Di Papua sendiri ada lebih dari 250 suku. Uniknya, setiap suku memiliki gaya sendiri dalam merajut noken. Rosa mencontohkan, suku yang tinggal di pegunungan pasti memiliki model noken berbeda dengan suku yang ada di daerah pantai.
“Kalau saya dari Sorong, daerah pantai jadi bikinnya yang pakai kulit kayu seperti ini. Kalau suku dari gunung buatnya pasti model yang berbeda,” jelas Rosa.
Baca juga: Cokelat Ransiki, Pengembangan Kakao Berkelanjutan di Papua Barat
Namun untuk segi pengerjaan, menurut Rosa hampir semua suku di Papua punya cara mengerjakan noken yang serupa.
Para wanita akan merajut noken di sela-sela waktu luang mereka mengurus rumah. Maka dari itu ada noken yang bisa dikerjakan secara santai, tapi ada juga noken yang proses pengerjaannya perlu waktu lebih fokus karena berukuran besar.
"Seperti yang ini, ukurannya besar dan agak rumit. Biasanya dikerjakan nokennya digantung lalu kita duduk. Itu harus seperti itu kerjanya."
Noken sendiri dalam budaya Papua memang memiliki nilai sentimental tersendiri bagi masyarakat Papua.
Tas rajut khas Papua ini kemudian termasuk ke dalam daftar United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Heritage). Itu membuat tanggal 4 Desember selalu diperingati sebagai Hari Noken Sedunia.
Baca juga: Wisata di Pegunungan Arfak Papua Barat, Ada Apa Saja?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.