Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Usul Tengkleng, Bukti Kreativitas Orang Solo di Masa Penjajahan

Kompas.com - 27/11/2019, 08:29 WIB
Yana Gabriella Wijaya,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Belum lengkap rasanya bila berkunjung Solo, Jawa Tengah belum menikmati tengkleng. Kota Solo terkenal sebagai sentra penjual tengkleng yang terkenal kelezatannya. 

Tidak cuma lezat untuk disantap, tengkleng punya asal usul yang terbilang unik. 

"Tengkleng lahir dari buah kreativitas wong Solo dalam menghadapi situasi yang mencekik, tepatnya masa penjajahan Jepang," jelas Heri Priyatmoko sejarawan asal Solo sekaligus Dosen Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa (26/11/2019).

Baca juga: Pak Manto, Sosok Legendaris Pembuat Tengkleng Rica di Solo Tutup Usia

Pada zaman penjajahan Jepang, Heri menjelaskan bahwa rakyat hidup seakan tercekik oleh kesengsaraan. Bahan pangan yang menipis bagi kaum kecil, terpaksa mengolah apapun agar bisa menjadi sebuah santapan yang mengenyangkan perut.

"Pakar hukum asal Solo, Mr. Soewidji (1973), menuturkan kehidupan sehari-hari bertambah sulit saat itu. Pangan dan sandang kian susah dicari. Sekadar untuk mengatasi kelaparan yang merajalela, bonggol pisang pun dipakai untuk bahan makanan," jelas Heri.

Untuk bertahan hidup, mengisi perut orang Solo pada masa penjajahan akhirnya memanfaatkan limbah termasuk limbah kambing seperti tulang belulang dan jeroan dari kambing.

Umumnya tulang dan jeroan hewan tidak dimanfaatkan oleh orang dari ekonomi tinggi pada masa itu. 

Baca juga: Makan Tengkleng dan Bebek di Solo

"Mereka tak kehilangan akal. Tulang dan jeroan kambing diolah dengan bumbu yang berbeda. Resepnya juga tidak terlampau sulit dicari alias tersedia di pasar tradisional. Secara umum daftar resepnya adalah kelapa, jahe, kunyit, serai, daun jeruk segar, lengkuas, kayu manis, daun salam, cengkeh kering, bawang putih, bawang merah, garam dapur, kemiri, pala, dan kecap," ujarnya.

Biasanya tengkleng dinikmati dengan cara dibrakoti atau dikrikiti bahasa Solonya, yang atinya digigit dengan jumlah kecil. Terkadang cara makan ini dipandang dengan tidak etis namun itulah  letak kenikmatannya.

Filosofi di semangkuk tengkleng...

Tak sampai di sana didalam tulang kambing, Heri menyebutkan bisa ditemukan sumsum tulang yang memiliki rasa yang khas. Sumsum tulung ini biasanya disesepi, yang terarti dihisap secara berlahan agar menemukan letak kenikmatannya.

Menurut Heri menikmati tengkleng bukan hanya untuk mencari kenikmatan atau sekadar kenyang. Namun juga meresapi filosofi tidak mudah takluk oleh penderitaan hidup.

Baca juga: Sehari Habiskan Delapan Kambing, Ini Rahasia Kenikmatan Tengkleng Mbak Diah

"Keragaman makanan itu bermula dari kreativitas orang Jawa yang dipicu welingan (nasihat) leluhur: Jangan membuang nasi. Itu adalah upaya menghormati Dewi Sri," jelas Heri.

"Tak hanya soal pemilihan sisa daging kambing, takaran santan dan bumbu, namun tidak pula menyia-nyiakan bahan pemberian Gusti Allah sekalipun berwujud tulang dan jeroan," jelas Heri.

Kreativitas orang Solo dalam mengolah makanan saat masa penjajahan bukan cuma tengkleng.

Masih ada sate kere, timlo dan bakmi Jawa yang lahir dari keterbatasan. Uniknya makanan-makanan ini yang menjadi ciri khas kuliner Solo sampai sekarang. 

"Mengenai panjang akal ( kreativitas) di bidang makanan, orang Solo memang terlatih dan hasilnya sukar diremehkan. Timlo, misalnya. Masakan yang kondang mirasa itu digarap masyarakat pribumi lantaran terinspirasi semangkuk kimlo, hidangan asli komunitas etnis Tionghoa yang dibawa dari daratan Tiongkok," jelas Heri.

Baca juga: Tengkleng Bu Edi Klewer Langganan Jokowi, Belum Buka Saja Pembelinya Sudah Antre

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Turis China Jatuh ke Jurang Kawah Ijen, Sandiaga: Wisatawan agar Dipandu dan Mengikuti Peraturan

Travel Update
8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

8 Kesalahan Saat Liburan Berkelompok, Awas Bisa Cekcok

Travel Tips
Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Sandiaga Bantah Iuran Pariwisata Akan Dibebankan ke Tiket Pesawat

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com