Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Hendra, Pendiri Bakmi Kampung Bali sejak 1983

Kompas.com - 11/12/2019, 09:02 WIB
Yana Gabriella Wijaya,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Tangan Hendra (75) yang sudah berkeriput terlihat masih telaten meracik bakmi ayam di kedai Bakmi Kampung Bali miliknya. Matanya masih tampak awas di usia senja. Ia semangat meladeni pembeli bakmi ayam miliknya.


Hendra mendirikan kedai bakmi yang terletak di kawasan Tanah Abang pertama kali pada 1983. Kala itu ia dibantu mendiang istrinya.

Kini ia dibantu oleh anak laki-laki bungsunya yang menemani dirinya membuka kedai dari pukul 07.00 WIB hingga 13.00 WIB.

"Saya berjualan bakmi sejak tahun '83, sekarang berarti sudah 36 tahun. Awalnya dibantu oleh tante saya dan istri saya yang awalnya pegang kendali," jelasnya saat ditemui oleh Kompas.com, Sabtu (7/12/2019).

Baca juga: Cara Membuat Bakmi Bangka, Praktis!

Ia mengenang sejak awal kedainya berdiri, mendiang istrinya yang lebih andal memasak.  Mendiang istri Hendra dibantu sang tante meracik sendiri resep bakmi mereka. Mulai dari topping, kuah, minyak bakmi, pangsit, dan bakso.

Hendra sendiri awalnya tidak ikut bekerja menjual bakmi. 

"Sebenarnya dulu saya ikut usaha di proyek jalan, di Bekasi, Tangerang. Jauh dan bahaya kerjanya, jadi saya minta dengan Tuhan dikasih tempat yang lebih nyaman, yang lebih dekat dari rumah," paparnya.

Untuk ikut menuju proyek pembuatan jalan, ia bercerita harus mengendarai motor Vespa-nya dari rumah di Tanah Abang hingga ke kawasan Bekasi dan Tangerang.

Ia lalu memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya dan mencoba peluang bisnis lain, yaitu berjualan pakaian.

Pria 75 tahun itu dulu memutuskan untuk membuka toko pakaian dan jeans di kawasan  Senen. Ia merintis usaha pakaian dari nol pada tahun 1980, sayangnya bukannya untuk Hendra malah rugi.

"Dulu saya masih main game elektronik di dalam toko saya, lalu dari luar ada suara orang teriak, ‘Tutup-tutup, mau di serang'," papar Hendra.

Kerusuhan terjadi di kawasan Proyek Senen mengakibatkan toko-toko dibakar dan dijarah, tak terkecuali toko milik Hendra.

Hendra menceritakan, semua orang menutup tokonya dengan cara membanting pintu dan menimbulkan suara gemuruh seperti halilintar. Ia sedang duduk lalu di depannya terlempar kursi yang menyebabkan etalasenya pecah.

Saat itu ia mengalami frustrasi dan hampir patah semangat.

"Lalu saya berdoa lagi kepada Tuhan, minta tempat pekerjaan yang aman dan dekat dengan rumah. Tuhan beri jalan untuk mendirikan kedai bakmi di sini (depan rumah)," kenangnya.

Pada awalnya, bisnis bakminya (Bakmi Kampung Bali) bisa bertahan hingga sekarang. Hendra hanya beranggapan bisnis ini hanya sebagai pengisi waktu luang karena dia dulu masih menganggur.

Baca juga: Jangan Campur Mi dengan Kaldu! Ini Cara Makan Bakmi yang Benar

Bakmi Kampung Bali tampak depanKompas.com / Gabriella Wijaya Bakmi Kampung Bali tampak depan

"Tidak menyangka bisa bertahan dari tahun '86, dari dulu pertama masih dijual Rp 250," paparnya.

Ketika menjalani bisnis bakminya, ia mengaku lancar. Ia hanya berprinsip jika semua yang sudah disediakan Tuhan sudah cukup baginya dan keluarga.

Hal ini terbukti ketika dengan membuka kedai kecil di depan rumah, ia berhasil membiayai pendidikan kedua anaknya sampai membeli kebutuhan sekunder seperti mobil.  

Baca juga: Kisah Bakmi Ayam Acang, Bakmi Legendaris dari Grogol

Saat ditanya soal membuka cabang, Hendra pun tidak berniat membuka cabang kedua dari Bakmi Kampung Bali.

Hendra merasa satu kedai bakmi di depan rumahnya sudah cukup. Selain itu, ia merasa kewalahan jika hendak membuka cabang kedua atau ketiga.

Dalam menjalani hari-harinya ia selalu bersyukur dan pantang menyerah, terlihat dari semangatnya ketika menyiapkan semangkuk bakmi untuk Kompas.com saat datang mewawancarainya.

Ia menanyakan apa yang diinginkan dari bakminya supaya rasanya pas dan tidak mengecewakan.

"Bakminya agak keras atau lembek? Atau kecap asinnya banyak atau sedikit? Dan pakai msg atau tidak?" tanyanya kepada Kompas.com sebagai pelanggan.

Bakmi ayam di Bakmi Kampung Bali, kawasan Tanah AbangKompas.com / Gabriella Wijaya Bakmi ayam di Bakmi Kampung Bali, kawasan Tanah Abang

Di tengah menikmati bakmi racikan ayah dua anak ini, ia menceritakan pengalaman unik ketika kerusuhan Mei '98. Situasi mencekam di pusat kota tidak dirasakan di kedai bakminya yang tidak berada di jalan raya. 

Ia bercerita, ketika di tengah kerusuhan kedai Bakmi Kampung Bali miliknya malah ramai pembeli.

Awalnya ia berada di luar rumah karena harus mengantarkan ibunya berobat. Rasa khawatir sempat melanda hatinya dan takut jika rumahnya kena jarah atau dibakar.

"Aman malah banyak pelanggan, karyawan saya ada yang bakar ayam di belakang (rumah). Malah ramai saya juga sampai bingung. 'Ini kenapa kok malah ramai'. Saya khawatir juga sama istri awalnya, soalnya banyak di belakang orang-orang seliweran bawa kulkas dan TV habis ngejarah," ceritanya.

Baca juga: Apa Bedanya Bakmi China dengan Bakmi Indonesia?

Kedai sederhana yang berada di depan rumahnya sudah berusia lebih dari 30 tahun dan masih dipenuhi dengan pelanggan setianya. Kawasan dari kedai bakminya ini berada di kompleks Sekolah Hati Suci.

Ia mengaku masih sering kedatangan pelanggan yang dulu merupakan anak sekolah yang kini sudah menjadi orang tua dan membawa keluarganya.

Ada juga ibu-ibu yang dulu sering mengantar anak sekolah kini sudah sepuh dan membawa keluarganya untuk bernostalgia di kedainya.

"Dulu ini jadi tempat rumpi ibu-ibu yang habis antar anaknya sekolah. Juga masih sering ke sini bawa keluarganya makan bakmi," jelasnya.

Kedai Bakmi Kampung Bali berada di Jalan Kampung Bali XXV Nomor 31, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Kedai ini menyediakan bakmi ayam dan nasi tim ayam. Selain itu, ada minuman yang wajib dicoba, seperti es mangga, es lobi-lobi, dan es pala. Harga makanan mulai dari Rp 22.000 hingga Rp 28.000, sedangkan untuk minuman ada di kisaran harga Rp 10.000.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com