau masyarakat, planet, dan kemakmuran maka Valerina mengatakan akan dengan sendirinya menjadi wisata berkelanjutan.
Pariwisata berkelanjutan pada akhirnya tidak cuma penting bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Sebab dari survei terbaru yang dilakukan oleh Booking.com pada April 2019, 72 persen wisatawan percaya harus mulai beregerak dan memilih wisata berkelanjutan.
Ada 55 persen wisatawan global yang sekarang lebih memilih wisata berkelanjutan. Namun sayangnya mereka terbatas akan informasi dan pilihan akan wisata berkelanjutan.
Dengan kata lain, menjadi destinasi wisata berkelanjutan tak hanya dapat menjaga lingkungan, sosial dan budaya, serta memberi dampak ekonomi lokal tetapi juga dampak ekonomi yang lebih besar, untuk nasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.