Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Ekosistem Ekonomi Kreatif, Ini Saran Para Pelaku Ekonomi Kreatif

Kompas.com - 27/11/2019, 21:05 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Ni Luh Made Pertiwi F.

Tim Redaksi

Narasumber ketiga, Founder Spedagi Singgih Susio Kartono yang memaparkan pengembangan bambu lokal yang dijadikan sepeda berasal dari sebuah daerah di Temanggung bernama Pasar Papringan.

Namun, diakuinya masyarakat desa tidak punya pengalaman membuat harga jual yang tinggi pada bambu. Selain itu, kemiskinan dalam beberapa novel juga digambarkan dalam bentuk bambu.

"Padahal di sisi lain bambu itu tanaman dari surga yang keren banget. Dan sekarang banyak produk-produk yang menggunakan bambu dan super brand tapi ini kebanyakan tidak di Indonesia, justru di negara yang secara geografis tidak punya bambu," kata Singgih.

Ia mengaku terinspirasi membuat sepeda bambu dari orang-orang yang berada di negara yang tidak memiliki pohon bambu, contohnya negara California.

"Desa itu sebenarnya kaya, tapi kita tidak sadar bahwa kita memilikinya. Konsep pengembangannya ya harus melibatkan banyak orang, kerja bakti," lanjutnya.

Singgih menginginkan adanya cara pandang baru. Kita harus mengetahui di mana posisi kita berada. Ia mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak tahu ke mana mereka bergerak.

"Ini kesempatan Pancasila bergotong royong ke dunia, semangatnya saling membantu berkolaborasi. Kita lihat permasalahan bareng-bareng bisa bantu apa. Tiap daerah harus punya lembaga riset dan tahu apa potensi terbesar, lalu bagaimana strateginya," ujarnya.

Singgih mengatakan berdirinya Spedagi untuk menyasar generasi milenial agar memilih desa sebagai tempat tinggal.

Ia melanjutkan, saat ini anak-anak muda banyak yang berpikir untuk tinggal di desa. Mereka merasa bahwa tinggal di desa bukanlah suatu kegagalan.

Berbeda dengan kedua narasumber sebelumnya, Singgih mengatakan saat ini ekonomi kreatif mulai memasuki era baru yaitu post industry 4.0.

"Karena ada spirit-spirit yang berubah, value-value yang berubah, dari value industry ke value yang baru. Kita bercita-cita ke arah sustainable, yang dicari oleh bangsa maju sebenarnya ada di belakang kita. Kita tidak bisa melihat itu sebagai masa depan, tapi mereka bisa. Harusnya kita lakukan dan temukan hal baru," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com