JAKARTA, KOMPAS.com - Makan bukan lagi kebutuhan, bagi beberapa orang makan adalah hobi dan sarana hiburan. Hal itu sekiranya yang terjadi pada Yudistira (32).
Pria yang berprofesi sebagai polisi ini doyan makan sekaligus berbagi informasi mengenai tempat makan lewat situs pencarian makan di kota-kota besar Indonesia, PergiKuliner.
"Saya review makan itu akhir 2015, sampai sekarang total jumlah reviewnya 1.800an," kata Yudistira ditemui di acara Ngumpul PergiKuliner ALFA 2019, di The Akmani Hotel, Jakarta, Sabtu (23/11/2019).
Baca juga: Jangan Campur Mi dengan Kaldu! Ini Cara Makan Bakmi yang Benar
Yudistira mengaku tertarik mengulas restoran dan tempat makan karena ingin membantu orang lain. Sebab ia lihat di sekitarnya, banyak yang kebingungan saat mencari tempat makan yang sesuai kebutuhan. Selain itu ia sendiri juga gemar makan.
"Makan dan ngopi itu buat saya juga stress release (pelepas stres) habis kerja," jelas Yudistira.
Tak cuma di Jakarta, saat wisata ke luar kota Yudistira juga sebisa mungkin mencoba makanan setempat dan mengulasnya. Untuk bujet, ia mengaku tidak pernah membuat bujet khusus untuk makanan yang diulas.
"Biasanya yang saya makan itu yang direview. Kadang juga ada (restoran) yang mengundang untuk direview," jelas Yudistira.
Saat mengulas makanan, Yudistira biasanya punya pakem alias aturan bagi dirinya sendiri. Ia sadar betul apa yang ditulisnya berpengaruh pada bisnis seseorang.
"Pertama untuk review pakai bridging (awalan) yang menarik dulu. Bisa dimulai dari sejarah kawasan," jelas Yudistira.
Ia mencontohkan misal bersantap di restoran di Jalan Sabang Jakarta, bisa diceritakan mengenai sejarah dan suasana khas dari daerah tempat restoran tersebut.
Setelahnya ia mengulas mengenai interior restoran. Apakah Instagramable atau tidak, adakah tempat khusus berfoto. Sebab menurutnya zaman sekarang interior restoran jadi salah satu yang dipertimbangkan seseorang saat memilih tempat makan.
Baca juga: Laksa Benteng di Pasar Lama Tangerang, Kuah Medok Bikin Semangat Makan
Ia kemudian beralih megulas pelayanan di restoran baru masuk ke menu makanan.
"Saat I makanan jangan langsung ngejudge (menghakimi) makanan itu tidak enak, harus obyektif. Pikirkan bisnis restoran karena mereka juga menggunakan modal," kata Yudistira.
Jika benar dalam satu piring ada makanan yang tak lezat, ia mengatakan pasti ada komponen makanan lain di piring yang masih menolong rasa makanan yang tak lezat.
"Kalau makanannya enak, juga jangan ditulis enak doang. Terus apa? Orang jadi tidak tahu kalau ditulis enak doang," katanya.