Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/11/2019, 09:30 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.COM – Kota Tangerang yang terletak tak jauh dari Jakarta selama ini identik sebagai kota industri. Namun ternyata, kota di pinggiran sungai Cisadane ini punya sejarah panjang yang bisa ditelusuri hingga abad ke-17.

Membicarakan sejarah kota Tangerang, pasti tak bisa lepas dari Cina Benteng. Sejarah kaum Cina Benteng sendiri bisa ditelusuri dari pelayaran Laksamana Cheng Ho, seorang penjelajah dari China yang dalam penjelajahannya sempat melewati Tanah Jawa.

“Jadi Cheng Ho mengutus anak buahnya Tjen Tjie Lung untuk mendarat di Teluk Naga yang jadi bagian dari Tangerang sekarang. Dari sana dia jadi nenek moyang Cina Benteng. Dia datang sekitar tahun 1407,” jelas Martin salah satu pemandu tur wisata di Museum Benteng Heritage.

Baca juga: 5 Tempat Wajib Kunjung Saat Berwisata ke Pasar Lama Tangerang

Rombongan Tjen Tjie Lung kemudian bertempat tinggal di sekitar sana, dan berkembang semakin banyak. Mereka bercampur dengan masyarakat di sana, dan kawin dengan penduduk setempat.

Itulah alasan Cina Benteng sekarang memiliki kulit sawo matang dan mata yang sipit.

Kelompok masyarakat Cina Benteng pun semakin berkembang. Mereka mendirikan lebih banyak perkampungan di beberapa kawasan sekitar Tangerang. Selain di Teluk Naga mereka juga mendirikan perkampungan di Pasar Baru dan Pasar Lama.

“Di Pasar Lama mereka buka lahan. Mereka bertani karena dekat dengan sungai Cisadane. Dan salah satu buktinya adalah Klenteng Boen Tek Bio yang sudah ada sejak 1684,” ujar Martin.

Klenteng Boen Tek Bio yang jadi klenteng tertua di Tangerang. Setiap harinya selalu ada orang-orang yang bersembahyang di sana Klenteng Boen Tek Bio yang jadi klenteng tertua di Tangerang. Setiap harinya selalu ada orang-orang yang bersembahyang di sana

Menurut Martin, dulu kawasan Pasar Lama sama sekali tidak terlihat seperti sekarang ini. Dahulu, kawasan Pasar Lama lebih mirip perkampungan biasa yang masyarakatnya memang sudah melakukan aktivitas perdagangan.

Untuk menunjukkan hal ini, terdapat foto sejarah kondisi Pasar Lama di masa lalu yang menunjukan kondisi lingkungan.

Dalam foto yang terdapat di Museum Benteng Heritage tersebut, terlihat warga Cina Benteng sedang merayakan hari besar sambil berpawai di sepanjang jalan Pasar Lama tepat di depan rumah yang kelak jadi Museum Benteng Heritage.

Baca juga: Ikan Ceng Cuan, Jejak Kuliner Peranakan Cina Benteng

“Dulu memang sudah jadi pasar. Tapi tidak seperti ini. Masyarakat yang punya kultur China kan pasti seringnya berdagang. Jadi mereka buka warung kelontong atau makanan dan yang lain gitu tapi dari rumah mereka. Bukan lapak yang kayak di pasar sekarang.”

Sebutan Cina Benteng sendiri tidak lepas dari keberadaan benteng Belanda yang dahulu berdiri kokoh di Tangerang. Saat masa penjajahan Belanda, mereka membangun benteng pertahana di sepanjang sungai Cisadane.

Pada saat itu, untuk menjaga benteng Belanda mengirimkan sekelompok masyarakat dari Makassar untuk khusus menjaga benteng tersebut.

Oleh karena dijaga oleh orang Makassar, benteng itu pun disebut sebagai Benteng Makassar. Benteng tersebut dibangun untuk menjaga wilayah Belanda dari Kesultanan Banten yang wilayahnya dekat dengan Tangerang.

