Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Khutub Khanah, Perpustakaan Mini Ibnu Sina di Pulau Penyengat

Kompas.com - 11/12/2019, 10:01 WIB
Syifa Nuri Khairunnisa,
Silvita Agmasari

Tim Redaksi

PULAU PENYENGAT, KOMPAS.com - Pulau Penyengat yang terletak tak jauh dari Kota Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, menjadi tempat asal kaum cendekia Melayu. 

Pulau ini juga menyimpan salah satu harta paling berharga dalam bidang keilmuan.

Bermula pada 1886, ketika Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi mendirikan sebuah perpustakaan di Pulau Penyengat. Perpustakaan itu disebut dengan Khutub Khanah.

Khutub Khanah menjadi rumah bagi lebih dari 1.200 kitab yang ia beli dari Arab, Mesir, India, dan banyak tempat lainnya.

Salah satu kitab legendaris yang kini masih ada di Khutub Khanah adalah buku karangan Ibnu Sina, sang bapak kedokteran dunia. Kitab Al-Qanun fi al-Tibb adalah ensiklopedia mengenai ilmu kedokteran.

“Ini karangan Ibnu Sina. Masih utuh, asli hingga sekarang. Sayang sudah agak hancur karena dimakan usia,” ujar Raja Abdurrahman, pemegang kunci lemari Khutub Khanah yang selama ini merawat buku-buku yang ada di dalamnya.

Baca juga: Sejarah Pulau Penyengat, Pulau Hadiah Pernikahan sampai Pusat Pertahanan

Khutub Khanah pada awalnya berlokasi di Istana Sultan Pulau Penyengat.

Pendirian perpustakaan ini berawal dari ketertarikan Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi terhadap ilmu pengetahuan. Selain itu, ia juga ingin masyarakat Kesultanan Riau-Lingga-Johor-Pahang untuk bisa mempelajari banyak ilmu tanpa perlu keluar dari Pulau Penyengat.

Lokasi Khutub Khanah lalu berpindah dari Istana Al-Ahmadi menjadi ke Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat.

Hal tersebut karena Istana Al-Ahmadi mulai reyot dimakan usia. Hingga kini, buku-buku yang berada di Khutub Khanah sebagian besar masih ada dan ditempatkan dalam dua lemari kayu besar.

Kondisi Khutub Khanah yang memprihatinkan

Kitab-kitab yang ada di dalam Khutub Khanah berjumlah sekitar 600 kini. Pada awalnya jumlah kitab berjumlah 1200 kitabSYIFA NURI KHAIRUNNISA Kitab-kitab yang ada di dalam Khutub Khanah berjumlah sekitar 600 kini. Pada awalnya jumlah kitab berjumlah 1200 kitab

Awalnya berjumlah sekitar 1.200 kitab, kini jumlah buku yang masih tersimpan dalam lemari Khutub Khanah hanya tinggal beberapa ratus.

Jumlah tersebut begitu banyak berkurang karena kurangnya pemeliharaan yang dilakukan oleh pengelola Masjid Raya Sultan Riau Penyengat.

“Pengurus masjidnya terus berganti. Lalu dari kami hanya memberikan kapur barus atau cengkeh. Jadi kitab-kitabnya memang sudah banyak yang rusak karena usia. Sudah lapuk, yang masih ada pun sudah mulai rusak dan sulit dibaca,” jelas Raja Farul, interpreter dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pulau Penyengat.

Ketika dilihat, kitab-kitab yang ada dalam lemari memang sudah sangat lapuk. Ada yang sudah dirapikan dan dijilid sehingga terlihat baru, tetapi ada juga yang hanya dibungkus dengan plastik.

Baca juga: Gurindam 12, Puisi Melayu Tentang Kehidupan yang Lahir di Pulau Penyengat

Kondisi ini membuat kitab-kitab tersebut sudah tidak bisa dipegang, apalagi dibaca dengan bebas karena kerapuhannya.

“Harus hati-hati pegangnya. Banyak yang kertasnya sudah lepas dan rusak. Banyak yang tidak terbaca. Bahkan ada yang sudah hancur dan lembar-lembarnya juga berantakan, itu kami satukan di dalam satu plastik ini,” ujar Raja Abdurrahman.

Untungnya, ada cukup banyak naskah dari kitab-kitab yang pernah ada di lemari Khutub Khanah ini yang sudah diarsipkan dan kini disimpan di Balai Maklumat yang ada di Pulau Penyengat.

Sayangnya, kala itu pengelola Balai Maklumat sedang tak ada di tempat. Jadi rombongan kami tidak bisa mencari tahu lebih lanjut soal arsip-arsip kitab yang ada kini.

Kitab-kitab yang ada di Khutub Khanah juga, selain ditulis dalam huruf Arab gundul yang mulai langka, juga banyak yang ditulis dalam huruf Arab Melayu.

Huruf-huruf tersebut kini sudah tak banyak yang menggunakannya sehingga sulit untuk mencari orang yang memang bisa membaca dan mengarsipkan kitab-kitab tersebut.

“Kendalanya karena sudah tidak banyak yang bisa baca. Orang-orang tua banyak yang bisa, tapi anak muda seperti saya bisa, tapi harus meraba-raba,” tutur Raja Farul yang akrab disapa Farul.

Ketiadaan dana

Kitab-kitab yang sudah rapuh hanya dibungkus plastik saja dan ditabur kapur barus serta cengkih. Beberapa kitab yang sudah terpisah biasanya disatukan dalam satu wadah yang samaSYIFA NURI KHAIRUNNISA Kitab-kitab yang sudah rapuh hanya dibungkus plastik saja dan ditabur kapur barus serta cengkih. Beberapa kitab yang sudah terpisah biasanya disatukan dalam satu wadah yang sama

Raja Abdurrahman sebagai satu-satunya pemegang kunci lemari Khutub Khanah mengaku tidak adanya dana menjadi salah satu halangan terbesar untuk bisa mengembangkan kajian soal kitab-kitab yang ada di sana.

Untuk mengkaji kitab-kitab tua tersebut, diperlukan dana yang tidak sedikit. Kerapuhan kitab dan lamanya proses pengkajian mengharuskan adanya ahli-ahli yang mau terlibat secara maksimal.

“Dulu ada dari lembaga dari Eropa ke sini. Katanya mereka mau bantu untuk pemeliharaan kitab, tapi karena dana dan waktu, jadi tidak berlanjut. Kata mereka, untuk proses seperti ini waktunya memang lama dan prosesnya juga harus dengan alat dan ruangan khusus supaya tidak rusak,” ujar Raja Abdurrahman.

Selain itu, kendala lainnya yang membuat proses pengkajian kitab-kitab tersebut adalah adanya aturan soal larangan pembawaan kitab-kitab tersebut ke luar Pulau Penyengat.

Aturan ini ada karena dahulu sempat diperbolehkan, tetapi banyak kitab yang tidak kembali.

“Kami tidak mau kitab-kitab ini dibawa ke luar Penyengat. Dulu boleh dibawa, tapi akhirnya banyak yang tidak kembali ke sini. Maka dari itu, sekarang kalau mau mengkaji harus di Penyengat saja,” jelas Raja Abdurrahman.

Kini, wisatawan atau ilmuwan yang ingin melihat kitab-kitab dalam Khutub Khanah harus berkoordinasi lebih dahulu dengan Raja Abdurrahman. Pasalnya, hanya ia yang memegang kunci lemari tersebut untuk alasan keamanan.

Baca juga: Panduan Lengkap Menghabiskan Sehari di Pulau Penyengat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com