Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata Berkelanjutan dan Mengapa Indonesia Butuh Ini

Kompas.com - 23/10/2019, 16:55 WIB
Silvita Agmasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor pariwisata di Indonesia saat ini sedang digenjot untuk sumber devisa. Pemerintah menargetkan ada 20 juta wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada 2019.

Pesatnya pembangunan di sektor pariwisata tampak dari kebijakan 10 destinasi wisata prioritas yang kemudian dikerucutkan menjadi 5 destinasi wisata super prioritas.

"Bahwa pengembangan destinasi prioritas wajib menggunakan sustainable tourism development. Jadi tidak ada keraguan dari teman-teman akivis lingkungan. Sebelum membangun resort utamakan lingkangan dan masyarakat sekitar," kata Menteri Pariwisata yang saat itu menjabat, Arief Yahya di acara Indonesia Sustainable Tourism Awards Festival (ISTAfest), Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

Susitanable tourism atau pariwisata berkelanjutan dijelaskan oleh Ketua Tim Percepatan Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan Kementerian Pariwisata Valerina Daniel adalah pariwisata yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan, sosial, budaya, ekonomi untuk masa kini dan masa depan bagi masyarakat lokal dan wisatawan.

"Kemenpar tidak hanya mengadaptasi subdefinisi dari UNWTO itu, tetapi juga membuat indikator Global Sustainable Tourism Council (GSTC) untuk membuat standarisasai sustainable tourism," jelas Valerina dihubungi Kompas.com, Kamis (10/10/2019).

Baca juga: Indonesia Sustainable Tourism Awards Festival Digelar, Apresiasi Bagi Pelaku Pariwisata Berkelanjutan

Dari sana ia menyebut keluar Peraturan Menteri Pariwisata Nomor 14 Tahun 2016 tentang pedoman pembangunan destinasi wisata berkelanjutan.

Dengan adaptasi Sustainable Development Goals (SDG) atau pencapaian pembangunan berkelanjutan sampai 2030, maka tujuan akhir dari parwisata berkelajutan di Kemenpar terdiri dari ketersediaan pekerjaan yang layak, produksi dan konsumsi yang berkelanjutan, dan konservasi ekosistem laut. Semuanya tertulis dalam peraturan menteri pariwisata tahun 2016.

Langkah yang dilakukan oleh Kemenpar untuk pencapaian pembangunan berkelanjutan pada 2030, salah satunya lewat ISTA (Indonesia Sustainable Tourism Awards).

"Jadi ISTA berfokus mensosialisasikan pedoman itu, supaya pengelola destinasi melakukan atau mengimplementasikan pedoman tersebut di destinasinya. Jadi semua destinasi bisa menerapkan indikator tersebut," jelas Valerina.

Wisatawan menikmati panorama Air Terjun Tumpak Sewu di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Minggu (9/4/2017).KOMPAS.COM/WAHYU ADITYO PRODJO Wisatawan menikmati panorama Air Terjun Tumpak Sewu di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Minggu (9/4/2017).

Ada empat kategori dan 104 indikator yang dijadikan pedoman untuk pembangunan destinasi wisata berkelanjutan di Indonesia, yang dikeluarkan oleh Kemenpar. Informasi indikator tersebut dapat diakses oleh peserta ISTA lewat formulir.

Adapun empat kategori tersebut adalah pengelolaan destinasi pariwisata berkelanjutan, pemanfaatan ekonomi bagi masyarakat lokal, pelestarian budaya bagi masyarakat dan pengunjung, serta pelestarian lingkungan.

Sejak diadakan tahun 2017-2019, Valerina menyebutkan peserta ISTA terus mengalami peningkatan.

"Suatu tanda yang positif bagi kita Kemenpar karena respon dari destinasi sangat psotif tentang sustainable tourism. Kemenpar juga mengeluarkan SK Menteri Pariwisata agar 10 destinasi wisata prioritas dibangun berdasarkan wisata berkelanjutan," kata Valerina.

Ia juga berharap lewat ISTA dan ajang penghargaan pariwisata berkelanjutan internasional, Indonesia dapat dikenal sebagai destinai wsiata berkelanjutan dunia.

Baca juga: Inilah Pemenang Indonesia Sustainable Tourism Awards Festival 2019

Pariwisata Berkelanjutan kunci dari pariwisata massal

Penyu tempayan (Caretta caretta) bisa menahan napas selama 10 jam di bawah air laut. Penyu tempayan (Caretta caretta) bisa menahan napas selama 10 jam di bawah air laut.

Sebagaimana disebutkan, pariwisata berkelanjutan memperhatikan dampak lingkungan, sosisal, budaya, ekonomi lokal dengan memperhatikan caring capacity atau daya dukung lingkungan.

"Kita mengadakan pariwisata berkelajutan bahwa ketika membuat wisata tidak semata-mata membuka destinasi wisata seluas luasnya, tetapi tidak memperhitungkan (dampaknya). Misalnya saat ada wisatawan berarti butuh restoran, lalu ada sampah bagaimana pengelolaan limbah. Itu yang harus diperhitungkan," pungkas Valerina.

Ketika menyelenggarakan pariwisata berorientasi pada 3P (People Planet, Prosperity) atau masyarakat, planet, dan kemakmuran maka Valerina mengatakan akan dengan sendirinya menjadi wisata berkelanjutan.

Pariwisata berkelanjutan pada akhirnya tidak cuma penting bagi lingkungan dan masyarakat setempat. Sebab dari survei terbaru yang dilakukan oleh Booking.com pada April 2019, 72 persen wisatawan percaya harus mulai beregerak dan memilih wisata berkelanjutan.

Ada 55 persen wisatawan global yang sekarang lebih memilih wisata berkelanjutan. Namun sayangnya mereka terbatas akan informasi dan pilihan akan wisata berkelanjutan.

Dengan kata lain, menjadi destinasi wisata berkelanjutan tak hanya dapat menjaga lingkungan, sosial dan budaya, serta memberi dampak ekonomi lokal tetapi juga dampak ekonomi yang lebih besar, untuk nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com