JAKARTA, KOMPAS.com - Sekilas bagunan Gereja Santa Maria de Fatima lebih menyerupai klenteng, tempat ibadah bagi pemeluk agama Konghucu . Ornamen gedung gereja semarak dengan warna merah, kuning dan emas.
Dua patung kilin berjejer di depan pintu masuk gereja, semakin mengingatkan akan klentneg yang bergaya China.
Gereja Santa Maria de Fatima berada di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Gereja Katolik ini masih mempertahankan gaya bangunan khas Fukien atau Tiongkok Selatan.
Ira Lathief, sebagai pemandu dan pendiri komunitas Jakarta Food Travel (JFT) menjelaskan, gereja ini termasuk sebagai cagar budaya pada tahun 1972.
Cikal bakal Gereja Santa Maria de Fatima mulai berdiri ketika adanya tugas pelayanan dan pewartaan dari Vikaris Apostolik Jakarta, Mgr. Adrianus Djajasepoetra SJ kepada Pater Wilhelmus Krause Van Eeden SJ.
Baca juga: Liburan Natal, Kunjungi 12 Pasar Natal Paling Populer di Dunia
Pater Leitenbauer sebagai pendampingnya menjadi pengelola sekolah yang pertama.
Sekolah tersebut dinamakan Sekolah Ricci, berasal dari nama imam missionaries Yesuit , Matteo Ricci. Sampai sekarang Sekolah Ricci masih eksis.
Baca juga: 8 Tempat Glamping di Bogor, Cocok untuk Libur Natal dan Tahun Baru
Mereka juga membuka kursus bahasa Inggris, Jerman dan Mandarin, yang terkenal dengan sebutan Ricci Evening School dan asrama yang diberi nama Ricci Youth Center.
"Pada 1953, dibelilah sebidang tanah seluas satu hektar, untuk digunakan sebagai kompleks gereja dan sekolah. Dari seorang kapitan, sebutan untuk seorang Lurah Keturunan Tionghoa di Zaman Penjajahan Belanda bermarga Tjioe," jelas Ira.
Tahun 1954 tanah dan bangunan resmi menjadi milik gereja. Di tahun yang sama perayaan ekaristi pertama dilaksanakan di dalam gereja. Empat orang imam memimpin ibadah perdana tersebut dan diikuti oleh 16 orang umat.
Setiap minggunya umat di Gereja Santa Maria De Fatima terus bertambah hingga saat ini. Gereja ini juga mempertahankan ibadah yang menggunakan Bahasa Mandarin.
Bahasa Mandarin dulunya dipakai untuk melayani warga Hoakiau (Cina Perantauan) yang berada di kawasan Glodok.
Tak hanya dari luar gereja, ketika memasuki gereja pengunjung akan merasakan atmosfer khas China yang kental.
Konstruksi kayu, ukiran, warna merah dan emas mendominasi setiap sudut gereja. Termasuk pada altar gereja.
Baca juga: Gereja Katolik dengan Bangunan Mirip Kuil Hindu di Medan
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.