Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Minum Teh di Praja Mangkunegaran yang Penuh Makna

Kompas.com - 17/11/2019, 08:55 WIB
Yana Gabriella Wijaya,
Kahfi Dirga Cahya

Tim Redaksi

"Ketika sudah berhadapan dengan raja atau tamu, abdi dalem tidak boleh melihat muka dari tamu dan sang raja. Kenapa? Karena itu sudah tugasnya," jelasnya

Seorang abdi dalem tidak akan beranjak dari posisinya saat menghidangkan teh hingga raja memerintahkan untuk pergi.

Abdi dalem disebut mengajarkan nilai ikhlas dan rela berkorban tanpa pamrih.

Baca juga: Harry Potter Jadi Nyata, Yuk Coba Meramal dengan Teh

Seumur hidupnya akan mengabdi kepada raja dan keluarganya tanpa menuntut atau meminta balasannya.

Selain teh, ada juga makanan ringan ringan yang siap menemani acara minum teh.

Setelah teh diangkat oleh raja dan diletakkan di atas meja, maka raja harus melayani tamu yang singgah.

Hal ini mengambarkan bahwa di atas langit masih ada langit, walaupun raja juga harus melayani tamunya dengan sebaik mungkin.

"Sang raja menghormati tamunya. Raja juga menawarkan isian ada gula dan creamer, jika tamu mengambil gula raja harus mengambil gula. Sama juga kalo tamu pakai creamer raja juga harus pakai creamer," papar Gunawan.

 

Baca juga: 2 Tempat Legendaris untuk Seruput Teh dan Kopi di Pecinan Glodok

Cangkir teh yang digunakan pun sangat kecil. Isinya mungkin hanya satu sampai dua teguk teh dan teh yang diminum ialah teh yang selalu panas karena meneguknya dengan cepat.

Hal tersebut menyimpan satu filosofi, yakni bahwa semangat harus selalu panas dan tidak mudah luntur atau dingin.

Tradisi luar

Sebenarnya, budaya minum teh ini tidak murni dari kerajaan, melainkan luar negeri, salah satunya China.

"Sejarah minum teh tidak ada di Nusantara, tapi kenapa kok ada, karena adanya interaksi dan perdagangan yang berpusat di Nusantara,” jelas Satria Gunawan pemilik kedai teh House of Tea.

Baca juga: Menikmati Alahan Panjang, Perkebunan Teh Warisan Kolonial

"Para pedagang teh (dari China) membawa barang dagangannya ke Nusantara untuk berdagang. Kalau orang Solo bilang kulakan (dagangan dalam jumlah besar)," lanjutnya.

Gunawan mengungkapkan, tradisi minum teh dari proses pembuatan, pelayanan kepada raja, hingga raja yang melayani tamu semuanya menyimpan nilai-nilai budi pekerti.

Ia berharap, tradisi ini tidak hilang dan bisa terus dipertahankan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com