Masjid Jami Kalipasir peninggalan sejarah di TangerangKompas.com / gabriella wijaya Masjid Jami Kalipasir peninggalan sejarah di Tangerang

“Makanya jalan di belakang Robinson itu namanya Jalan Benteng Raya. Dulu bentengnya membentang di sana. Terus kalau orang yang pergi ke pusat kota ditanya mau ke mana, pasti jawabnya ke “Benteng”. Karena ini jadi pusat kota. Kalau jawabnya ke “Kota” pasti itu ke Jakarta,” jelas Martin di sela-sela tur Museum Benteng Heritage yang ia pandu.

Kaum Cina Benteng yang tinggal di kawasan Pasar Lama kemudian berakulturasi dengan masyarakat Muslim yang ada di sana. Akulturasi tersebut menghasilkan hubungan yang rukun antara keduanya dan meninggalkan banyak artefak bersejarah.

“Misalnya Masjid Jami Kalipasir itu kan menaranya berbentuk pagoda. Itu menunjukan hubungan yang baik antara warga Cina Benteng dan Muslim di Pasar Lama ini,” tutup Martin.

Sampai saat ini toleransi tersebut dapat dilihat di Pasar Lama, dari hal paling mudah makanan peranakan yang disajikan halal dan rumah ibadah yang berdekatan. 

Baca juga: Toko Kopi Bubuk Bapak Ook, Eksis Sejak 1986 di Tangerang

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Mangli Sky View Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Mangli Sky View Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Jalan Jalan
Turis Asing Paling Banyak Kunjungi Kalimantan Timur pada Agustus 2023

Turis Asing Paling Banyak Kunjungi Kalimantan Timur pada Agustus 2023

Travel Update
Persebaran Wisatawan di IKN Belum Merata, Lebih Banyak ke Titik Nol Nusantara

Persebaran Wisatawan di IKN Belum Merata, Lebih Banyak ke Titik Nol Nusantara

Travel Update
Persiapan MotoGP Mandalika 2023 Hampir 100 Persen, Ada Side Event

Persiapan MotoGP Mandalika 2023 Hampir 100 Persen, Ada Side Event

Travel Update
Sabtu Ini, Aneka Lampion Akan Hiasi Langit Malam Pantai Parangtritis

Sabtu Ini, Aneka Lampion Akan Hiasi Langit Malam Pantai Parangtritis

Travel Update
8 Wisata Pantai di Lamongan yang Populer 

8 Wisata Pantai di Lamongan yang Populer 

Jalan Jalan
Dampak MotoGP Mandalika, Lapangan Usaha Meningkat hingga Penuhi Target Kunjungan Wisatawan

Dampak MotoGP Mandalika, Lapangan Usaha Meningkat hingga Penuhi Target Kunjungan Wisatawan

Travel Update
Mayoritas Orang Indonesia Lihat Media Sosial untuk Pilih Tempat Wisata

Mayoritas Orang Indonesia Lihat Media Sosial untuk Pilih Tempat Wisata

Travel Update
Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Cepat Mana Sampai Kota Bandung?

Kereta Cepat Whoosh Vs Argo Parahyangan, Cepat Mana Sampai Kota Bandung?

Travel Update
Tak Ingin Kalah dari Solo, Yogyakarta Angkat Ritual Budaya Merti sebagai Daya Tarik Wisata

Tak Ingin Kalah dari Solo, Yogyakarta Angkat Ritual Budaya Merti sebagai Daya Tarik Wisata

Travel Update
BERITA FOTO: Indahnya Sunset di Pantai Senggigi, Lombok

BERITA FOTO: Indahnya Sunset di Pantai Senggigi, Lombok

Travel Update
Taman Nasional Baluran Sudah Buka, Wajib Bawa Kartu Identitas

Taman Nasional Baluran Sudah Buka, Wajib Bawa Kartu Identitas

Travel Update
Wisata Bahari Lamongan: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daftar Wahana

Wisata Bahari Lamongan: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daftar Wahana

Jalan Jalan
Kebakaran Padam, Taman Nasional Baluran Buka Lagi 1 Oktober 2023

Kebakaran Padam, Taman Nasional Baluran Buka Lagi 1 Oktober 2023

Travel Update
Berwisata ke IKN Nusantara, Akomodasi Masih Terbatas

Berwisata ke IKN Nusantara, Akomodasi Masih Terbatas

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com